Topic
Home / Berita / Nasional / Melestarikan Hidayah di Tengah Keberagaman Yang Indah

Melestarikan Hidayah di Tengah Keberagaman Yang Indah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
program Dakwah Alam Indonesia, PKPU bersama Yayasan Baitul Halim Jakarta, - Foto: PKPU
program Dakwah Alam Indonesia, PKPU bersama Yayasan Baitul Halim Jakarta, – Foto: PKPU

dakwatuna.com – Berbeda adalah sesuatu yang pasti dan tak bisa dihindari. Suasana saling menghormati dalam kemajemukan merupakan etika Islam yang luhur dan telah menjadi akar budaya Indonesia dengan “Bhineka Tunggal Ika” nya.

Di bawah program Dakwah Alam Indonesia, PKPU menggandeng Yayasan Baitul Halim Jakarta, mengadakan Ceramah dan Diskusi Terbuka di Masjid Nurul Hidayah, daerah Pasir Kuntul, Pelalangon, Desa Sindang Jaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada hari Sabtu, 22 Maret 2014.

Dihadiri oleh lebih dari 125 orang, mereka terlihat sangat antusias mendengarkan uraian ceramah dari dua orang pembicara dengan latar belakang yang berbeda.

Fulan, seorang muallaf yang dahulunya mantan pendeta bercerita bagaimana perjalanan hidupnya yang berliku pada akhirnya merasa mantap pindah agama dengan memeluk Islam.

Selanjutnya Ust. Bramadji Abu Abdurrahman, salah seorang dai dari PKPU juga menyampaikan taushiyah-nya. Berikut beberapa petikannya:

“3 K” paling berharga bagi manusia adalah kehidupan, kemerdekaan, dan keimanan. Jika pribadi muslim ibarat pohon maka AKAR itu aqidahnya, BATANG itu eksistensinya, DEDAUNAN itu akal & nuraninya, BUAH itu akhlaq/perilaku/amalnya.

Adapun prinsip dasar kemajemukan menurut Islam adalah larangan menghina Tuhan dan ibadah agama orang lain, karena mereka akan menghina Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan (QS. Al-An’am 108).

Berikutnya larangan memaksakan agama dan larangan menebarkan agama kepada orang yang sudah beragama (QS. Al-Baqarah 256).
Allah SWT juga menghargai kebaikan semua manusia, termasuk non muslim dengan menampakkan kebaikan dan karya-karya mereka di akhirat mereka dan dipersilakan meminta PAHALA kepada sesembahan masing-masing (QS. Al-Furqan 23).
Akhirnya, Berpegang teguh kepada kemurnian dan prinsip agama masing-masing, saling menghormati dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing, inilah acuan utamanya.

Dihadiri 70 orang, termasuk tokoh masyarakat dan ulama setempat.
Ada penuturan menarik dari 3 muallaf tersebut.

1) Ibu Titi Muniarti masuk Islam sejak 1984 berawal dari mimpi…memasuki lorong gelap yang berujung pada ruang terang benderang serba putih. Ada suara yg menyuruhnya untuk Shalat. Pas bangun tidur ia merasa yakin dengan pilihannya untuk masuk Islam dan belajar shalat.

2) Ibu Emah Vera (mantan guru sekolah minggu di Jakarta Utara) : masuk Islam lantaran perang batin dengan beberapa ajaran agama lamanya dan baru merasakan kejelasan serta ketenangan setelah mempelajari ajaran Islam.

3) Budi (bukan nama sebenarnya) adalah mantan aktivis gereja dan mendapatkan beasiswa…dipaksa mendekam dalam penjara di tahun 2000 untuk kesalahan yang dicari-cari setelah dirinya masuk Islam. Saat 3 bulan mendekam dalam penjara dirinya pernah disiksa saat sedang shalat Dhuha oleh tahanan lain yang dulunya seagama dengannya. Sebelum masuk Islam dirinya adalah seorang pemabuk meskipun aktivis gereja. Setelah masuk Islam dirinya diminta mengembalikan uang 40 juta sebagai ganti rugi beasiswa yg telah diterimanya dari Yayasan Kristen.

Budi mengaku sangat bahagia sebagai muslim dan tidak pernah menaruh dendam dengan orang-orang yang telah menyiksa dan menjebloskannya ke penjara.  (bram/kis/pkpu/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization