Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah

Judul Asli: Fi Fiqhil Aulawiyat, Dirosah Jadiidah fii Dhou’il Qur’ani was Sunnah
Judul Terjemahan: Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah
Penulis: Dr. Yusuf Qaradhawi
Penerjemah: Bahruddin F
Penerbit: Robbani Press – Jakarta
Tebal: xi + 320 Halaman ; 23,5 cm

Cover buku “Fiqh Prioritas, Sebuah Kajian Baru Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah”.

dakwatuna.com – Guna menyongsong kebangkitan Islam, kaum muslimin perlu disadarkan akan pentingnya prioritas perjuangan sebagaimana yang sudah ditempuh oleh Rasulullah dan generasi semasa beliau. Prioritas perjuangan yang benar sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah ini, harus dilakukan di segala lini. Mulai dari individu-individu muslim, keluarga, masyarakat hingga kemudian terbentuk institusi muslim dan kemudian menjadi sebuah negara.

Sayangnya, saat ini, kaum muslimin kurang memahami pentingnya prioritas perjuangan ini. sehingga, dalam banyak kasus, kaum muslimin dibuat ribut dengan sesamanya hanya karena beda menafsirkan al-Qur’an dan metode dakwah Rasulullah dalam menegakkan Islam. Mirisnya lagi, fenomena ini tidak hanya terjadi di negeri ini, tetapi sudah menggejala di seluruh belahan bumi di mana kaum muslimin berada.

Salah satu hal yang paling jelas tentang kacaunya prioritas ini, bisa kita dapati dari fenomena pelaku Ibadah Haji. Di mana ibadah tersebut hanya diwajibkan sekali. Namun, dilakukan berkali-kali oleh banyak kaum muslimin yang mampu. Sayangnya, kebanyakan mereka ini, tidak terlalu peduli dengan kaum muslimin tak mampu yang berada di sekitarnya. Bahkan, jika misalnya, dana Ibadah Haji kedua, ketiga atau ke sekian kalinya –di mana itu dihukumi sunnah-, digunakan untuk membiayai kehidupan satu keluarga muslim saja, maka insya Allah, hal itu akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi kaum muslimin di lokasi tersebut.

Jika hal itu dilaksanakan secara massif, insya Allah kesejahteraan bagi kaum muslimin tak sekedar mimpi.

Untuk menjelaskan tentang pentingnya prioritas inilah, Dr Yusuf Qaradhawi menulis sebuah kajian yang berjudul Fi Fiqhil Aulawiyat, Dirosah Jadiidah fii Dhou’il Qur’ani was Sunnah ini. Memang, buku ini ditulis beberapa puluh tahun yang lalu, tapi jika dikaji ulang, kajian ini sungguh tak akan usang termakan oleh zaman. Kesegaran ide dan realita yang ada, benar-benar terjadi dan menjadi pekerjaan rumah kaum muslimin yang tak akan selesai dalam bilangan tahun.

Secara umum, prioritas ini terdiri dari tiga hal: pertimbangan antara berbagai jenis manfaat, pertimbangan antara berbagai jenis kerusakan, dan pertimbangan antara manfaat dengan kerusakan. Ketiga jenis pertimbangan ini, harus diputuskan dengan cara seksama, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an dan sesuai dengan sunnah Rasulullah. Contoh yang paling nyata dalam hal ini, adalah tentang apa yang harus kita dahulukan untuk diperjuangkan sebelum yang lainnya. Di mana soal aqidah, menjadi yang terdepan sebelum apapun selainnya.

Selanjutnya, perlu dipahami tentang beberapa hal yang mesti kita jadikan prioritas.

Pertama, mendahulukan kualitas atas kuantitas. Prioritas dalam hal ini, bisa kita jumpai dalam dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah. Sebelum kaum muslimin menjadi banyak seperti dalam Fathul Makkah, beliau terlebih dahulu mempersiapkan generasi dakwah yang berkualitas sangat baik ketika masih berada di Makkah. Generasi ini kemudian membuktikan kualitas mereka dengan memenangkan perang badar. Di mana jumlah musuh, secara perhitungan logika, tiga kali lipat dibanding jumlah kaum muslimin.

Kedua, mendahulukan ilmu atas amal. Dalam banyak kisah, kita disuguhi sebuah fenomena. Bahwa orang yang berilmu, lebih baik dari seribu orang yang beramal tanpa ilmu. Ilmu juga merupakan syarat bagi seorang pemimpin. Baik pemimpin politik, militer maupun kehakiman. Ia juga penting bagi seorang mufti, dai, guru dan banyak hal lainnya.

Terkait prioritas kedua ini, ada tiga hal yang menjadi titik sentralnya. Yaitu, mendahulukan pemahaman atas hafalan, mendahulukan maksud dan tujuan atas penampilan luar, mendahulukan ijtihad atas taqlid. Selanjutnya, penting untuk memprioritaskan studi dan perancangan terkait urusan dunia. Di mana pada akhirnya, hal ini akan sangat bermanfaat bagi dakwah.

Fiqih prioritas ini, penting pula untuk dipraktekkan dalam berbagai bidang amal, dalam perkara yang diperintahkan, dalam perkara-perkara yang dilarang, dalam bidang reformasi, dalam bidang warisan pemikiran dan dalam bidang dakwah dan pembaru di zaman modern. Kesemua hal ini –sekali lagi-, harus dipertimbangkan sematang mungkin sesuai dengan instruksi al-Qur’an dan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah di sepanjang dakwah beliau.

Singkatnya, jika kaum muslimin memahami dengan baik kajian ini, dan dengan benar menerapkannya dalam medan perjuangan, maka, kita akan merasakan apa yang disebut oleh Bisyr al-Hanafi sebagai, “Kebahagiaan yang lebih besar dan suasana kerohanian yang lebih kuat.” Bentuknya, antara lain; mengalihkan dana ibadah haji sunnah untuk memelihara anak yatim, memberi makan orang-orang yang kelaparan, memberi tempat perlindungan orang-orang yang terlantar, mengobati orang yang sakit, mendidik orang yang bodoh, dan memberikan pekerjaan kepada pengangguran.

Di antara berbagai bentuk kekurangan dalam kajian ini, upaya penulisnya yang telah mencurahkan segala nikmat dan potensi yang Allah berikan, patut kita apresiasi positif. Tentu, dengan terus menerus disempurnakan, sesuai dengan kondisi zaman dan keadaan medan perjuangan dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ para ‘ulama’.

Penulis, Pedagang dan Pembelajar
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...