Pilihan Pahit Muslim Ukraina

Muslim Krimea (nationalgeographic.com)

dakwatuna.com – Simferopol. Agenda penjajahan Rusia telah nampak begitu jelas setelah referendum dilaksanakan, dan menghasilkan bergabungnya Semenanjung Krimea ke Rusia dengan total suara 95%.

Hasil referendum yang sudah diduga banyak pihak semakin mempersempit ruang gerak Muslim Krimea dalam menentukan pilihan strategis ke depan. Dr. Amir Hausyan menulis sebua artikeldi situs al-moslim.net, Senin (17/3/2014) yang lalu, mengamati kondisi ini.

Menurut Hausyan, pilihan yang masih terbuka untuk Muslim Krimea semuanya terasa pahit dan sangat berat ditanggung. Apalagi tidak ada sikap resmi yang kuat dari umat Islam dunia dalam masalah ini.

Hasil awal referendum menunjukkan 95% mendukung bergabungnya Semenanjung Krimea ke Rusia, dan terpisah dari Ukraina. Angka partisipasi rakyat dalam referendum mencapai 81%, padahal komunitas Muslim yang merupakan 20% rakyat Krimea melakukan aksi boikot referendum. Hausyan menyebutkan dua pilihan yang dimiliki oleh Muslim Krimea.

Pertama, pilihan perlawanan. Pilihan ini tentunya sangat berbahaya karena komposisi penduduk Krimea adalah 50% berdarah Rusia, 30% berdarah Ukraina, dan sisanya 20% adalah Muslim. Rusia tentu akan menyokong besar-besaran para pendukungnya di dalam Krimea. Di lain pihak, tidak ada yang mendukung dan menyokong kepentingan Muslim Krimea, baik itu dari kalangan negara Islam (kecuali Turki yang masih menyuarakan), maupun negara-negara Barat.

Khusus tentang negara-negara Barat. Dukungan mereka diyakini akan segera berhenti karena mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan, yaitu jatuhnya Yanukovych, digantikan dengan pemimpin pro Barat. Mereka tidak mempunyai kepentingan apa-apa mendukung Muslim Krimea. Adapun pernyataan pemimpin-pemimpin Barat mulai dari Obama hingga Uni Eropa diyakini hanyalah konsumsi pers untuk menjaga air muka demokrasi mereka.

Kedua, pilihan menerima realitas apa adanya, menerima bergabung dengan Rusia. Pilihan ini tidak kalah pahitnya dengan yang pertama. Apalagi Muslim Krimea mempunyai pengalaman sangat pahit saat bergabung dengan Rusia, baik pada masa kekaisaran Rusia atau masa komunis Uni Soviet. Ratusan ribu Muslim dibantai dengan sangat keji. Adapun yang tidak dibantai diusir secara paksa dari Krimea. Dari semula menjadi penduduk mayoritas, Muslim menjadi minoritas di Krimea.

Sangat disayangkan, saat Muslim Krimea menghadapi pilihan yang sangat sulit ini, tidak ada negara Islam yang bersuara mendukung dan membela mereka. Turki yang berani bersuara pun kini sedang disibukkan dengan masalah politik internalnya yang selalu dirongrong kepentingan asing. Tidak ada negara Islam yang kuat secara politik, kemudian bisa menyatakan sikapnya dengan berani dalam perpolitikan luar negeri. Kebanyakan pemimpin negara Islam pun berhasil berkuasa setelah bersedia berkoalisi dengan Barat sehingga sikap politik luar negerinya pun otomatis harus sejalan dengan Barat. (msa/dakwatuna)

Sumber almoslim.net dan aljazeera.net.

Konten ini telah dimodifikasi pada 21/03/14 | 12:54 12:54

Ketua Studi Informasi Alam Islami (SINAI) periode 2000-2003, Kairo-Mesir
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...