Ayahku Berkata, “Nak.. Pena Ini Telah Menggoresmu!”

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com

Haruskah kau menelurkan air matamu dari kedudukan sang pemimpin?

Negara ini tidaklah serta merta mengabortuskan dirinya sendiri

Senjata manusia adalah selama mereka berbudi pekerti, jika senjata itu ditinggalkan maka musnahlah manusia

Perhatikan kerabatmu, karena orang yang tidak punya kerabat dengan sombongnya menyerang tanpa senjata

Janganlah kau tambahkan lagi daftar cabik, cabir, dan caing di negara ini

Sadarilah antara ego, egois, dan egoisme dirimu

Pisahkan mereka demi ketenangan di dada kami

Karena cinta telah menjadikan dadap bagaikan baju besi

Aku tidak sedang bermain-main dengan fabula karena ini dunia nyata

Kepada hari terang yang panjang, datangkanlah malam ini, tiada malam yang lebih tenang darimu

Begitu harmonisnya kehidupan kami, hanya karena kau terburu-buru bekerja akhirnya semua menjadi alpa

Merak, andaikan tak mengepakkan sayapnya, maka tak pernah menarik dia

Hai kamu sang Abdu! andaikan tak memimpin negerimu, maka tak pernah ada kisah indahnya

Ketika kau tak pernah bersedia menerimaku di takhta ini, bersiaplah dengan badalmu

Tinggal memilih akhirnya…

Melemparkannya menjadi abstrak biasa atau mengukirnya menjadi abstrak bernilai asa.

Alumnus Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia 2014/ Ummu Ihya UL Adzkar
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...