Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Optimalisasi Nilai Tarbiyah

Optimalisasi Nilai Tarbiyah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: inet)
Ilustrasi. (Foto: inet)

dakwatuna.com – Berbicara tentang tarbiyah maka kita tak bisa melepaskannya dari sosok seorang pemuda luar biasa yang semenjak usia dini saja sudah mulai melakukan manuver-manuver dakwah agar mampu mengubah kondisi kemasyarakatan. Sosok tersebut adalah Imam Syaikh Syahid Hasan Al-Banna. Sosok yang tak asing lagi di kalangan para pegiat tarbiyah. Namun saya tak ingin menjelaskan panjang lebar tentang riwayat hidup beliau, karena sudah banyak tulisan yang hadir baik dalam bentuk artikel, buku, biografi, dan sebagainya yang telah mampu menggambarkan keistimewaan dari sosok ini. Yang harus saya tekankan adalah bahwa saya bukan sedang berada dalam posisi mengkultuskan Imam Hasan Al-Banna melainkan berada dalam posisi mengagumi sosok dan karakter yang dimiliki oleh beliau.

Saat ini begitu banyak orang mulai merasuki dunia tarbiyah bahkan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi orang-orang yang sudah merasakan kenikmatan berada di alam tersebut. Akan tetapi saya melihat ada sebuah ketimpangan yang saat ini terjadi di antara para pelakon tarbiyah tersebut. Hal ini termanifestasi dari sikap dan perilaku yang mulai dihadirkan oleh para pelakon itu. Ketimpangan yang saya maksudkan di sini adalah adanya ketidaksempurnaan dalam praktek sisi tarbiyah itu sendiri, banyak yang mulai memahami tarbiyah adalah hanya persoalan antara bergelut dengan quran-shalat-zikir-baca buku islam (manhaj)-qiyamullail- atau bersemangat dalam ibadah wajib dan sunnah saja. Memang bukanlah sebuah kesalahan karena itu merupakan perintah dari sang Rabb. Namun, jika kita ingin membuka catatan tentang tarbiyah maka dunia tarbiyah bukan hanya berbicara tentang kelebihan dari sisi ibadah (ruhiyah) melainkan tarbiyah mengajarkan kita untuk menggarap semua aspek agar mendapatkan hasil yang optimal. Imam Hasan Al-Banna mengingatkan para al-akh agar tidak melupakan proses tarbiyah yang ada. Proses tarbiyah yang dimaksudkan adalah proses tarbiyah jasadiah, ruhiyah dan fikriyah. Karena tarbiyah adalah proses membina diri menjadi lebih baik maka unsur jasadiyah (fisik), ruhiyah (rohani) dan fikriyah (wawasan) menjadi hal yang tak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.

Jika pun dipraktekkan maka untuk memenuhi tuntutan tersebut kita tak membutuhkan waktu yang relatif lama, contohnya saja dalam hal menjaga kondisi fisik (jasadiyah) agar tetap prima, kita bisa melakukan stretching ringan, push-up/sit-up/pull-up dengan jumlah yang ringan, atau hanya sekedar melakukan gerakan senam tangan dan lain sebagainya. Begitu pula untuk kondisi lainnya (ruhiyah-fikriyah).

Peningkatan ranah fikriyah harus dilakukan dengan melahap banyak bacaan dari berbagai literatur. Karena tak mungkin ada yang cerdas tanpa membaca, jika pun ada maka mereka adalah golongan Sok-cerdas yang tentunya kosong kompetensi ilmiah. Konon lagi perkembangan zaman yang terus melesat dengan pesat maka jika tak dibarengi dengan wawasan yang luas tentu kita hanya akan menjadi gerombolan-gerombolan pengekor atau bahkan menjadi korban yang di mangsa zaman.

Sehingga wajarlah ketika ada seruan memanggil maka jawaban yang sering terlontar adalah wajah lain dari kemalasan, lelah, kenapa saya selalu, dsb. Maka secara bersama mari kita mengevaluasi kembali akan proses yang sudah kita jalani. Atau secara tidak sadar kita telah mengebiri potensi jasadiah yang luar biasa, yang jika mampu dan mau di asah maka akan lebih bermanfaat untuk kemajuan dakwah. Begitu pula dalam konteks ruhiyah, sudah seberapa sering kita menyiraminya dengan air mata keikhlasan sehingga pohon keimanan tidak akan menemui masa ketandusannya. Tentu saja untuk masalah fikriyah pun harus menjadi satu hal penting untuk kita evaluasi, jangan sampai kita senang/seringkali mengerdilkan potensi yang dimiliki oleh akal. Banyak cara mudah untuk mengasah ketajaman fikriyah (wawasan) bisa dengan membudayakan diskusi, mencari forum-forum transfer keilmuan baik formal maupun informal. Sehingga dengan begitu kita telah mentransformasikan nilai tarbiyah itu ke dalam sisi pribadi yang unggul dan handal. Bukan malah menjadi pribadi yang kaku akan aturan yang ada melainkan mampu membaca kondisi dengan nilai kekinian dan menjadi pribadi Solutif di ranah masyarakat. Wallahu a’lam bish shawab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang pemuda asal Aceh yang saat ini bergabung di lembaga GEMAR Aceh dan juga pegiat Lingkar Studi Kritis (LSK).

Lihat Juga

Kaderisasi Pemuda: Investasi Tegaknya Agama

Figure
Organization