Topic
Home / Berita / Nasional / Partai Agama Bisa Lebih Baik dari Partai Sekuler

Partai Agama Bisa Lebih Baik dari Partai Sekuler

Partai Agama (ilustrasi) - Foto: inilah.com
Partai Agama (ilustrasi) – Foto: inilah.com

dakwatuna.com – Beberapa survei mengatakan bahwa perolehan suara partai politik(parpol) berbasis agama pada Pemilu 2014 diprediksi semakin menurun. Bahkan partai ini terancam tidak dapat meloloskan calon anggota legislatifnya menjadi anggota DPR.

Partai Politik (parpol) bisa kita bagi dalam dua kelompok, yaitu partai sekuler (bukan berbasis agama) dan partai agama. Partai sekuler umumnya menggunakan jargon-jargon nasionalis, dan sebaliknya partai agama menggunakan jargon agama.

Ada yang menarik sejak pemilu 2004 sampai sekarang, kita makin sulit membedakan mana parpol agama dan mana parpol sekuler. Hal ini dikarenakan, parpol – parpol sekuler juga telah merubah jargon mereka menjadi partai religius nasionalis namun tetap dengan cita rasa sekuler.

Kalau parpol agama menggunakan jargon dan simbol agama maka itu bisa dikatakan wajar, namun bagaimana dengan parpol sekuler yang menggunakan simbol – simbol dan jargon agama dalam kampanyenya. Ini bisa dikategorikan masuk dalam strategi politik yakni pencitraan.

Pencitraannya akan terlihat jelas manakala saat pembahasan sidang-sidang tentang undang-undang, mereka menggunakan pemikiran sekulernya sementara simbol dan jargon agamanya ditanggalkan.

Ketika mereka dicokok KPK, mereka dengan bangga mengatakan bahwa untung partainya bukan partai agama sehingga ‘wajar’ kalau kurang memperhatikan moral.

Tahun 2013-2014 ini, banyak pengamat dan juga lembaga survei yang tiba-tiba punya hobi baru meneliti dan menganalisa partai-partai berbasis agama, padahal sebelumnya tidak kedengaran dan tidak terlihat di ranah itu. Banyak tuduhan, partai politik yang benar-benar murni berasaskan agama dituduh menjual agama demi kepentingan politiknya.

Seharusnya kita bisa lebih jernih dan obyektif menilai, mana partai politik yang menggunakan politik sebagai alat untuk memperjuangkan agama di ranah pemerintahan, dan mana partai politik sekuler tetapi mereka menggunakan agama sebagai alat politik guna untuk memikat dan menarik banyak masa yang mayoritas beragama. Jadi pertanyaannya, siapa yang menjual agama untuk kepentingan politik dan siapa menggunakan politik untuk agama?

Dari data ICW dan FITRA diketahui bahwa urutan partai politik yang

terkorup adalah Golkar (36,36%), kedua PDIP (18,18%), Partai Demokrat 11,36%), PPP (9,65%), PKB (5,11%), PAN (3,97%), dan PKS (2,27%). Mari kita berpikir obyektif dan fair, dari data tersebut diketahui bahwa partai agama itu sesungguhnya tingkat korupsinya jauh lebih kecil dibanding partai nasionalis atau sekuler.

Mencermati situasi gaduhnya politik tanah air belakangan ini kadang juga disebabkan karena kita tidak 100 persen menjadi diri sendiri, yang akhirnya secara otomatis kita tidak bisa menjadi Indonesia.

Padahal kalau kita lihat dan baca terwujudnya Sumpah Pemuda 1928 adalah karena setiap tokoh yang terlibat waktu itu 100 persen berkepribadian utuh sebagai Jong Java, Jong Sumatra, jong Islaminten Bond, dan lain-lain. Karena mereka utuh menjadi diri mereka sendiri,ada ruang luas untuk berbagi dengan komponen bangsa yang lain tanpa merasa curiga dan khawatir dikhianati.

Namun kini, setiap diri kita, setiap parpol cenderung beridentitas dan berkepribadian setengah, akibatnya akan sangat rapuh karena absen bersikap. Padahal jika kita 100 persen beragama, maka akan memunculkan 100 persen Indonesia.

Oleh karenanya, sudahlah para agen survey maupun pengamat bertindaklah sewajarnya saja, tidak usah membuat framing – framing khusus untuk partai tertentu.

Persilahkan, semua peserta pemilu 2014 berlomba-lomba membuat yang terbaik untuk bangsa ini. Adanya partai berbasis agama bukanlah yang menakutkan, partai berbasis agama atau bukan, yang punya tetap orang Indonesia. Biarkan rakyat memilih mana yang terbaik

Di antara partai yang ada saat ini, apakah partai agama atau partai sekuler yang akan jadi pilihanya.

Di sejumlah negara maju seperti Jerman misalnya, partai berasas agama justru bisa memberi solusi bagi masyarakatnya. Partai CDU, partainya Angela Merkel dipercaya oleh masyarakat dan terbukti membuat Jerman jaya dan menjadi penyelamat Eropa dalam mengatasi krisis.

Terlebih lagi di daerah negara bagian Bayern, daerah terkaya di seluruh Jerman, pemenangnya selalu partai agama. Begitu juga di negara-negara lain seperti Turki atau Iran.

Sebuah kesadaaran besar yang kita sepakat bersama bahwa Bhineka itu adalah karunia, oleh karenanya janganlah partai berbasis agama dikerdilkan dan jangan pula diframing tetapi berdirilah dan amatilah secara adil di antara partai-partai yang ada tersebut. (Prima Kumara/inilah/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.

Lihat Juga

Anggota DPR AS: Trump Picu Kebencian pada Islam di Amerika

Figure
Organization