Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Segenggam Wangi dalam Bunga

Segenggam Wangi dalam Bunga

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Ratih selalu hadir dalam suasana ceria di setiap kami berkumpul, ada guratan kebahagiaan di setiap interaksinya, aku penasaran, apakah ada tip-tips yang digunakannya untuk cerianya wajah. Ratih selalu tampil menawan dan jernih, aku melihatnya tak pernah gunakan hiasan wajah dengan kosmetik atau bedak yang biasa tampil di setiap wajah wanita. Konon wajahnya tampak seperti itu hanya menggunakan pembersih wajah, sedikit polesan pelembab dan air wudhu, yang terakhir ini berkhasiat mencerahkan wajah tampak bersinar alami.

Smart dan baik hatinya juga menjadi perhatian teman-temannya, Ratih sering mendapat juara di setiap lomba dengan IPK cumlaude, hal yang membuat iri teman dekatnya. Selain itu dia sangat rendah hati dan mudah sekali menolong bagi ada yang meminta pertolonganya. Jilbab nya yang rapi tertata bersenada dengan pakaian yang dikenakannya itu atas ajaran ibunya yang seorang ustadzah lulusan Al Azhar Mesir. Aku pikir itu hal yang lumrah, didikan yang baik sekali dari orang tuanya.

****

Pada pagi hari ini, Jum’at dalam waktu libur Imlek, kami menaiki bus pariwisata tingkat dua. Pemda DKI baru menyediakan 5 bus untuk uji coba bagi para wisatawan domestik dan mancanegara, dengan tiket 30 ribu rupiah kami se-genk berkeliling dengan rute Blok M – Monas, kami berada duduk di atas tingkatnya, rasanya lain, unik.

Kemudian terdengar Ratih membahas tata ruang kota modern, tanpa macet, tanpa banjir, hijau pemandangannya.

“Yang terjadi saat ini kota metropolitan Jakarta sulit dibenah lagi. Banjir bisa saja dikurangi namun kemacetan akan sulit teratasi, penghijauannya sangat jauh dari perkiraan.”

“Disuruh pindah mau bilang apa? Pada mau pindah ke moda transportasi publik? Secanggih apapun itu, para eksekutif inginnya datang dan pulang kantor menggunakan mobil pribadinya.”

“Ini bukan soal egoisme, pamer kekayaan, namun ini lebih dari kata, yang cocok bernama “kebutuhan”. Mobilitas yang tinggi serta menjadikan mobil pribadi menjadi rumah kedua adalah hak pemiliknya. Segala perlengkapan ada di dalam mobil, malah sebagian ruang belakang mobil di sulap menjadi tempat penyimpanan pakaian dan peralatan mandi. Mobil pribadi menjadi pilihan yang tak bisa dipisahkan. Jadi tak heranlah kalau masih banyak mobil pribadi ikut serta meramaikan di jalanan ibu kota. Jangan heran.” Ratih berargumen semangat.

Ratih serius sekali menjelaskannya, Sonia menatap dengan jeli argumentasi itu matanya menyusun menjadi terlihat logis, padahal ia paham sekali bahwa Ratih mahasiswi psikologi namun ia sekarang berbicara tentang tata ruang kota. Tinggi sekali pemahamannya. Ini dosen tata ruang kota kah? Sonia tampak tersenyum.

“Maaf, saya terlalu berapi-api yaa dalam menjelaskan teori-teori tadi, maklumlah ungkapan jengkel ku sudah sampai ubun-ubun, woles ajaa ya hehehe…” Ratih tersenyum melihat wajah teman-temannya itu.

“Iyaa, namun solusi kemacetan harus bisa diselesaikan, tidak ada cara lain yakni dengan moda transportasi publik yang nyaman, hmmm… kalo perlu sungai Ciliwung dan sungai-sungai yang ada menjadi jalan yang bisa dilalui kapal air ini bisa menjadi alat transportasi publik juga.”

“Kita serahkan pada ahlinya dan pada pemerintah, seperti hal bus yang kita naiki ini, sudah terasa nyaman tuk di tumpangi sampai tujuan, ada AC dan ruangan bus yang bersih kursi empuk dan sopir yang ramah dalam menjalankan busnya. “ Sonia menambahkan

Ratih dan lainnya memberikan tepuk tangan atas argumen Sonia. Lalu Sonia pun tertawa bersama, dan aku senang melihat mereka ini dalam obrolannya, sangat indah bersama kalian, dalam bincangnya penuh manfaat lagi pencerahan. Sinar benderang dalam hari-hari yang dipenuhi mendung dan hujan Jakarta.

Aku teringat beberapa minggu yang lalu Jakarta diguyur hujan berhari-hari yang mengakibatkan banjir, juga terjadi di Bekasi, Karawang, Tangerang dan daerah-daerah lain banjir merata, maka itu aku terus berdoa moga musibah banjir tidak terulang kembali di tahun depan.

“Saya acungi jempol untuk para relawan banjir ini, tampaknya dari berbagai organisasi, komunitas atau partai-partai, saya salut pada mereka. Mari kita doakan keselamatan bagi para relawan, dan kesehatan bagi para pemimpin. Ehh saya juga ucapkan terima kasih bagi para fotografer yang mengabadikan perjuangan para relawan, tanpa mereka mustahil kita dapat info yang bagus tentang para relawan banjir”, Ratih dengan mata berbinar

“Tak lupa kita lakukan penggalangan dana, ajak para pengurus BEM dan komunitas ekstra kurikuler cari dana beri bantuan makanan, dan lain-lain, mari semangat, akan kubongkar tabungan kubus kraton yang kubuat mirip istana salju bercat putih berlapis warna kuning emas” Sonia memotong

“Hmmm…. ku sumbangkan uang dua ratus ribu ku yang terdiri banyak uang pecahan koin dan kertas, ku hitung perlahan-lahan hampir mendekati dua ratus ribu, tapi ini tabunganku yang baru kumulai dua bulan ini, kusisihkan tanpa waktu yang ditetapkan. Aku kan siapkan beberapa jilbab segi empat untuk disumbangkan” Pikir Ratih

“Sonia, sudah kamu siapkan pengumuman di majalah dinding, ajak anak media berpartisipasi dalam penggalangan dana, ajak juga yang lain” Ratih mengingatkan

“Juga Rika, Susan, Aisyah, Ani, Adila, bantu Sonia dalam tugas-tugasnya” Ratih mengatur semua teman-temannya, masih dalam suasana di bangku bus tingkat atas

Namun sesekali dalam semangatnya itu, ku lihat raut wajah Ratih mulai gelisah seperti ada beban berat yang di pikirannya, mengapa dia tak menceritakannya padaku, Susan, sahabatnya sejak TK bersama di TK Al Irsyad Bogor.

Wajahnya sudah kuhafal jika kondisinya seperti itu, raut wajah yang dipalingkan ke kaca melihat keluar itu tak bisa membohongi aku, aku tau, aku memperhatikan sejak dahulu. Uniknya sahabatku ini, dia tak mau menceritakan kesulitan-kesulitan yang sedang dia hadapi, hebatnya dia selalu curhat hal-hal yang menyenangkan saja. Hmmm… Kadang-kadang aku merasa kasihan pada Ratih. Ayo Ratih ceritakanlah padaku pada sahabatmu ini, seperti curhatku yang sering tertumpah padamu banyaknya kisah duka dibanding duka, kisah kebingungan dibanding kebahagiaan. Ohh… cermin kaca bus itu tampak jelas membaca suasana di balik wajah Ratih.

Aku ingat sekali, saat tugas diberikan pada TK dahulu, tugas dari Bu Guru Ernawati memberikan tugas untuk membawa bunga plastik hasil buatan diri sendiri dengan ibunya yang ikut serta membantu. Ratih sudah selesai dengan tugasnya namun bunga buatan dia dan ibunya terjatuh dan terlindas motor yang lewat jalan itu.

Aku membuat banyak bunga-bunga dengan berbeda warna. Kuberikan dua buah bunga untuk Ratih untuk menolongnya saat terkumpul tugas membuat bunga, bunga Ratih sangat harum dibanding bunga-bunga yang lain. Bunga mawar kertas berwangi melati. Ratih mengakui bahwa wanginya dari parfum milik ayahnya yang dibawa bunda, ia semprotkan pada bunga-bunga itu. Wanginya merebak di kelas, jadi bahan perbincangan, tampil beda dengan yang lain.

***

“Hayooo… sedang melamunkan apa?” Adikku mengagetkan.

Kulemparkan bantal ke arah adikku yang iseng ini. Ku kejar ke sana kemari di dalam rumah. Namun aku menemukan lelah. Kubaringkan badan dan ku sampingkan wajah tampak terlihat ada terpajang bunga mawar kertas dari Ratih, biarkanlah hilangnya wangi tertelan waktu namun wangi melati itu terekam dalam memoriku sampai kini moga sampai nanti. Kebaikan tetaplah bertebaran dalam setiap langkah dan persahabatan menemukan artinya sedemikian rupa dalam bentuknya yang disuka.

Ohh.. Sahabat biarkanlah wanginya menjadi sejarah, tetaplah temui sahabatmu ini di kala kau telah menyelesaikan studi mu di NCU Taiwan, moga tak kau lupakan negrimu. Kutuliskan perlahan dalam diariku itupun pemberian darimu.

Dear diari, sampaikan salam yang tak terbatas, menyeberangi benua dan samudera. Terbangkanlah salam melalui angin yang mulai menghembus di kala pertanda hujan rintik dimulai. Angin-angin tertiuplah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Penulis yang pembelajar. Memiliki hobi travelling.

Lihat Juga

Tangan Ribamu Mengikis Keadilan dan Kesejahteraan

Figure
Organization