Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kepala Boleh Panas Dan Hati Tetap Dingin

Kepala Boleh Panas Dan Hati Tetap Dingin

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Bismillah

Setiap hari kita selalu disuguhi dinamika berpendapat baik di sektor publik maupun di lingkungan keluarga sendiri. Sebagai makhluk sosial dan hidup dalam lingkungan social sangat penting untuk berpendapat. Berpendapat merupakan cara untuk mengungkapkan maksud kepada lawan bicara. Terkadang kebebasan berpendapat disalahartikan oleh sekelompok orang untuk menghujat, untuk menghina, untuk mencela dan untuk membuka aib mungkin mereka berpendapat dengan kepala serta hati yang panas. Terkadang melalui berpendapat pula terbangun analisa yang sangat mencerahkan, menginspirasi dan memotivasi setiap manusia seperti saat ini terjadi di social media, Koran maupun di acara reality show.

Bahkan tidak jarang pula kebebasan berpendapat terjadi anarkis, bentrok, dendam kesumat dan saling menghujat hingga meja hijau seperti baru-baru ini kita lihat di gedung dewan atau antara artis yang mau bertarung diring gara-gara salah berpendapat atau salah menyikapi kritikan. Sesungguhnya kebebasan bisa membangun dampak positif antara lain melatih masyarakat untuk berpikir kritis, meningkatkan demokratisasi, dan masyarakat turut ambil andil dalam kemajuan Negara. Sedangkan dampak negative dalam tatanan masyarakat misalnya suasana tidak tertib, menimbulkan perpecahan antara agama, antar politik, antar etnis maupun antar kepentingan. Merusak fasilitas umum dan melanggar hak orang lain. Sah-sah saja kita berbeda pendapat, wajar-wajar saja berpendapat dengan otak yang panas tapi jangan sampai otak yang panas menggerak otot untuk melakukan kesalahan fatal dalam berdemokrasi.

Berpendapat adalah hak seluruh manusia jika dalam pandangan Islam, seorang Muslim memiliki hak bahkan harus berpikir dan berpendapat. Pada kebanyakan ayat-ayat al-Qur’an menyeru manusia untuk berinteleksi, berpikir, berpendapat dan berkontemplasi tentang penciptaan semesta. Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum bahwa Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Makanya ketika hendak berpendapat hendak memahami apa tujuan kita berpendapat apakah memberi solusi atau mengeruh suasana? Jika hendak memberi solusi sebaiknya gunakan teori atau fakta jangan menggunakan landasan atas “katanya-katanya” janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang fasik datang kepadamu membawa sesuatu berita, maka bertabayunlah (konfirmasi), agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu…” (Al-Hujurat: 6). Namun jika ingin berpendapat dengan harapan mengeruh suasana hati-hati karena bisa jadi membawa malapetaka pada diri sendiri. Seperti dikatakan Aa Gym Ketahuilah, ada tiga bentuk sikap orang yang menyampaikan kritik. Pertama, kritiknya benar dan caranya pun benar. Kedua, kritiknya benar, tetapi caranya menyakitkan. Dan ketiga, kritiknya tidak benar dan caranya pun menyakitkan. Jadi kita boleh berbeda pendapat, boleh saja kepala panas tapi hati harus dingin sedingin es di kutub bumi yang selalu memberi nuansa keindahan.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumni Unpad dan UGM. Berprofesi sebagai Dosen, Penulis Lepas dan Penyiar

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization