Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Biarkan Malam Berganti

Biarkan Malam Berganti

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (care2.com)
Ilustrasi (care2.com)

dakwatuna.com – Bunyi Alarm HP berdering kencang, HP Rudi yang terpasang berbunyi irama lagu dangdut. Aku tak percaya, dini hari telah datang, pukul 03.45 WIB… Rudi mematikan Hp barunya itu, aku harus membangunkan diri bersiap-siap menjalani shalat tahajud sambil kupersiapkan shalat subuh di Masjid Assalam dekat kontrakan.

Kubangun kan Rudi, tapi dia tak percaya waktu menjelang adzan subuh sudah makin dekat. Kutinggalkan saja ia, kutinggalkan, aku sudah malas membangunkannya setiap subuh, orang ini sudah seminggu menumpang di sini. Kupasang sarung dan peci hitam pemberian ayahku. Bergegas menuju masjid, jalan cepat-cepat, langkahku kencang memanggil kemenangan,  raih surga Firdaus. Dalam semangatku.

***

Pagi terasa sejuk, secangkir teh tanpa gula ku hirup pelan-pelan. Kutulis cerpen di notebook, belum selesai, waktunya mengedit, redaksi majalah Al-Hakim menunggu siang ini, dengan tema khusus serta kolom khusus yang diberikan kepadaku sebagai amanah dalam berdakwah.

Akhir tahun masehi akan berakhir, hari ini 30 desember tepatnya.  Aku mengingat kembali, kubuka notebook agenda harian, capaian, evaluasi bulanan sudah terpampang di monitor. Rasanya tahun ini tercapai kepuasan ekstra, deretan program berjalan sesuai relnya, capaian sudah sampai tujuannya, semangat pun masih tersedia. Energi itu tak pernah menurun setelah aku membiasakan tahajud ditambah shalat subuh di masjid. Hidupku menjadi teratur, tidur lebih cepat lebih nyenyak.

Rudi berkicau lagi, marah besar, suaranya aneh pelan menyeramkan, ia bangun kesiangan, subuh tertinggal pagi ini sudah jam 08.05 WIB.  Aku tau tabiatnya, diriku langsung meminta maaf tidak membangunkannya lagi, setelah itu apa yang terjadi? Amarah Rudi memuai reda, namun ia malu menjalankan shalat Subuhnya itu.

Keesokan harinya jadwal kami berdua sangat padat, Aku pergi bekerja di bagian travel Umroh dan Haji Plus, Travel Nurani. Bagianku mempersiapkan koper dan peralatan para jamaah Umroh, sangat padat hari ini, berpeluh ria, saputangan mulai basah. Di hatiku riang gembira melihat para jamaah  yang akan berangkat ke Masjidil Haram, aku pernah bicara dengan para jamaah umroh, dengan Bu Jaenab dan suaminya, kuhaturkan titipan untuk mendoakan agar bisa menyusul ke sana di kemudian hari. Kedua pasangan ini mengamini tulus.

***

Letih sekali sore ini, sms dari Rudi sang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di Jakarta ini mengingatkan ku agar menunggunya di Masjid Sunda Kelapa tuk shalat Maghrib di sana. Niat kami berdua tuk menghabiskan malam tahun baruan di bundaharan HI berkolam air besar berair mancur dan berpatung tinggi itu, ahh… entah apa nama patung tersebut aku lupa.

Kutatap lama-lama pengumuman di teras masjid, MABIT dengan pembicara wakil menteri agama, dan ada dua penceramah lainnya. Menarik sekali ini, aku sangat dahaga melingkar di jiwa dalam suasana pengajian seperti ini, panggilan jiwa ku tertunduk merindu, serasa mengingatkan memori masa kecilku di mushalla Al Barokah di desaku itu, di mana sering diadakan pengajian malam dalam balutan ceramah menyejukkan hati. Tenang sekali berkumpul berjamaah.

Rudi bergegas mengajak ke bundaran HI selepas Isya, dia semangat sekali, namun entah kenapa tiba-tiba ia ragu, ia terdiam lama menatap spanduk pengumuman itu, “Mabit, Indahnya hidup bersama   Al Qur’an”

“Rud….” aku menyentuh bahunya

“Sebentar” sanggahnya

“Masjidnya ini hanya dua kilometer dari bundaran HI bukan? Sungguh pilihan yang sulit.” Rudi menggumam

“Pilihan lagi…. pilihan lagi… pilihan sulit… hidup suka memberikan pekerjaan melelahkan yakni pekerjaan memilih mana yang baik… pilihan…oohhhhh… biarkan syair-syair melantun dari musik-musik klasik dicampur jazz dicampur pop, dicampur… ohhh… pilihan… jreng jreng jreng ”

“Di masjid ini ada pengajian, lihatlah ada para panitia yang berpakaian rapi itu sedang siapkan makanan ringan buat jamaah yang hadir. Ada teh hangat disediakan panitia.”

“Hmmm…. pilihan yang sulit bukan?”

Aku tak paham dengan jalan pikiran Rudi ini, apa yang sulit? Aku bingung dibuatnya.

“Masuklah kita lagi ke dalam masjid, Tom, lihatlah sekeliling masjid ini”

“Di masjid ini lebih adem hati, lebih rileks, lebih terasa persaudaraan sesama muslim, lihatlah banyak orang bule yang mualaf sepertinya akan banyak yang hadir di masjid ini. Ini sesuatu bukan?” mata Rudi menerawang para jamaah

Lagi-lagi aku bingung apa yang diucapkan Rudi

Ada tehnya juga Tom, teh hangat Tom, teh tanpa gula kesukaanmu, teh tubruk yang diseduh dalam sajian gelas kaca sederhana, masih panas. Peganglah gelasnya ini ajiibbb. Sedangkan di luar masih dingin, selepas hujan tanpa henti sejak kemarin. Untung bukan hujan salju Tom, sepatu saya tak mampu melewati jalan-jalan berlapis salju.

“Jika kamu masih dalam obrolan seperti ini, kapan kita akan berangkat ke bundaharan HI itu, ini rencana lama kita untuk melihat gegap gempita kembang api terbesar se-Indonesia. Jangan lupa acara penutupan akhir tahun ini biasanya di liput TV nasional, beruntunglah jika bisa diwawancara oleh reporter TV, moga reporternya mau yaa…”

“What? Mau apaa?” Rudi terheran

“Mau mengajak kita untuk diwawancara gitu”

“Apa resolusi Anda tahun 2014 pak?” Ahhh kurang lebih dia akan tanya begitu… itu sih gampang kujawab

“Hehehehe…. gubrakkk!!! “ sahut Rudi

“Kamu tidak lihat saya sudah duduk bersila seperti ini? Enjoy sekali di sini.“ Rudi tersenyum-senyum

“Jadi….? “ aku bertanya

“Beginilah lihatlah gaya duduk saya sudah bersila, lihatlah teh panas ini dan goreng pisang serta kawan-kawannya sudah tersedia di piring, di depan mata kita tau.” Rudi meyakinkan

“Kita sedang menunggu detik-detik menegangkan, wakil menteri akan ceramah di sini, lihatlah tempat duduknya sudah disediakan dengan apik, dekat dengan kita, kalaulah harus salaman itu sangat mudah.. Okee kan ide ku?” Rudi makin pede saja.

“Salaman dengan pejabat seperti ini sangat langka, ditambah beliau adalah profesor, ini gelar tertinggi yang akan saya raih juga di masa yang akan datang… beginilah mereka akan menyebut… Profesor Rudi seorang mubaligh dan Dai… keren dehh… “

“Hmmm, lalu bagaimana dengan bundaran HI?” Aku menegaskan

“Menurutmu?” Rudi membalas

“Saya akan melihat kembang api itu meletup letup di angkasa Jakarta, esok pagi hari” Rudi menambahkan

“Maksudmu?” Aku terheran

“Kita pinjem saja TV bang Adel atau nimbrung di kontrakannya melihat berita di pagi ini, bukan hanya letupan kembang api di bundaran HI tapi juga di negara-negara lain, mari kita bandingkan keindahannya serta gemerlapnya, gunakan ilmu perbandingan dengan skala angka”

“Wa alaikumsalam.” suara jamaah pengajian serempak menjawab salam pak wakil menteri…

“Ikutin saja acara di masjid ini, kita ikuti dengan khidmat, teh panas, pisang goreng dan kawan-kawannya akan menemani perjalanan kita menempuh perjalanan ruhani dalam memahami Al-Quran. Seru nan indah bunyinya nada Al-Quran yang dilantunkan. Jangan kau bandingkan dengan bunyi-bunyi yang lain yaa semisal bunyi terompet dan letupan kembang api”

Aku merenung atas ungkapan Rudi, benar juga pilihan dia, tak terduga, memang hidup dijalani dengan memilih. Disadari atau tidak. Begitu juga tanpa kusadari pisang goreng dan kawan-kawannya mulai berkurang di depan ku, Rudi sudah melahap lebih banyak dibanding tetangga di mana dia duduk.

Yang aku bingungkan, Rudi ini bertahan di masjid apakah karena bapak Wakil Menteri yang profesor itu, atau teh panas serta pisang goreng dan kawan-kawannya, ataupun tema Mabit malam ini? Sudah sepantasnya aku meluruskan niat. Namun pertanyaan itu masih aku simpan sampai sekarang.

Lalu Aku ingin mengucapkan kepada rekan-rekanku di luar sana, ku ucapkan dari dalam masjid dengan suara pelan. Selamat Tahun baru Masehi bagi yang merayakan, moga waktu Anda makin berharga dan bermakna dalam mengisi episode kehidupan ini. Sekian.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Penulis yang pembelajar. Memiliki hobi travelling.

Lihat Juga

Kader “Siang Malam Tunggu Panggilan”

Figure
Organization