Topic
Home / Narasi Islam / Resensi Buku / Takbir Rindu di Istanbul

Takbir Rindu di Istanbul

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Judul Buku: Takbir Rindu di Istanbul
Penulis: Pujia Achmad
Penerbit: Puspa Populer
Genre: Novel Islami
Jumlah Halaman: 324 Halaman
Terbit: Cetakan pertama 2013
ISBN: 978-602-8290-9377

Jangan Dengarkan Nada Dawai Asmara Masa Lalu

Cover buku "Takbir Rindu di Istanbul". (ist)
Cover buku “Takbir Rindu di Istanbul”. (ist)

dakwatuna.com – Sebuah novel yang mengangkat tokoh-tokoh penuh semangat dalam mencari ilmu, sekaligus selalu berusaha mengaplikasikan adab pergaulan islami dalam nafas kehidupan mereka.

Zaida adalah seorang mahasiswi yang bercita-cita untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Di tengah perjalanan menempuh cita-citanya itu, ia dihadapkan dengan problema jodoh. Sebuah pilihan antara mengambil beasiswa yang susah payah dia perjuangkan atau menerima pinangan seorang ikhwan shalih yang ternyata sangat didambakannya. Kesempatan itu datang dalam waktu yang bersamaan.

Dan memang hidup itu penuh dengan pilihan. Namun begitu, meski kita sudah berusaha memilih tetap saja kuasa Allah lah yang menentukan jalan hidup untuk dilalui hamba-Nya. Ikhwan dambaan yang telah meminangnya itu ternyata sudah dijodohkan orang tuanya dengan gadis lain. Gadis yang dianggap lebih baik daripada Zaida karena sudah menjadi seorang Hafizhah (penghafal al-Qur’an).

Tak ingin membuat hati sang ikhwan galau antara patuh kepada orang tua dan tak enak hati terlanjur ‘menyematkan pita’ kepada dirinya, Zaida memutuskan untuk menolak lamaran sang ikhwan meskipun ia teramat mendambakannya. Zaida terfokus melihat kekurangan dirinya yang bukan penghafal al-Qur’an sehingga memotivasi diri untuk masuk ke sekolah Tahfizh al-Qur’an. Sayangnya dia tidak lulus. Ia terpaksa pergi ke Belanda, mengambil beasiswa yang sempat dia abaikan dengan membawa luka patah hati.

Liku-liku perjalanan Zaida menuntut ilmu di negeri kincir angin itu digambarkan dengan begitu detail dan eksotis. Penulis buku yang dalam faktanya memang pernah hidup di Belanda itu mengambarkannya dengan indah setiap lekuk jalanan dan denyut kehidupan masyarakatnya.

Di negeri kincir itu juga pada akhirnya Zaida menemukan jodohnya. Salman, ikhwan yang juga shalih memilihnya menjadi istri. Mereka hidup menjalani rumah tangga di negeri orang dengan sederhana namun bahagia.

Tak ada rumah tangga manapun yang berjalan tanpa coba. Begitu juga Zaida dan Salman. Kebahagiaan mereka digoyahkan dengan hadirnya bos cantik yang jatuh hati kepada Salman. Upaya tersamar dilakukan oleh perempuan itu untuk menarik simpati Salman. Bahkan hingga membuat Salman menghilang, terpisah dari Zaida.

Di tengah situasi tersebut, takdir kembali mempertemukan Zaida dengan Ilham, ikhwan yang pernah meminangnya di masa lalu namun tidak berjodoh dan sudah menikah dengan Hamidah yang hafizhah. Pasangan itu tinggal di Istanbul. Mereka bersua kembali saat Zaida dalam perjalanan menuju Istanbul, kebingungan mencari suaminya.

Asmara masa lalu seolah kembali menyapa dan membuat hati yang tenang bergejolak tak menentu. Titik konflik yang sangat klimaks berasa pada adegan-adegan di Istanbul, bagaimana Zaida menangis memohon agar arus kerinduan bertemu suaminya segera menemukan muara pertemuan, menyelesaikan salah paham yang terjadi. Di Istanbul juga Zaida berusaha meredam hatinya akan gejolak cinta masa lalunya. Pas sekali dengan judul buku bersampul biru ini.

Meski banyak terdapat adegan pertemuan-pertemuan ‘kebetulan’ antar tokoh dalam novel ini, sehingga terkesan menjadi alur yang dipaksakan. Namun pesan moral dan penokohan tokoh-tokohnya sangat bagus. Saat membacanya akan membawa kita kepada motivasi untuk meneladani semangat para tokoh novelnya untuk mengamalkan Islam secara menyeluruh dan juga giat dalam menuntut ilmu. Berbelitnya kisah romansa Zaida, Ilham, Salman dan Hamida juga memberikan kita perenungan tentang hakikat cinta dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Jangan pernah mendengarkan nada dawai asmara masa lalu! Apalagi sampai terhanyut dalam alunannya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Pemilu Istanbul Diulang, Erdogan: Itu Langkah Terbaik Bagi Negara

Figure
Organization