Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Sekilas Tentang Maulid Nabi SAW

Sekilas Tentang Maulid Nabi SAW

Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Selasa depan (14/1/2014) umat Islam Indonesia merayakan maulid Nabi. Secara khusus, pemerintah menjadikannya sebagai hari libur nasional. Buat yang rajin bekerja, libur nasional di hari selasa mengganggu. Sebab, ada hari Senin yang kejepit di antara dua hari liburan itu. Namun, bagi sebagian lain, libur Maulid adalah keharusan. Bahkan, sudah sejak jauh-jauh hari menyiapkan berbagai hal untuk kepentingan perayaan maulid Nabi itu.

Hemat saya, ada tiga hal menarik tentang maulid Nabi ini. Pertama: tradisi ini dijalankan di hampir semua negara muslim, setidaknya jika kita melihat dari sisi “tanggal merah”. Kecuali Saudi Arabia, hampir semua negara muslim “memerahkan” tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Artinya, resmi sebagai libur nasional.

Dalam kalender resmi yang diterbitkan kerajaan Arab Saudi, 12 Rabi’ul Awwal bukan libur nasional walaupun sebagian penduduk negeri itu “merayakan” maulid Nabi. Kata merayakan sengaja saya berikan tanda petik. Sebab, perayaan di kalangan penduduk Mekah tidak sama dengan perayaan maulid di tanah air. Mereka tak menggelar kenduri, pasang tenda, bacakan kisah Maulid karya Syeikh al-Barzanji atau keramaian lainnya. Mereka hanya mengungkapkan rasa bahagia itu dengan membagi-bagikan hadiah kepada orang lain.

Apa yang dilakukan pemerintah Arab Saudi (dan rakyatnya) dapat dipahami. Secara umum, Saudi Arabia adalah manifestasi pemikiran Imam Ibn Taymiyah. Dalam kitabnya, إقتضاء الصراط المستقيم لمخالفة اصحاب الجحيم, Ibn Taymiyah mengatakan,

اتخاذ موسم غير المواسم الشرعية كبعض ليالي شهر ربيع الأول التي يقال إنها ليلة المولد….. فإنها من البدع التي لم يستحبها السلف ولم يفعلوها

“menjadikan musim-musim selain musim-musim syariah seperti sebagian malam pada bulan Rabi’ul Awal yang diyakini sebagai malam maulid…., perbuatan itu adalah inovasi (bid’ah) yang tidak pernah dilakukan para ulama terdahulu (salaf).”

Kedua: Bagi kalangan yang menyelenggarakan Maulid, perayaan tersebut bukan saja sebuah prosesi kultural tetapi ibadah yang bernilai. Ibadah itu meliputi; silaturahim, shalawat nabi, majelis ilmu, dan – tentu – bersedekah. Karena itu, di kampung saya, maulid Nabi biasanya diakhiri dengan makan bersama di nampan yang dibawa ibu-ibu dari rumah masing-masing. Saat kecil dulu, saya paling suka “berburu” nampan yang di atasnya ada bawang dan cabe goreng, diiris halus dan rapi. Tentu ada semur daging dan emping gorengnya juga. He…

Di banyak tempat, maulid adalah kerayaan tahunan yang meriah. Di berbagai kitab kuno, kita mendapatkan bahwa para ulama besar seperti As-Suyuthi, Ibn Hajar al-Asqalani, Ibn Jauzi dan Ibn ‘Abidin tidak melarang maulid Nabi. Dalam kitab حسن المقصد في عمل المولد, Imam As-Suyuthi menulis,

عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك هو من البدع الحسنة التي يثاب عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف

“Menurut saya, prosesi rangkaian maulid yang terdiri atas berkumpulnya manusia, membaca al-Qur’an, membaca riwayat tentang Nabi dan peristiwa kelahirannya serta menyantap makanan kemudian selesai, tanpa ada tambahan macam-macam adalah inovasi (bid’ah) yang baik yang mendapat balasan pahala pelakunya, sebab di dalamnya ada penghormatan kepada kemuliaan Nabi dan mempertegas rasa bahagia atas kelahiran Nabi yang mulia.”

Dari penjelasan singkat As-Suyuthi itu – dan ulama lainnya – perayaan Maulid adalah suatu “inovasi yang baik” Disebut “inovasi” sebab memang tak dikenal di zaman Nabi, juga tidak di zaman para sahabat Nabi. Esensi-nya adalah, bahwa pada hari Maulid itu, umat Islam berbahagia atas kelahiran Rasul-Nya dan kemudian mengungkap rasa bahagia dalam syair seperti yang ditulis oleh Syeikh al-Barzanji.

Dalam satu hadits shahih, Rasulullah SAW diriwayatkan berkata bahwa Abu Lahab diringankan azabnya pada setiap hari Senin. Kok bisa? Ya, sebab, dia berbahagia ketika Nabi lahir. (Maklum, Nabi adalah keponakan Abu Lahab dari garis Abdul Mutholib). Karena itu, al-Hafiz Syamsuddin ad-Dimasyqi menulis suatu syair:

إذا كان هذا كافرا جاء ذمه * وثبت يداه في الجحيم مخلدا
أتى انه في يوم الاثنين دائما * يخفف عنه للسرور بأحمدا
فما الظن بالعبد الذي طول عمره * بأحمد مسرور ومات موحدا

Jika dia (Abu Lahab) saja yang kafir telah jelas dosanya * kekal tangannya berada di neraka jahim
Datang (berita) bahwa pada setiap hari senin selalu * diringankan darinya (azab neraka) karena bahagia dengan (kelahiran) Muhammad
Maka, bagaimana pula dengan hamba yang sepanjang hidupnya * dengan (kelahiran) Muhammad dia berbahagia dan mati dalam keadaan beriman

Ketiga: Terlepas dari Anda sepakat atau tidak dengan perayaan Maulid, sesungguhnya ada satu persoalan yang menyita perhatian para pakar sejarah Islam. Selama ini, kita meyakini bahwa Nabi lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun gajah. Bacaan lebih lanjut sesungguhnya boleh membuat kita berbeda pendapat. Misalnya, tentang hari-nya: Senin. Keyakinan ini didasari pada hadits Nabi ketika ditanya mengapa Nabi suka berpuasa di hari Senin? Jawabnya: “Ini adalah hari di mana aku dilahirkan.” (HR Muslim No. 1162). Sepakat.

Tentang tanggalnya: 12 bulan Rabi’ul Awal sesungguhnya adalah hanya keyakinan mazhab Sunni. Kalangan Syiah meyakini Nabi lahir pada tanggal 17 masih di bulan yang sama. Menurut Syiah, pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal pula Imam Ja’far As-Shadiq – imam keenam Syiah, dilahirkan – tentu di tahun yang berbeda.

Lalu, tentang tahun-nya yang dikenal sebagai Tahun Gajah. Disebut demikian, sebab pada tahun ketika Nabi lahir itu, pasukan Abraha dari Yaman tengah menuju Mekah untuk menghancurkan Ka’bah. Peristiwa itu, menurut Ibn Hisyam, “coinsident” dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tentang tahun gajah ini ada beberapa hal yang perlu dijelaskan. Pertama: Awalnya, raja Abraha di Yaman telah membangun al-Qullaiys – gereja Ekanola – di Yaman. Abraha sendiri adalah raja Yaman yang berdarah Ethiopia. Saya lebih suka menyebutnya sebagai gubernur wilayah Yaman sebab pusat kekuasaan Kristen ketika itu adalah kerajaan Aksum di Ethiopia. Kerajaan itu sangat besar. Mereka menguasai perdagangan kawasan Arab dan India. (Ingat, Rasulullah sendiri pernah mencoba berhijrah ke Ethiopia; menunjukkan kawasan itu adalah “land of opportunity”).

Abraha berharap al-Qullaiys yang ia bangun menjadi “center of attraction” untuk mengembangkan industri turisme Yaman. Namun, pesona Ka’bah di lembah Mekah lebih menarik perhatian para peziarah. Sehingga, ia mengkonsolidasikan pasukannya untuk menghancurkan “bangunan kubus” di Mekah itu. Para sejarawan meyakini, pasukannya terdiri atas empat puluh ribu orang tentara dengan dipimpin langsung oleh Abraha yang menaiki seekor gajah putih.

Peristiwa itu diabadikan al-Qur’an dengan diturunkannya surah al-Fil. Ketika menceritakan tentang proses penghadangan mereka, Allah SWT berfirman, وأرسل عليهم طيرا أبابيل Selama ini, pemahaman atas ayat itu adalah, Allah mengirim burung Ababil. Saya lebih suka memahaminya, “Dan Aku utus mengadang mereka burung yang berbondong-bondong.” Sebab, burung-burung itu diutus untuk menghadapi empat puluh ribu tentara Abraha, maka wajar-lah jika mereka datang bergelombang.

Kedua: Masyarakat Arab kala itu belum mengenal kalender. Maka peristiwa itu menjadi peristiwa yang selalu diingat. Pada tahun ketika pasukan Gajah menyerang Ka’bah itu-lah, Nabi Muhammad SAW diyakini telah lahirkan. Apakah persis di tahun saat penyerangan itu? Menurut saya, boleh jadi “Ya”, boleh jadi juga “tidak”. Mengapa?

Sebab kisah tentang tahun kelahiran itu baru dibukukan oleh Ibn Hisyam – dengan merujuk pada Ibn Ishaq — kurang lebih seratus tahun setelah kematian Rasulullah SAW. Ibn Hisyam adalah sejarawan pertama yang menuturkan secara komprehensif perjalanan hidup Nabi – dari lahir hingga wafat. Ibn Hisyam menuturkan (dengan mengutip dari catatan Ibn Ishaq): “Telah menceritakan kepadaku: Al-Mutholib bin Abdullah bin Qais bin Mahrumah, telah berkata ia (Qais bin Mahrumah): “Aku dan Rasulullah (saw) dilahirkan di tahun yang sama: Tahun Gajah.” Cerita ini menunjukkan, penulisan tentang sejarah Nabi baru dimulai tiga generasi – dari cucu: al-Mutholib, lalu anak: Abdullah, lalu pelaku sejarah: Qais.

Sebab lainnya: para sejarawan modern simpang siur mencatat peristiwa serangan ke Ka’bah itu. Ada yang mencatat terjadi di tahun 568 dan ada juga yang menyebutnya terjadi di tahun 569 Masehi. Logika sederhananya: jangankan empat belas abad lalu, orang-orang tua kita saja jika ditanyakan kapan lahirnya, paling cuma bilang, “Aku lahir di zaman Jepang”.

Namun, satu fakta sejarah yang tak dapat ditolak adalah bahwa benar telah terjadi penyerangan ke Ka’bah dan menjadi bagian sejarah dalam mempelajari kehidupan Rasulullah SAW.

Demikian tulisan singkat ini, semoga manfaat.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Menyelesaikan pendidikan dasar di Pondok Pesantren Attaqwa, Bekasi. Lalu melanjutkan studi ke International Islamic University, Pakistan. Kini, dosen di Fakultas Hukum Universitas Djuanda, Bogor. Email: [email protected] Salam Inayatullah Hasyim

Lihat Juga

[FOTO] Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Berbagai Negara

Figure
Organization