Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Keluarga / Sosok Pejuang Hidup Kita yang Sebenarnya

Sosok Pejuang Hidup Kita yang Sebenarnya

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (123rf.com / Jasmin Merdan)
Ilustrasi. (123rf.com / Jasmin Merdan)

dakwatuna.com – Kasih Ibu kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa,  begitulah penggalan lagu populer anak-anak berjudul “Kasih Ibu”.  Mengingatkan kita akan besarnya kasih sayang yang diberikan orang tua, terutama Ibu. Sebagai seorang anak, seberapa besarkah kasih sayangmu?

Ibu. Sosok seorang wanita dewasa yang luar biasa. Ia melahirkan kita dengan segenap tenaga, berjuang agar bisa bertemu dengan makhluk kecil impiannya di dunia, yaitu kita. Ibu adalah wanita kuat. Selalu ada di samping kita dalam kondisi apapun. Mengutamakan segala keselamatan diri kita dibanding keselamatan dirinya sendiri. Dengan keberaniannya ia siap sedia berdiri di samping kita dalam menghadapi kejam dan kerasnya, perih dan pahitnya dunia. Ibu adalah wanita yang lembut. Sebagai pendengar dan penasihat segala keluh kesah kita. Dengan kelembutannya ia membelai rambut kita ketika menangis, memeluk ketika kesepian, dan mencium ketika letih dan butuh kehangatan kasih sayang.

Ibu mengajarkan segala kebaikan dan pelajaran lewat tutur kata lembutnya. Lewat ibu lah, kita bisa mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, seperti kata pepatah, Surga di bawah telapak kaki Ibu. Lalu, bagaimana dengan Ayah?

Ayah sosok yang harus kita hormati. Ia selalu berjuang demi kebahagiaan kita. Ia lah yang mencari nafkah demi kebutuhan keluarga. Lewat tangannya, rezeki dari Tuhan mengalir. Ayah juga sebagai pelindung kita. Sungguh Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada keluarganya. Ayah selalu tahu apa yang terbaik dan mengambil langkah terbaik untuk keluarganya. Betapa besar jasa dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Betapa besar perjuangannya untuk mewujudkan semua hal yang keluarganya inginkan, terutama yang anaknya inginkan. Walau terkadang sulit diungkapkan dengan kata-kata, tetapi Ayah selalu berusaha menunjukkannya, bahwa ia sangat sayang kepada kita.

Begitulah kedua orang tua kita. Ingatkah Anda? Sewaktu kecil kita sering mendengar orang berkata, “Ayah atau Ibu marah, karena sayang kepada kita”. Ya, itu memang benar. Selalu ada alasan dibalik kemarahan mereka. Dulu, selayaknya masih berada di usia dini, kita mudah menyerap apa kata orang lain. Apalagi orang tua kita sendiri. Jika mereka marah, kita akan menuruti apa yang mereka mau, sehingga mereka tidak memarahi kita lagi. Kini, kita sudah beranjak dewasa, pernahkah kita berpikir, jalan pikiran kita dan orang tua mulai berbeda?

Seiring berjalannya waktu, kita sebagai seorang anak pastilah akan beranjak dewasa. Segala pengaruh lingkungan yang akan kita dapatkan semakin meluas. Semua itu akan membuat kita membentuk kepribadian kita sendiri. Beruntunglah kepada anak yang mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya, sehingga ia tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. Namun, terkadang anak yang bukan berasal dari broken home pun memiliki banyak masalah dengan orang tuanya sendiri. Proses pendewasaan menjadi salah satu faktor utamanya.

Setiap orang mengalami proses pendewasaan yang berbeda-beda. Hasil dari proses itu pun tentunya akan berbeda-beda pula. Ada anak yang lambat untuk menjadi dewasa, ada juga yang justru mengalami dewasa sebelum waktunya. Seorang anak yang telah dewasa akan membentuk sebuah pemikirannya sendiri, dan itulah yang terkadang menjadi bibit dari sebuah perdebatan antara orang tua dengan anak. Adu mulut pun tidak bisa terelakkan lagi. Apalagi, jika kondisi ini dihadapi oleh seorang anak yang memiliki banyak kegiatan di luar rumahnya. Terkadang, suasana keluarga harmonis yang jarang dijumpainya, membuatnya menjadi tidak betah di rumah.

Selain itu, faktor “kekanakan” orang tua pun menjadi alasan kuat seorang anak merasa jenuh di rumah. Seseorang akan mengalami fase kanak-kanak lagi setelah berusia lebih dari 50 tahun. Semakin tua, seseorang akan semakin membutuhkan perhatian orang terdekatnya, terutama dari anak-anaknya sendiri. Seperti halnya anak-anak kecil yang menginginkan perhatian dari orang tuanya. Sikap itulah yang terkadang membuat anaknya sendiri kesal. Maka, seorang anak harus benar-benar sabar dalam menghadapi kondisi seperti itu.

Orang tua kita selalu sabar dalam membesarkan kita dulu. Merawat dengan setulus hati, berharap kita akan tumbuh menjadi anak yang dewasa dan berguna bagi bangsa dan negaranya sendiri. Akan tetapi, mengapa justru kita sendiri yang setelah dewasa, merasa lelah untuk menghadapi sikap orang tua yang semakin kekanak-kanakan? Hakikatnya, kita sebagai anak, seperti apapun orang tua kita, kita harus tetap menghormati dan menyayangi mereka. Bagaimana pun juga, mereka tetap orang tua kita.

Ingat kisah Malin Kundang? Pemuda dari desa Minang yang merantau ke Ibukota untuk mengadu nasibnya, kemudian bertemu wanita kaya yang membuatnya menjadi seorang anak durhaka kepada Ibunya sendiri. Kisah itu merupakan salah satu contoh kisah yang seharusnya membuat kita sadar, jangan pernah melawan atau durhaka kepada orang tua. Bahkan, di dalam agama pun diajarkan, berkata “Ah” saja sudah termasuk melawan orang tua. Namun, akuilah bahwa berapa banyak orang yang mengaku tidak pernah berkata “Ah” kepada orang tuanya sendiri? Sangat sedikit, atau bahkan tidak ada sama sekali.

Sulit memang untuk menghindari sikap itu. Namun, ada satu hal yang dapat memperbaikinya. Teruslah menyayangi orang tua kita dengan sepenuh hati, segenap jiwa. Bersabarlah dalam setiap sikap mereka yang menurut kita tidak sesuai dengan harapan. Ketahuilah, seperti apapun kita, mereka selalu inginkan yang terbaik untuk kita. Ingat, seburuk-buruknya mereka, mereka tetaplah orang tua kita. Akan lebih baik untuk tidak menunjukkan wajah sedih atau kesal kepada mereka, karena sesungguhnya itu membuat hati mereka perih. Mereka selalu berusaha menunjukkan wajah berseri-serinya tiap kali menatap wajah kita. Tetapi ketahuilah, di balik wajah tampan dan cantik itu, mereka menyimpan segala rasa pedih, lelah dan letih mereka selama berjuang membesarkan kita. Sadarilah, kerutan di wajah mereka bukan sekadar pertanda penuaan usia mereka, tapi itulah tanda bukti kasih sayang mereka. Tidak ada salahnya, jika kita sekali saja menyempatkan diri untuk memeluk mereka, membelai wajah dan menatapnya sambil berkata, “Aku sayang kalian, Ayah, Ibu.”

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta semester 3 jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan Program Studi Jurnalistik.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization