Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Keluarga / Tunggu Aku di Surga, Bu

Tunggu Aku di Surga, Bu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Panggilan kesayangan yang tak pernah terlupakan sosoknya… ibu. Sangat teringat sosok wanita kesayangan yang tinggi dan berkulit putih merona yang setia membantu ayah. Sejak kecil ibu tidak pernah meninggalkanku sendiri, ia selalu berada di sampingku.

Akan tetapi seiring berjalan waktu, semakin diri ini kian dewasa, aku semakin melupakanmu. Bahkan, kini ibu sudah jauh dariku. Ibu sudah tidak di sisiku lagi. Mungkin raganya tidak berada di sampingku, namun jiwa dan hatinya tetap ada di hatiku.

Aku dikenal sebagai ‘anak mami’, karena setiap hari aku selalu berada di pelukannya. Aku selalu bermanja-manja kepadanya di mana pun itu. Saat itu ayah memang sibuk dengan tugas Negara. Ayah harus menjadi pelatih para tentara baru. Ia bekerja sebagai Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Ia rela berpanas-panasan dan pergi berdinas keluar kota guna menafkahi keluarga.

Hingga pada waktu perekonomian ayah mulai meningkat, Ibu harus pergi untuk selamanya. Ibu yang merasakan betapa susahnya menanam benih harus diambil nyawanya terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa sebelum memanen benih tersebut. Saat kulihat ayah pada saat itu, ayah tampak tegar. Namun terlihat jelas wajah ayah yang sangat kehilangan itu. Mungkin ayah tidak mau ibu sedih melihat orang-orang tersayangnya menangis.

Apa ini jalan-Mu ya Rabb? Kenapa Engkau sangat tidak adil? Aku iri melihat anak perempuan sedang berjalan dengan sosok ‘mama’ di sampingnya. Menemani anaknya membeli pakaian dan memakai pakaian yang sama dengan ‘mama’. Begitu pula, aku benci melihat seorang anak melawan ibunya. Entah apa yang dipikirkan anak itu. Mungkin kalau ia merasakan bagaimana kehilangan sosok wanita itu, ia akan merasakan bagaimana kehilangan surganya!

Ya tidak ada lagi waktu berbelanja bersamanya, curhat dengannya, bahkan mempunyai banyak uangpun takkan mengubah kebahagiaan sebuah keluarga. Kebahagiaan keluarga itu cukup sederhana. Ya sederhana. Lengkap, bersatu dan penuh dengan kasih sayang di dalamnya.

Namun setelah beberapa lama kepergian ibu.aku mulai mengerti maksud jalan Allah SWT. Mungkin Allah SWT saat itu sedang mengujiku agar aku tidak hidup di dalam sebuah kenyamanan yang dapat membuatku lupa akan hidup dan berproses.

Sekarang aku akan mulai berproses. Berproses menjadi wanita yang berkualitas untuk menjadi ibu kelak dan untuk melihat ayah dan ibu dapat tersenyum bahagia melihat anak-anaknya dapat hidup mandiri dan sukses dunia akhirat. Karena senyuman orang tua adalah kebahagiaan lahir batin untuk anak-anaknya.

Untuk ibu, tunggu aku di Surga, Bu…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta. Sedang belajar menjadi orang yang lebih baik.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization