Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Jalan Hidayah

Jalan Hidayah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (flickr.com/aremac)
Ilustrasi (flickr.com/aremac)

dakwatuna.com – “Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkan aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang zhalim,”

“Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) kami: dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitabnya: dan dia termasuk orang-orang yang taat.” (at-Tahrim: 11, 12)

Begitu indah Allah menceritakan kisah dua orang wanita shalihah dengan latar belakang keluarga dan keturunan yang berbeda tetapi memiliki akhir yang sama, yaitu mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Dua kisah yang mungkin tidak masuk dalam ranah logika kita akan tetapi Allah mempunyai caranya sendiri dalam memberikan petunjuk kepada hamba yang dikehendakinya.

Wanita pertama, hidup di era pendurhakaan yang melampaui batas dan itu belum pernah terjadi sebelumnya, karena hampir semua kedurhakaan dilakukan tanpa ada yang berani menolak apalagi menentangnya sebelum Allah mengutus Musa as. Dialah Fir’aun yang namanya diabadikan di dalam al-Qur’an, akan tetapi dibalik kedurhakaan yang dilakukan Fir’aun ada yang beriman kepada Allah dan menolak menjadikan Fir’aun sebagai Tuhan, itulah Aisyiah istri sang penguasa yang mengaku dirinya Tuhan yang mengendalikan urusan alam semesta. Keimanan yang begitu kuat dimiliki istri Fir’aun sehingga tidak menjadikannya berbangga diri dengan gelar sebagai permaisuri sang penguasa, karena dia meyakini apa yang di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal. Jikalau saja dia menginginkan dunia maka itu sangat mudah didapatkan, karena posisinya sangat memungkinkan untuk mendapat kenikmatan dunia. Akan tetapi dia lebih memilih Allah sebagai tempat bergantung.

Wanita kedua, sangat berbeda dengan yang pertama karena dari awal hidupnya berada di dalam lingkungan yang baik dan beriman kepada Allah SWT. Dengan ketaatannya tersebut Allah memberikan kenikmatan yang tidak pernah didapatkan oleh orang lain di dunia. Itulah Maryam yang Allah abadikan namanya dalam al-Qur’an.

Dua kisah yang memberikan oase kepada wanita muslimah, bahwa mempertahankan keimanan kita kepada Allah adalah hal yang paling penting dalam rentang hidup di dunia. Karena imanlah yang memberikan kita kehidupan di hari yang akan datang. Mesti diketahui bahwa keimanan itu tidaklah datang sesuai dengan kondisi yang mendukung kita akan tetapi keimanan itu Allah berikan kepada hamba yang dikehendakinya.

Belum tentu orang yang berasal dari keluarga yang beriman dan taat kepada Allah dengan otomatis dikaruniai keimanan yang kuat kepada Allah, karena pada akhirnya keimanan itu Allah berikan sesuai dengan cara kita menjemput keimanan.

Begitu juga sebaliknya, tidaklah orang yang berasal dari keluarga yang tidak beriman kepada Allah secara otomatis mewarisi ketidakberimanan itu, akan tetapi Allah mengetahui siapa hambanya yang pantas diberikan nikmat iman.

Semua ungkapan itu memberikan kita ruang untuk berfikir bahwa hal yang terpenting kita capai di dunia ini adalah keimanan kepada Allah karena keimanan itu akan memberikan kita ruang kebahagiaan, jikalau itu tidak di dunia maka di akhirat pasti Allah berikan kenikmatan. Yang beriman kepada Allah tidak akan pernah merugi, mungkin ada yang beriman kepada Allah hidupnya secara duniawi memprihatinkan akan tetapi itu akan berakhir dengan berakhirnya kehidupan dunia. Dan itu sangat berbeda dengan orang yang tidak beriman kepada Allah, mungkin kehidupannya juga sangat memprihatinkan akan tetapi keadaan itu tidak berakhir dengan berakhirnya kehidupan dunia, bahkan setelah itu masih ada yang lebih memprihatinkan, itulah balasan yang Allah berikan bagi orang yang tidak beriman.

Pada akhirnya tiada yang mesti kita banggakan kecuali kita hidup dalam keadaan memiliki iman yang sangat kuat di sisi Allah. Dan itulah karunia yang terbesar yang Allah berikan.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Alumni Ma'had Ali An-Nuaimy Jakarta angkatan ke3. Guru bahasa Arab di Pondok Pesanteren Khalid bin Walid Rokan Hulu Riau.

Lihat Juga

Bentuk-Bentuk Penyimpangan di Jalan Dakwah (Bagian ke-3: Persoalan Jamaah dan Komitmen (Iltizam))

Figure
Organization