Topic
Home / Pemuda / Essay / Awas Wisdom “Sesat”

Awas Wisdom “Sesat”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Setiap kita, selama masih hidup di wajah dunia ini pasti memiliki masalah; atau kita sebut ujian untuk menapaki derajat keimanan dan ketakwaan. Masalah yang kita hadapi berbeda sesuai tingkatan usia juga psikis-kejiwaan- kita. Tetapi ada kalanya kita merasa masalah yang kita hadapi begitu besar melampaui batas kesanggupan kita. Terlebih usia dewasa muda, yang sudah bukan zamannya lagi untuk galau masa puber tapi juga masih belum matang menjadi orang dewasa. Kondisi yang sangat “labil”.

Sebagian besar orang ketika sedang galau, membaca buku-buku motivasi untuk menumbuhkan semangat dan mencari solusi, sebagian lagi mengikuti seminar, menonton acara televisi, ada juga yang curhat kepada orang lain. Apapun formula, kiat-kiat, tips dan trik, cara jitu, kata-kata bijak, pada dasarnya semua benar adanya. Hanya saja apakah sesuai dengan kita atau tidak. Di bawah ini saya ingin mengulas beberapa kata-kata bijak (wisdom) yang begitu akrab di telinga kita, tetapi bisa menyesatkan. Hanya saja masih dalam tingkat aman, tidak sampai sesat seperti hadits maudhu’….

1. “Be Yourself”

Setiap orang diciptakan Allah dengan keunikannya tersendiri dan tidak ada seorang pun sebelum atau sesudahnya yang memiliki kemiripan identik, bahkan orang kembar sekalipun. Ketika kita merasa diri kita berbeda dengan yang lain, terkadang terasa sedikit aneh. Dan wisdom yang sering kita dengar adalah: “be yourself” jadi diri sendiri. Jika hal itu memang hal positif maka patut dijaga dan dilestarikan agar tidak punah. But “no body is perfect”, setiap kita memiliki kekurangan. Misalnya ada orang yang cerewet atau pemarah, maka jika wisdom ini diamalkan bisa jadi sesat. Secara rasional apakah sifat ini bermanfaat (secara individu maupun social) atau justru sebaliknya. Dan jika kita mempertahankan sifat ini dan sudah menjadi karakter, akan susah diubah. Orang-orang di sekitar juga akan terusik. Jadi jangan gunakan wisdom “be yourself” tapi “be ideal”. Jadilah seseorang dengan kepribadian yang baik (good personality) sebagaimana yang dicontohkan oleh tokoh idola sepanjang masa Rasulullah Muhammad saw.

Ada juga yang menafsirkan “jadilah dirimu sendiri” yakni dengan tidak berkelompok. Hal ini melatih kita untuk mandiri tanpa bantuan orang lain. Sebagaimana semboyan presiden pertama kita “Berdikari” berdiri di kaki sendiri. Tapi Islam mengajarkan kita untuk berjamaah dan melarang kita untuk berpecah belah. Ketika wisdom yang sudah melekat dalam undermind kita salah, maka rubah itu sekarang juga.

2. “Keep Moving On”

Wisdom yang kedua ini juga bisa berbahaya. Padahal ketika kita sedang jatuh (give up), sering sekali kita mendengar “don’t give up, keep move on” (jangan menyerah, terus maju). Seketika itu juga amunisi kita kembali terisi. Atau istilah islami yang masyhur yakni “La tahzan”. Tapi jika kita kaji secara literate seharusnya bukan “move on”. Bayangkan ketika kita sedang naik motor kemudian jatuh, dan kita tetap “moving on” maka gambarannya adalah kita sudah jatuh tapi tetap nge-gas motor dan terus bergerak maju. Orang jawa bilang “ndolosor”. Tapi yang benar adalah “move up”, bangkit dan bergerak.

3.  “Silent is Gold”

Really??? Jika hal ini benar mungkin tidak akan pernah ada perkembangan handphone sampai se-beraneka ragam seperti saat sekarang. Why? Ngapain orang capek-capek ngeluarin duit kalau diam adalah emas. Sebuah logam mulia yang nilai tukar mata uangnya saja tetap stabil tanpa terpengaruh krisis ekonomi ataupun kenaikan BBM. Sampai-sampai mungkin jika kita masih ingat pada masa-masa menjelang pemilu 2009 presiden SBY mengatakan, “jika diam itu adalah emas, maka berbicara adalah berlian”. Whatever that, al muhim, pokokke, mungkin saja wisdom ini bisa cocok dengan orang yang suka banyak berbicara. Tapi, bagaimana jika wisdom ini dikatakan kepada orang yang pendiam?

Sebenarnya jika kita telusuri, wisdom ini diambil dari sebuah hadits Nabi SAW, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik kepada saudaranya atau diam.”

Dari hadits ini jelas sekali perintahnya adalah untuk berkata-kata yang baik. Jadi sangat sesuai diterapkan kepada orang yang pendiam maupun orang cerewet yang suka membicarakan hal-hal tidak berguna dan bisa terjerumus kepada ghibah. Tapi jika memang kita tidak atau belum bisa bertutur kata yang baik maka diam itu lebih baik. Para ulama mengatakan, diam itu sebagian dari ilmu. Sebagai contoh, Imam Malik yang salah satu sumber mazhabnya berdasarkan amal ahli madinah tidak akan berfatwa sebelum mendapatkan rekomendasi atau mandat dari 70 orang syaikhnya, ketika ditanya sekitar 40 masalah fiqih maka ia hanya menjawab kurang lebih 4 hal. Dan sisanya mengatakan, “aku tidak tahu”. Jika seorang Imam Malik saja demikian, lantas apakah kita yang baru belajar sepenggal hadits lantas menghukumi saudara kita?

4. “Time is Money”

Wisdom yang berikutnya muncul dari filosofi orang-orang materialistis, yang menganggap uang adalah segalanya. Realita saat ini memang uang bukanlah segalanya, tapi segalanya butuh uang. Apalagi yang tinggal di ibu kota, masuk toilet saja bayar Rp. 2.000, “hari gini mana ada yang gratis”. Itulah kenyataannya, kita tidak bisa memungkiri. Bahkan Islam pun tidak melarang kita untuk menjadi kaya. Hanya saja yang nanti dipertanyakan dan dipertanggungjawabkan adalah, dari mana rezeki itu berasal dan untuk apa dibelanjakan. Ada seorang salaf yang mengatakan, “jika kemiskinan itu berbentuk (memiliki wujud) maka aku akan membunuhnya dengan pedang”. Kemiskinan dekat dengan kekufuran tapi lebih sedikit beban yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Sementara harta yang banyak akan banyak pula tanggung jawab kita, tapi jauh lebih banyak manfaat yang bisa kita gunakan seperti bersedekah, naik haji, zakat, warisan, dll. Jika tidak ada harta lantas bagaimana kita bisa melaksanakan beberapa kewajiban agama ini?

Meskipun demikian, yang perlu dikoreksi adalah masalah “waktu”. Sampai-sampai Allah bersumpah dengan waktu karena begitu urgensinya. Sebagian menafsirkan, waktu itu adalah kehidupan itu sendiri. Dalam sebuah ceramahnya, ust. Anis Matta menjelaskan bahwa waktu terbagi menjadi tiga lapisan, waktu individu, waktu masyarakat (umat), dan waktu sejarah. Pepatah Arab mengatakan, “Waktu itu ibarat pedang, jika kita tidak menebas maka kita yang akan ditebas”. Dalam hadits nabi dikatakan, “Hiduplah di dunia seperti musafir, jika berada di waktu pagi jangan menunggu sampai sore, dan ketika berada di waktu sore maka jangan menunggu pagi.”

Allah juga mengingatkan kita tentang pentingnya waktu ini,

يآيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَ لتَنظُر نَفسٌ مَّا قَدَّمَت لِغَد وَاتَقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعمَلُن. وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللهَ فَأَنسهم أَنفُسَهُم اُولئكَ هُمُ الفسِقُونز

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah dan hendaklah tiap-tiap jiwa melihat apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok. Dan bertaqwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah maka Allah membuat mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang Fasik.” (Al Hasyr: 18-19)

Itulah sebagian dari wisdom (kata-kata bijak) yang masyhur bagi kita tapi juga bisa menyesatkan jika kita kaji lagi lebih dalam. Kata-kata bijak ini adalah hasil dari perenungan dan analisis pribadi dan juga dari wacana publik juga inspirasi dari beberapa tokoh, kritik dan saran dari para pembaca sangat membantu perkembangan penulis ke depannya. Semoga bermanfaat bagi pribadi dan umat.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Sorong, Papua Barat. Saat ini sebagai mahasiswa di Ma�had Aly An-Nu�aimy Jakarta.

Lihat Juga

Menjadi Calon Ibu Peradaban yang Bijak dalam Penggunaan Media Sosial

Figure
Organization