Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Jadi Murabbi? Selamat!

Jadi Murabbi? Selamat!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Banyak cara untuk menuju Roma, kata pepatah. Maka saya juga yakin ada lebih banyak lagi jalan menuju Surga. Apapun itu, jika amal baik yang dilakukan, jika bermanfaat bagi orang lain, jika mengharap keridhaan Allah, Ikhlas tanpa ragu, dan sesuai tuntunan Risalah: maka itulah langkah pasti dari jutaan langkah yang akan kita lewati menuju ranumnya buah surga dan manisnya air sungainya.

Namun di antara berjuta cara terlintas di idea kita, di sana ada gaya mencapai Surga yang ditempuh oleh Para Nabi, Rasul dan Orang-Orang Terbaik di zamannya. Cukup sederhana caranya, mau tahu? Ah, saya yakin sebenarnya yang membaca lebih tahu dari yang menulis. Tapi coba kita lihat lagi sejenak, begini metodenya:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ

Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS 62:2)

Mari kita peras hingga jadi tiga kata utama; Yatlu, Yuzakki, dan Yu’allim, Membacakan, lalu menyucikan dan selanjutnya mengajarkan Kitab dan Hikmah. Sederhana? Kata-katanya memang sederhana, namun esensinya cetar membahana.

Berjalan-jalanlah dan lihat keadaan manusia yang semakin hari makin haus saja dari ruh agama, maka akan ada lampu terang di samping kepala kita dan berteriaklah di dalam hati mengucap “Aha!”, ternyata kata ini adalah solusi untuk menyampaikan risalah semesta bagi jiwa-jiwa manusia.

Luar biasa.

Cara Nabi dan Rasul menggapai kemuliaan adalah dengan mengajak manusia, membacakan ayat demi ayat dengan lisan dan perbuatan. Menyucikan jiwa manusia dengan nasihat dan retorika bernuansa bijaksana, lalu mengajarkan, memahamkan kawan-kawan di samping kanan kiri, kerabat, adik dan kakak tentang makna hidup hakiki: kenapa kita hidup? Untuk Siapa kita hidup? Bagaimana cara terbaik untuk Hidup? Siapakah model terkeren untuk menjalani hidup? Dan seterusnya. Ini bukan Kepo ya…

Insya Allah Kawan sudah paham itu.

Luar biasanya Negeri kita. Di Indonesia sudah marak kegiatan “Yatlu, Yuzakki, dan Yu’allim” ini. Datanglah ke masjid-masjid kota, kawan akan lihat anak-anak muda membentuk lingkaran, di sana ada Kakak kelas atau Gurunya sedang membahas materi Ma’rifatullah, mengenal Allah lebih dekat. Di Sudut-Sudut Alun-Alun di akhir pekan saat ini mulai biasa kita lihat pelajar-pelajar berjilbab yang duduk melingkar memerhatikan seksama untaian nasihat dari Sang Mentor yang dalam istilah aslinya disebut Murabbi.

Murabbi itu profesi bergengsi di mata Allah, dicari-cari pula di mata manusia. Secara bahasa saja sudah bagus, artinya Pendidik. Keren pisan lah. Nabi Muhammad itu Murabbi bagi Umar, Utsman, Hamzah, Ja’far dan rekan-rekannya, walau harus memulai di rumah mungil di pinggir kota milik Arqam bin Abil Arqam, tapi berkahnya tak pernah habis.

Untuk konteks Zaman ini, Murabbi adalah kata kunci dari Proyek besar kebangkitan umat Islam pasca jatuhnya Khilafah Utsmaniyah tahun 1924 oleh Seorang Yahudi Turki Mustafa Kamal Pasya. Saat itu hingga sekarang, kualitas pemahaman umat Islam akan agamanya terbilang amat jauh. Islam memberi jalan lurus, tapi umatnya memilih mengekor ke barat yang serba materialistis. Saking naasnya zaman ini, Orang yang shalat ke Masjid dianggap sudah Shalih banget, Orang yang bisa baca Al-Qur’an dipuji orang, pemuda yang bisa menyampaikan kuliah tujuh menit dianggap ustadz tingkat tinggi.

Padahal kesemuanya itu adalah perintah yang harus dilakukan, bukan oleh sebagian saja, tapi oleh semua orang yang tertancap dalam identitasnya bahwa dia muslim.

Manusia haus pemahaman agama seperti dia butuh air. Maka lakon Murabbi adalah Sang Pembuat Jus Jeruk atau Es Kelapa Muda yang benar-benar dicari mereka. Masalahnya, musuh-musuh Islam hari ini menawarkan minuman buatan yang nggak baik buat kesehatan jiwa manusia, dan itu tipuan. Antara Para Da’i  yang Membawa Jus Jeruk Segar menyehatkan ,bertempur dengan Musuh-Musuh Islam yang menjual Air Comberan yang warnanya oranye diberi pewarna Jeruk diberi Gula murahan . Sayang seribu sayang, umat Islam terlena dengan air comberan itu karena memang bungkusnya lebih meyakinkan dari yang kita miliki.

Maka di situ Kalimat “Yatlu, Yuzakki, dan Yu’allim” dijadikan ikon Murabbi –Sang Arsitek Proyek Kebangkitan- menjadi olahan makanan ringan bagi akal yang bernutrisi besar bagi jiwa. Sedikit-sedikit lama-lama menjadi lengkap pemahamannya. Jika kawan masih muda, sudah menjadi Murabbi, Selamat menjadi Lakon utama penyebar pemahaman Islam hakiki.

Anda telah mulai menulis narasi indah dalam episode hidupmu!

Nah, biar greget buat kita yang muda-muda jadi Murabbi, kita butuh suatu pemahaman juga. Apa income kita jadi Murabbi, bagaimana manfaatnya dunia akhirat, dan apa hasilnya. Berikut ini ada buah manis yang akan kita suapkan ke pemahaman kawan semua, jadi gini;

Pertama. Jadi Murabbi itu, bagian kontribusi kita terhadap Islam. Wah bahasanya pakai ‘kontribusi’? Iya dong. Ada sebuah kalimat bagus yang kita harus memahaminya, dari Asy-Syahid Abdullah Azzam: Sesungguhnya yang dikehendaki oleh Islam adalah sebagian besar waktumu, hampir seluruh hartamu, dan segarnya masa mudamu, Islam menghendaki dirimu, seluruhnya. Islam menghendaki saat kamu bertenaga, bukan saat sudah loyo. Islam menghendaki masa mudamu, masa kuatmu, masa perkasamu, dan bukan masa rentamu. Islam menghendaki semua yang terbaik, termulia dan teragung darimu.

Cermati baik-baik wan, masa muda kita kalau nggak dipakai untuk menebar pesona Islam, mau dipakai buat apa? Benar banget kata Imam Syafi’i “Jika Anda tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, maka tentu Anda akan disibukkan dengan hal-hal yang buruk”. Jadi Murabbi, berarti kita ikut jadi penyumbang bata dan beton untuk merenovasi bangunan kejayaan Islam. “Semangat muda yang segar ditambah hikmah orang tua yang berilmu”, itulah jati definisi pas Murabbi.

Jalani terus dan berbanggalah, syukur pada Allah karena telah memahamkan kita tentang Jalan juang ini, dan menghamparkan kepada kita wasilah untuk menebarkan pemahaman kita; jadi Murabbi, kontribusi tiada henti!

Kedua, Jadi Murabbi itu kaya bos MLM (Multi Level Marketing). Misalnya, Ketika kita menyampaikan tentang Biografi Umar Bin Khattab dengan semangat membara, binaan kita merespon semangat itu dengan menceritakannya ulang ke kawan-kawannya, terinspirasi oleh kisah Umar, binaan kita bahkan menuliskannya dan menyebarnya di blogspotnya. Ini pengalaman pribadi, orisinal. Saya yakin kawan juga punya kisah-kisah tersendiri.

Semangat itu akan menular, siapa tahu apa yang kita sampaikan membuat dia bangkit dan justru suatu saat melebihi kapasitas keilmuan kita, akhirnya jadi Murabbi juga. Pahala kita mengalir, deras, seperti Bos MLM yang level tinggi duduk-duduk saja pun uang terus mengalir, active income!

Ketiga, Kita jadi lakon pas untuk memperbaiki Realita Kehidupan. Pernah dengar kisah heroik Hasan Al-Banna muda? Ketika realita masyarakat masih terlelap dalam tidurnya sedangkan waktu subuh sudah tiba, Hasan muda mengambil inisiatif, dia dan kelompok kecilnya menyebar setiap pagi sebelum subuh, berkeliling ke rumah-rumah para muadzin. Dan dramatisnya, ketika waktu subuh tiba, Hasan Al-Banna dan kawan-kawannya sudah berdiri bersandar di jembatan Sungai Nil, menunggu saat-saat indah subuh. Di atas lembutnya Aliran Nil yang Jernih, lampu-lampu masjid terlihat menyala satu demi satu dari kejauhan karena muadzin telah dibangunkan, suara adzan bersahutan saling mengumandangkan. Al-Banna tersenyum puas. Pemandangan Tarbawi yang jarang terlihat sebelumnya.

Kita tahu realita bicara umat dalam masa bahaya. Ketika orang lain sibuk membicarakan teori-teori yang rumit, maka kita datang langsung bekerja di lapangan, menanam kesadaran, memetik pengalaman dan terjun langsung bermasyarakat melihat kondisi riil umat yang besar ini. Membaca Realita dengan kerja yang Realistis namun strategis!

Terakhir, Simbol Kepahlawanan. Mengajak manusia menerima kebaikan butuh usaha lebih dan tentunya pengorbanan, harta, waktu, dan jiwa. Di situ akan terasa bahwa kita bagian adalah bagian dari Barisan Manusia yang ikut pro aktif melanjutkan estafet dakwah nabi. Aroma kepahlawanan akan terasa, seiring dengan semakin besarnya apa yang kita lakukan untuk menerbitkan kembali Islam sebagai pusat orbit kaum muslimin. Tak ayal, suatu saat nanti akan datang masa-masa yang menuntut kita maju membenahi umat di pelbagai sektor.

Kontribusi, nasihat, langkah, semangat, dan riwayat yang kita tinggalkan akan terkenang di setiap jiwa orang yang mendengarkannya. Seperti Muhammad Al-Fatih yang terkenang Hebat karena menaklukkan Konstantinopel, seperti itu pula jika kita menanam benih kebenaran, di mana-mana, kapan saja, dalam kondisi apa saja, kepada siapa saja. Mau dicaci, dihina, dikucilkan, atau malah di gelarkan karpet merah penghormatan pun, jika dakwah, maka tetaplah dakwah. Ia akan mengharumkan pelakunya di atas seluruh penghuni langit.

Para Pahlawan bukan hanya bagi orang yang melakukan hal-hal besar. Para Pahlawan juga gelar bagi orang yang memulai sesuatu yang kata orang biasa saja, namun hal kecil itu jadi tunas yang suatu saat akan menumbuhkan pohon tinggi tegak gagah dilihat dari sisi manapun, pohon kejayaan Islam saya menamainya.

Di akhir tulisan, ada sebuah mutiara hadits yang saya ingin kawan membacanya, lalu memahaminya,

Pada suatu hari Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya: “Kamu kini jelas atas petunjuk dari Rabbmu, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan berjihad di jalan Allah. Kemudian muncul di kalangan kamu dua hal yang memabukkan, yaitu kemewahan hidup (lupa diri) dan kebodohan. Kamu beralih ke situ dan berjangkit di kalangan kamu cinta dunia. Kalau terjadi yang demikian kamu tidak akan lagi beramar ma’ruf, nahi mungkar dan berjihad di jalan Allah. Di kala itu yang menegakkan Al Qur’an dan sunnah, baik dengan sembunyi maupun terang-terangan tergolong orang-orang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam. (HR. Al Hakim dan Tirmidzi)

Dan, menjadi Murabbi akan jadi bagian narasi kehidupan kita, ketika semua orang terlupa, kita hadir dan menebar kebenaran Qur’an, bernasihat ria dengan mutiara-mutiara sunnah, begitu indah hidup berdakwah walau harus sembunyi-sembunyi atau terang di panggung-panggung yang mewah.

Semoga.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir | Alumni SMPIT Ihsanul Fikri Mungkid Magelang | Alumni Ponpes Husnul Khotimah Kuningan

Lihat Juga

Halaqah dan Solusi Hijrah

Figure
Organization