Topic
Home / Berita / Opini / Mengkritisi Ketauhidan PNS

Mengkritisi Ketauhidan PNS

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Kemampuan para tes CPNS telah diuji beberapa minggu tadi di sebagian daerah Provinsi Indonesia yaitu tanggal 3 November 2013. Berbagai macam formasi yang dibutuhkan baik dari guru, teknis, maupun kesehatan. Ribuan orang berharap dapat lulus dari seleksi CPNS baik itu dari S1, DIII, dan SMA. Meskipun jumlah formasi yang dibutuhkan dari pemerintah provinsi maupun daerah lebih sedikit dibanding dengan jumlah peserta yang begitu banyak.

Jumlah peserta yang begitu besar tersebut dikarenakan sudah tiga tahun pemerintah daerah maupun provinsi tidak membuka pendaftaran seleksi CPNS yaitu mulai tahun 2011 dan baru dibuka kembali tahun 2013 sekarang ini. Sehingga beberapa angkatan dari S1 maupun DIII ikut bergabung untuk mendaftar. Baik dari angkatan lama maupun yang baru lulus kuliah.

Motif pendorong bagi peserta seleksi CPNS itu bermacam-macam di antaranya pertama, ingin mempergunakan ijazah sebagaimana mestinya, kedua, dorongan orang tua, ketiga, karena ada dapat gaji tetap dan jaminan di hari tua berupa gaji pensiun.

Motif pendorong yang pertama maupun yang kedua tidak menjadi permasalahan. Yang menjadi permasalahan kita adalah motif ketiga yaitu mengharap gaji tetap dan jaminan di hari tua berupa gaji pensiun. Mengharap rezki berupa gaji tetap sih!! Sah-sah saja. Tetapi jangan sampai mengharap 100% kepada rezki berupa gaji tetap yang ada di tangan makhluk. Tetaplah berkeyakinan bahwa semua rezki dari makhluk itu semua berasal dari Allah SWT, Dampak negatif dari keyakinan tersebut antara lain.

Pertama, berani berutang. Kebanyakan dari kalangan PNS seringkali berani meminjam uang baik dari Koperasi maupun Bank, bahkan ketika dulu saya menjalani profesi sebagai pedagang sembako banyak dari kalangan PNS yang tidak segan-segan berucap berutang kepada kami dengan perjanjian bahwa kalau dapat gajian nanti dibayar. Namun, karena bayarnya menunggu satu bulan. Maka, kami dengan lemah lembut menolaknya dengan alasan bahwa uang hasil jualan harus dipergunakan lagi untuk membeli barang yang kurang. Mendengar alasan kami tersebut, tidaklah akhirnya menyurutkan langkahnya untuk mencari orang yang mau mengutangkan barang untuknya. Muka tembok pun dipasang mereka. Sampai akhirnya dia mendapatkan orang berbaik hati mengutangkan berupa barang bahan pokok untuknya.

Potong separuh gaji pun mereka berani ketika berutang. Contoh kongkretnya ada teman saya yang sudah PNS karena ia belum punya rumah maka, ia memutuskan untuk mengkredit rumah yang berada di lingkungan yang nyaman dan tenang menurut keinginan hatinya. Walaupun separo dari gajinya dipangkas tiap bulan demi membayar kreditan rumah. Bahkan ada lagi temannya yang seluruh gajinya dibayarkan demi membayar utang di Bank. Sehingga untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari ia terpaksa mencari sampingan lain di antaranya bertani atau berdagang.

Di antara sekian banyak PNS yang berutang ada juga di antaranya yang menyesal akan perbuatan meminjam uang kepada orang lain. Karena walaupun sudah mempunyai gaji yang tetap tiap bulan akan tetapi mereka juga harus melunasi utangnya yang begitu besar yang jangka pelunasannya ada yang sampai puluhan tahun bahkan ada yang sampai belasan tahun. Sehingga membuat mereka merasa resah ketika menerima gaji disebabkan gajinya dipotong tiap bulan sedangkan pengeluaran tiap bulan terus meningkat. PNS yang seperti demikian mempunyai sifat panjang angan-angan karena mereka seakan-akan hidupnya masih lama lagi.

            Kedua, merasa terjamin akan rezkinya dari gaji PNS. Hal yang lumrah bagi kalangan PNS adalah apabila bulan muda atau awal bulan mereka menerima gaji. Senang dan bahagia senantiasa menyertai mereka. Sebab sesuatu yang ditunggu-tunggu tiap bulan adalah telah tiba. Berbeda sekali menurut mereka kalau bekerja bukan PNS.

Mengharap datangnya rezki itu tidak salah asalkan mengharap rezki hanya kepada Allah SWT. Ar Razaq adalah nama Allah yang mulia yang berarti Maha Memberi rezki. Dalam al Qur’an disebutkan “Innallaha huwa ar razaaq” yang artinya sesungguhnya Allah Maha memberi rezki. Kalau kita mengimani dengan memahami asma Allah ini maka, hati kita akan tenang perihal masalah rezki. Adapun makna-makna dari asma Allah tersebut yaitu bahwa Dia Allah yang Maha Menciptakan rezki makhluk, dia yang menciptakan orang-orang yang menerima rezki, dia yang menyampaikan rezki itu kepada makhluk-Nya dan dia yang menciptakan sebab-sebab datangnya rezki itu bagi makhluk-Nya.

Apabila kita sudah mengetahui dan beriman dengan “Ar Razaq” beserta makna-maknanya. Maka, kita akan diuji apakah keimanan kita itu sudah sampai pada batas yang ditentukan oleh Allah atau belum sampai. Apabila keimanan kita belum sampai pada batas yang dikehendaki maka kita wajib berupaya agar keyakinan kita sampai pada batas yang ditentukan oleh Allah itu.

Di antara tanda-tanda keimanan seseorang itu sampai pada batas yang ditentukan Allah. Salah satunya yaitu tidak menunggu rezki melainkan dari Allah dan ia tidak bertawakal dalam hal rezki melainkan kepada Allah.

Dalam salah satu hikayat diceritakan bahwa nabi Musa as., diperintahkan oleh Allah untuk menemui Firaun di Mesir. Nabi Musa merasa was-was untuk meninggalkan anak istrinya. Kemudian nabi Musa diperintahkan oleh Allah untuk memukul sebuah batu dengan tongkatnya. Setelah dipukul batu itu pecah menjadi beberapa bagian. Kemudian nabi Musa diperintahkan lagi untuk memukul bagian yang telah dipukul itu. setelah dipukul lagi ternyata di dalamnya ada terdapat seekor semut dan di mulutnya ada terdapat makanan. Lalu semut itu berkata yang dimengerti oleh nabi Musa as., “Subhaana man yaraanii wayasma’u kalaamii waya’rifu makaanii wayadzkurunii wa laa yansaanii” artinya Maha suci orang yang melihat aku dan mendengarkan perkataanku dan mengetahui tempatku serta yang ingat denganku dan tiada pernah lupa kepadaku.

Begitu nabi Musa melihat kejadian tersebut, beliau sadar bahwa semut yang ada di dalam batu yang beberapa lapis tetap diperhatikan oleh Allah, apalagi anak istriku yang hidup di tengah-tengah kampung. Pasti tidak mungkin tersia-sia.

Inilah salah satu hikayat yang bisa kita ambil i’tibar untuk bertawakal kepada Allah agar kita benar-benar yakin bahwa yang menjadikan sebab sampainya rezki itu adalah Allah SWT, walaupun binatang kecil berupa semut di dalam batu. Hikayat tersebut juga sesuai dengan firman Allah dalam Q.S: Hud ayat 06 yaitu “Dan tidak ada suatu binatang melata di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh mahfuz”).

            Dalam urusan rezki tidak terlepas dari bagaimana cara kita bertawakal kepada Allah. Mengenai masalah tersebut cara manusia bertawakal terbagi menjadi tiga yaitu pertama, ia beriman kepada Ar Razaq. Namun, imannya belum sampai pada batas yang ditentukan oleh Allah. Kelompok ini hanya berpegang pada sebab atau usaha, tetapi lupa kepada Allah sebagai orang yang “musabbibul as bab” (menjadikan sebab). Apabila datang sebab ia sangat senang dan apabila asbab itu hilang ia sangat bersedih. Kedua, ia hanya tinggal di rumah tanpa berusaha apa-apa, yang dipikirkannya hanya beribadah kepada Allah semata tanpa memikirkan usaha untuk mendatangkan rezki. Ketiga, ia punya asbab atau usaha. Namun, dia tiada berpegang sedikitpun pada asbab tersebut. Ia hidup di tengah-tengah orang banyak dan berusaha tetapi usahanya hanya sebagai lambang semata. Sebab hatinya tiada berpegang pada asbab-asbab yang dilakukannya dan asbab itu tidak mengganggu ibadahnya kepada Allah swt.

Dari sini kita bisa simpulkan bahwa sebagian besar PNS hanya bertawakal kepada jenis yang pertama yaitu berpegang pada usaha atau asbab dan lupa kepada Allah yang menjadi “musabbibul asbab” sehingga dirinya diliputi keresahan dan hidup bergantung pada rezki yang ada pada gaji tetap tersebut. Akhirnya ketauhidan kepada Allah pun tergadaikan.

Seandainya mereka bertawakal dengan jenis ketiga di atas yaitu berusaha namun hatinya tidak bergantung kepada usaha tetapi bergantung kepada Allah niscaya rezkinya dicukupkan oleh Allah dan tidak kepikiran untuk berutang. Karena mereka yakin rezki datang dari Allah semata dan datang pada tidak mereka sangka-sangka. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat at Thalaq ayat 2-3 yaitu: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Pengajar di SD IT Tarbiatul Aulad, tinggal di Barabai, Kalimantan.

Lihat Juga

Pernyataan Sikap PP Pemuda PUI Tentang Insiden Pembakaran Bendera Tauhid di Garut

Figure
Organization