MUI: Hukum Harus ditegakkan, Jangan Seperti Hukum Rimba

dakwatuna.com – Serang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten menyikapi proses penegakan hukum di Banten dengan menggelar seminar ‘Penegakan Hukum di Banten’ yang diselenggarakan di Kantor MUI di Serang, Kamis.

Seminar yang dihadiri unsur ulama dan Kiai serta pengurus MUI kabupaten/kota tersebut menghadirkan dua nara sumber yakni Kepala Kepolisian Daerah Banten (Kapolda), yang diwakili Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Banten AKBP Dadang Herli serta Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Feri Wibisono.

Sekretaris Umum MUI Banten Zakaria Syafe’I mengatakan, seminar tersebut bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi para kiai dan pengurus MUI tentang proses penegakan hukum di Provinsi Banten. Pihaknya berharap penegakan hukum di Banten berjalan dengan baik, sehingga siapa pun yang salah harus dihukum sesuai dengan kesalahannya.

“Hukum kita ini jangan sampai seperti ‘hukum rimba’, yang kuat memakan yang lemah. Hukum harus ditegakkan, siapa pun yang salah harus dihukum,” kata Zakaria Syafe’i saat membuka kegiatan tersebut.

Sementara Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Feri Wibisono mengatakan, proses penegakan hukum dan pencegahan korupsi yang baik harus dimulai dengan membangun budaya anti korupsi dan budaya taat hukum di semua lini kehidupan. Sebab infrastruktur hukum apapun yang dibangun akan percuma, jika budaya taat hukum tidak dibangun pada semua bidang kehidupan.

“KPK sudah dibentuk sejak 10 tahun lalu dengan kasus korupsi yang ditangani setiap tahun rata-rata 30 sampai 40 kasus. Namun buktinya korupsi itu tetap ada, ini karena budaya anti korupsi belum terbangun,” kata Feri Wibisono.

Selain itu, kata dia, rata-rata kasus korupsi yang masuk ke dalam proses hukum atau masuk pengadilan di Indonesia setiap tahun 1.500 sampai 1.800 kasus dan merupakan kedua terbesar setelah China. Akan tetapi kasus korupsi tersebut tidak pernah habis sampai saat ini.

“Perkara yang dibawa ke pengadilan merupakan kedua terbesar di dunia. Namun sampai saat ini belum ada apa-apanya,” katanya.

Menurut dia, instrumen pencegahan terhadap kasus korupsi lebih efektif daripada instrumen penindakan. Karena pencegahan akan sangat mempengaruhi ‘good governance’ dan pelayanan masyarakat. Akan tetapi instrumen pencegahan dan penindakan juga tidak akan cukup jika tidak dibangun budaya taat hukum dan anti korupsi.

“Banyaknya pelanggaran hukum di kita ini terbukti banyak Lembaga Pemasyarakatan yang ‘over load’. Seharusnya menampung 300 orang tahanan, tetapi kenyataannya diisi lebih dari 1.000 orang,” kata Feri Wibisono.

Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Banten AKBP Dadang Herli mengatakan, sebagai salah satu tuntutan reformasi adalah supremasi. Hukum harus ditegakkan secara benar dan adil, dalam arti sesuai rasa keadilan masyarakat tanpa pandang bulu. Namun tuntutan supremasi hukum belum dapat diwujudkan, karena reformasi di Indonesia belum berjalan mulus sebagaimana yang diharapkan.

“Keberhasilan atau kegagalan menjadikan hukum sebagai panglima keadilan, sangat ditentukan oleh proses dan keputusan hukum yang dilakukan oleh negara saat ini,” kata AKBP Dadang.

Seminar Penegakan Hukum di Banten yang diselenggarakan oleh MUI Banten, dihadiri para Ketua dan unsur pengurus MUI kabupaten/kota. (rol/sbb/dakwatuna)

 

Lahir dan besar di Jakarta, Ayah dari 5 orang Anak yang hobi Membaca dan Olah Raga. Setelah berpetualang di dunia kerja, panggilan jiwa membawanya menekuni dunia membaca dan menulis.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...