Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Fiqih Islam / Fiqih Ahkam / Kemuliaan Para Sahabat Nabi dan Hukum Mencela Mereka (Bagian ke-1)

Kemuliaan Para Sahabat Nabi dan Hukum Mencela Mereka (Bagian ke-1)

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (aishagrace.wordpress.com)
Ilustrasi (aishagrace.wordpress.com)

dakwatuna.com – Syaikh Muhammad Khalil Hiras mengatakan:

وَأَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ ؛ فَكَانُوا وَسَطًا بَيْنَ غُلُوِّ هَؤُلَاءِ وَتَقْصِيرِ أُولَئِكَ ، وَهَدَاهُمُ اللَّهُ إِلَى الِاعْتِرَافِ بِفَضْلِ أَصْحَابِ نَبِيِّهِمْ ، وَأَنَّهُمْ أَكْمَلُ هَذِهِ الْأُمَّةِ إِيمَانًا وَإِسْلَامًا وَعِلْمًا وَحِكْمَةً ، وَلَكِنَّهُمْ لَمْ يَغْلُوا فِيهِمْ ، وَلَمْ يَعْتَقِدُوا عِصْمَتَهُمْ ؛ بَلْ قَامُوا بِحُقُوقِهِمْ ، وَأَحَبُّوهُمْ لِعَظِيمِ سَابِقَتِهِمْ وَحُسْنِ بَلَائِهِمْ فِي نُصْرَةِ الْإِسْلَامِ وَجِهَادِهِمْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .

“Ada pun Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka golongan pertengahan antara yang mereka yang ekstrim dan mereka yang meremehkan. Allah telah memberikan mereka petunjuk untuk mengetahui keutamaan para sahabat nabi mereka, dalam umat ini mereka adalah yang paling sempurna keimanan, keislaman, keilmuan dan hikmah. Tetapi mereka tidak pernah melampaui batas terhadap para sahabat, tidak meyakini mereka memiliki ‘ishmah (bebas dari dosa), bahkan mereka bersikap sesuai hak para sahabat, mencintai mereka lantaran terdahulunya mereka dan bagusnya ujian mereka dalam membela Islam dan jihad mereka bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Syaikh Muhammad Khalil Hiras, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 254)

Syaikh Said bin Ali Wahf Al Qahthani mengatakan:

“Ahlus Sunnah wal Jamaah, Allah memberikan hidayah kepada mereka untuk tetap di atas kebenaran. Mereka bersikap tidak melampaui batas terhadap Ali Radhiallahu ‘Anhu dan Ahli bait, mereka tidak memusuhi para sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim, tidak mengkafirkannya, tidak pula bersikap seperti golongan Nawashib yang memusuhi Ahli bait.

Bahkan mereka mengetahui hak keseluruhan mereka dan keutamaannya, dan mengikuti mereka serta mengutamakan mereka sesuai urutannya; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali Radhiallahu ‘Anhum. Dan mereka tidak mau memasuki apa-apa (perselisihan, pen) yang terjadi di antara sahabat. Maka, mereka (Ahlus Sunnah) pertengahan antara ekstremitas rafidhah atau sikap keras Khawarij. (Syaikh Said bin Ali, Syarh Al ‘Aqidah Al Wasithiyah, Hal. 59)

Ahlus Sunnah senantiasa menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman mereka dalam hidup, termasuk dalam menyikapi kedudukan para sahabat Radhiallahu ‘Anhum. Ahlus Sunnah bersikap sebagaimana Al Quran dan As Sunnah bersikap.

Pujian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap Para Sahabat

Allah Ta’ala berfirman:

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath (48): 29)

Ayat ini begitu jelas pujian Allah ‘Azza wa Jalla terhadap orang-orang beriman yang bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yaitu para sahabatnya. Kehadiran mereka dan perkembangan jumlah mereka yang begitu pesat membuat jengkel dan marah hati orang kafir. Oleh karena itu Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu mengatakan tentang kafirnya kaum Syi’ah:

لأنهم يغيظونهم، ومن غاظ الصحابة فهو كافر لهذه الآية. ووافقه طائفة من العلماء على ذلك

“Karena mereka (kaum Syi’ah) marah (jengkel) kepada para sahabat, dan barangsiapa yang marah kepada para sahabat, maka dia kafir menurut ayat ini. Dan sekelompok ulama menyepakati hal itu.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 7/362. Mu’asasah Ar Risalah)

Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla telah mengakui keimanan, mereka diampuni, dan diberikan rezeki bagi para sahabat nabi, kaum Muhajirin dan Anshar:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

            “Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al Anfal (8): 74)

Allah Ta’ala juga memuji pergaulan kaum Muhajirin dan Anshar:

Allah ‘Azza wa Jalla menyebutkan kebenaran orang-orang yang ikut hijrah:

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka Itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr (59): 8-9)

Selain itu, Allah Ta’ala juga menyebut para sahabat dengan istilah khairu ummah (umat terbaik):

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran (3): 110)

Para salaf menafsirkan makna, ‘Kamu adalah umat yang terbaik’ yakni para sahabat yang menyertai Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Inilah tafsir dari Ibnu Abbas sedangkan Umar bin Al Khathab mengatakan itu adalah secara khusus ayat ini untuk para sahabat nabi, dan siapapun bisa menjadi umat terbaik dengan cara amr ma’ruf nahi munkar. Ikrimah mengatakan ayat ini turun tentang Ibnu Mas’ud, Salim pelayan Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’ab, dan Muadz bin Jabal. Sementara, Adh Dhahak mengatakan itu tentang para sahabat nabi. Sementara yang lain mengatakan, bahwa kalian ini adalah umat terbaik jika melakukan syarat-syaratnya, yakni amar ma’ruf nahi munkar. Ada juga yang mengatakan, kalian adalah umat terbaik bagi manusia, lantaran paling banyak merespon Islam. (Jami’ Al Bayan, 7/100-104)

Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla telah menjanjikan surga bagi generasi As Sabiqunal Awwalun, kalangan Muhajirin dan Anshar, dan Allah ‘Azza wa Jalla telah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah (9); 100)

Ada tiga kelompok sahabat yang disebut dalam ayat ini, pertama, as sabiqunal awwalun. Kedua, Muhajirin dan Anshar. Ketiga, dan orang-orang yang mengikuti mereka.

Para ulama salaf mengatakan makna As Sabiqunal Awwalun (Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam) adalah orang-orang yang ikut dalam bai’atur ridhwan.[1] Inilah pendapat ‘Amir dan Asy Sya’bi. Ulama salaf yang lain mengatakan mereka adalah yang pernah mengalami shalat dengan dua kiblat, pernah mengalami ketika kiblat masih menghadap Al Aqsha, dan ketika kiblat di pindah ke Ka’bah. Inilah pendapat Abu Musa Al Asy’ari, Said bin Al Musayyib, Muhammad bin Sirin, Asy’ats, dan Qatadah. (Ibid, 14/435-437)

Sedangkan makna ‘dan orang-orang yang mengikuti mereka’ orang-orang yang berislam setelah peristiwa hijrah. Imam Ibnu Jarir berkata:

وأما الذين اتبعوا المهاجرون الأولين والأنصار بإحسان، فهم الذين أسلموا لله إسلامَهم، وسلكوا منهاجهم في الهجرة والنصرة وأعمال الخير.

“Ada pun orang-orang yang mengikuti orang-orang yang pertama hijrah dan kaum Anshar dengan cara baik, maka mereka itulah yang memasrahkan dirinya kepada Allah dengan keislaman mereka, mereka menempuh jalan para pendahulunya dalam hijrah, menolong, dan melakukan amal kebaikan.” (Ibid, 14/437)

Tentang kemuliaan mereka, Allah Ta’ala telah menjelaskan dalam ayat-Nya:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr (59): 10)

Ayat lainnya:

وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَئِكَ مِنْكُمْ

Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Anfal (8): 75)

Sementara dalam ayat lain, Allah Ta’ala telah memberi ampunan kepada para sahabat, sebagai berikut:

لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ

“Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS. At Taubah (9): 117)

Para sahabat yang ikut Bai’atur Ridhwan juga mendapatkan pujian dari Allah Ta’ala:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi Balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al Fath (48): 18)

Pada bulan Zulqa’idah tahun keenam Hijriah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan ‘umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. Mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman telah dibunuh. Karena itu Nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai’ah (janji setia) kepada beliau. Mereka pun Mengadakan janji setia kepada Nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama Nabi sampai kemenangan tercapai. Perjanjian setia ini telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat Al Fath ini, karena itu disebut Bai’atur Ridhwan. Bai’atur Ridhwan ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk Mengadakan Perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.

Dan masih banyak ayat-ayat lainnya namun saya kira ini sudah mencukupi.

— Bersambung…


Catatan Kaki:

[1] Bai’atur Ridhwan itu terjadi pada hari perjanjian Hudaibiyah, para sahabat berbai’at kepada nabi bukan untuk kematian tetapi untuk tidak lari dari jihad, mereka berjumlah 1400 orang, mereka berbaiat di bawah pohon. (HR. Muslim No. 1856)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 5.00 out of 5)
Loading...
Lahir di Jakarta, Juni 1978. Alumni S1 Sastra Arab UI Depok (1996 - 2000). Pengajar di Bimbingan Konsultasi Belajar Nurul Fikri sejak tahun 1999, dan seorang muballigh. Juga pengisi majelis ta'lim di beberapa masjid, dan perkantoran. Pernah juga tugas dakwah di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, selama dua tahun. Tinggal di Depok, Jawa Barat.

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization