Topic
Home / Pemuda / Essay / Pemuda Indonesia vs Pemuda Korea

Pemuda Indonesia vs Pemuda Korea

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Fenomena Korean Wave sudah meluas global ke masyarakat dunia, khususnya negara yang mudah latah seperti negara kita, Indonesia. Coba dibayangkan angka kesuksesan K-Wave sangat besar dan tentunya mempengaruhi gaya hidup penggemarnya.

Dalam ilmu psikologi komunikasi hal ini sangat mempengaruhi proses kognitif, afektif, dan behaviour, tak heran bisa kita jumpai di sekitar kita banyak teman yang mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki bergaya ala korea plus dengan kosmetik kosmetiknya. Ada lagi yang sampai betah berjam jam menyaksikan Korean drama atau boyband kesukaannya hingga lupa lagu daerahnya. Pemuda Korea menjadi segala-galanya bagi mereka, entah karena mereka menjadikannya sebagai self actualization atau memang korea mempunyai power hebat dalam memercuarkan sesuatu yang berlebih lebihan. Lalu apakah mereka pantas diidolakan?

Kita melirik pada sociology imagination, dalam kurun waktu 60 tahun sejak Perang Korea, Korea Selatan berubah dari salah satu negara termiskin di Asia, menjadi negara ke-13 dengan perekonomian terkuat di dunia. Siswa Korea termasuk siswa dengan nilai tertinggi di dunia dan termasuk siswa yang paling sering diterima di Universitas Amerika dibanding siswa dari negara lain. Jadi sebenarnya seperti apa kehidupan pelajar dan pemuda di Korea? Siswa SMP pulang setiap jam 4:30 sore. Siswa SMA pulang setiap jam 21:30 malam. Apalagi mahasiswa, bisa sampai 3 hari 2 malam mereka di kampus untuk belajar sebelum ujian.

Empat jempol untuk mereka semua, bisa bertahan dengan jam belajar yang panjang dan sangat lama. Selama saya tinggal di Korea, belajar dan berkumpul bersama teman-teman Korea banyak hal yang positif yang mempengaruhi kehidupan saya. Misalnya seperti kerja kerasnya, integritasnya, kedisiplinannya, dan rasa takut untuk gagal adalah beberapa hal yang positif dari mereka.

Di negara gingseng ini ada istilah “Pali Pali” yang menjadi budaya dan mengakar pada kehidupannya, yang artinya cepat-cepat jadi segala hal haus dilakukan dengan segera, cepat, dan tanpa ditunda tunda. Sedangkan bagaimana dengan di Indonesia? Di tanah air kita, khususnya Jawa ada istilah “alon alon asal kelakon” yang artinya pelan pelan asal dilakukan. Dua budaya berbeda yang ditanamkan, dan hasilnya bisa kita rasakan sendiri.

Namun ada hal unik yang saya selalu ingat sampai saat ini. Suatu kali profesor/dosen saya bertanya pada murid-muridnya, “Korea ini negara yang sangat maju, di bidang teknologi, ekonomi dan pendidikan kita berkembang pesat. Tapi mengapa tingkat kebahagiaan di Korea rendah?” Semua murid terdiam, saya yang ada di bangku depan saat itu tersenyum dan berkata dalam hati. “Ya, karena tidak ada Tuhan dalam hati mereka.” jawabku.

Bagaimana tidak? Rasa syukur mereka sangat rendah. Menurut mereka nilai adalah menentukan nasibnya, bagi mereka penampilan dan kecantikan sangat mempengaruhi status hidupnya, bagi mereka kekayaan, karir yang tinggi adalah tujuan akhirnya. Ya, bagi mereka segala kesuksesan dunia adalah segala galanya. Jadi memang benar jikalau personal problem yang dialami pemuda Korea sangat besar karena tekanan hidup mereka sangat tinggi untuk meraih kata “ideal” seperti yang mereka impikan. Dan hal itulah yang melatarbelakangi fenomena bunuh diri “suicide” yang menjadi public issue saat ini dan menempatkan Korea pada urutan pertama tingkat bunuh diri di dunia. Kepasrahan yang kurang, dan “nothing to do after work” tanpa terpikir alam akhirat lah yang ada di benak mereka, konsep diri menurut mereka adalah pintar, cantik, dan kaya. That’s it! Dan faktanya lagi adalah Korea menjadi negara dengan operasi plastik tertinggi di dunia, bahkan di satu daerah (Gangnam) bisa sampai 990 rumah sakit plastik di sekitarnya.

Benar jika ada istilah “Girls always want to be someone else and they don’t accept their own beauty”. Begitulah pemuda pemudi di Korea, asset bangsa yang selalu diliput media dan dibesar-besarkan ke mancanegara berpotensi menjadi icon pemuda di seluruh dunia, utamanya Indonesia saat ini. Korea sedang menjadi incaran banyak negara, karena prediksi menjadi leader dan the next macan Asia sangat tinggi. Korea bisa dimungkinkan menjadi kiblat Asia.

Begitulah keadaannya, lalu what should we do? Adalah PR untuk kita pandai-pandai kita mem-filter positif dan negatifnya. Jangan hanya menyerap mentah-mentah saja the Korean Wave ini. Kita harus bisa memilah-milah mana yang sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian Indonesia. Tentu, meskipun di Korea, saya sangat bangga menjadi Warga Negara Indonesia. Pemuda Indonesia itu… berjiwa Pancasila. Dan tentunya tidak fokus pada diri sendiri saja.

Karena kita Focus to Allah / ourGod, Focus to Ourself, and Focus to each other. Tidak ada kecacatan dalam fundamental negara kita. Yang ada hanyalah mencoba introspeksi untuk berbenah diri dan mengejar dan bangkit untuk menjadi Pemuda yang sebaik baiknya, Warga Negara yang setaat taatnya, dan Manusia yang bermanfaat manfaatnya.

Ya, saya berani mengatakan bahwa kita adalah pemuda yang paling bahagia di dunia, seimbang antara dunia dan akhirat. Insya Allah. Kita bisa lebih besar dari Korea, kita bisa lebih patut dijadikan idola daripada mereka, dan yang terpenting kita bisa lebih senang dan tersenyum bahagia dibanding mereka. Dan dengan ini saya bangga menyatakan bahwa “Saya bangga menjadi Pemuda Indonesia”.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi Chung Ang University, Seoul, South Korea.

Lihat Juga

Tegas! Di Hadapan Anggota DK PBB, Menlu RI Desak Blokade Gaza Segera Dihentikan

Figure
Organization