Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Ketika Dugaan Berfungsi Sebagai (Satu-Satunya) Pembenaran

Ketika Dugaan Berfungsi Sebagai (Satu-Satunya) Pembenaran

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Beberapa hari yang lalu seorang dosen mengunggah SK dari sebuah fakultas kampus saya yang, pada SK tersebut, tertera sejumlah dalih fakultas tersebut membekukan kegiatan Asistensi Agama Islam (AAI) yang merupakan kegiatan wajib bagi mahasiswa semester pertama dan telah dilegitimasi melalui SK rektor. Terdapat sejumlah alasan yang dikemukakan namun yang menarik perhatian saya ketika pada poin keempat, di sana tertulis alasan sebagai berikut:

Terdapat cukup kuat indikasi pemanfaatan AAI untuk kepentingan penggalangan kelompok-kelompok tertentu yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan (nama fakultas) sebagai lembaga pendidikan keahlian yang netral dan profesional….

Hal yang membuat saya berhenti sejenak untuk berpikir ialah pernyataan terdapat indikasi. Secara tersirat pada alasan tersebut ialah bahwa sang pembuat keputusan (nampaknya) tidak mempunyai bukti yang menunjukkan indikasi yang ia paparkan. Artinya masih pada level dugaan. Ya, hanya bermodal dugaan, keluarlah sebuah justifikasi.

Tidak hanya pada tataran kampus, dewasa ini terlampau sering kita menyaksikan di media massa, terutama televisi, kala dugaan ternyata mampu membentuk justifikasi publik (yang direkayasa oknum media) terhadap sesuatu dan seseorang. Kita tentu ingat dahulu kala wacana terorisme tengah berada pada klimaksnya, kita dibanjiri oleh berita penangkapan berujung penembakan mati di tempat terhadap terduga teroris sehingga publik pun dibuat terkesima oleh aksi Densus 88 serta terlingkupi mindset bahwa negara sedang di dalam situasi darurat dan kita membutuhkan aksi heroik Densus 88 demi keamanan bangsa dan negara. Justifikasi bahwa negara sedang dalam keadaan krisis. Pun dugaan terhadap seseorang yang melahirkan status terduga juga tidak mampu memberi perlindungan hak terhadap terduga agar diadili melalui proses pengadilan yang sah. Aksi Densus 88 yang menembak mati terduga teroris sukses melunturkan kesakralan asas praduga tak bersalah.

Kala arus informasi mengalir tak terbendung serta kran kebebasan yang makin terbuka lebar selayaknya merupakan momentum yang kebenaran dapat bersuara tanpa terkekang oleh tirani. Tetapi nampaknya kran kebebasan yang diberikan disalahgunakan untuk membungkam kebenaran itu sendiri. Dugaan pun akhirnya dimanfaatkan sebagai dalih untuk menjatuhkan vonis terhadap suatu peristiwa meskipun kebenarannya perlu dipertanyakan. Bahkan segelintir birokrat kampus pun terbuai dengan kekuatan dugaan yang alhasil digunakanlah dugaan sebagai bukti untuk melegalkan suatu keputusan. Keputusan yang didasarkan atas dugaan, pada waktu ketika dugaan berfungsi sebagai (satu-satunya) pembenaran.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi S1 Fisika UGM. Staf departemen humas KAMMI daerah Sleman. Hobi membaca, menulis, dan travelling

Lihat Juga

Adakah Cinta Itu? Dan Untuk Siapa Cinta Sebenarnya?

Figure
Organization