Jangan Pernah Lupa “Insya Allah”

Ilustrasi. (inet/dakwatuna/hdn)

dakwatuna.com – Bismillahirrahmaanirrahim

Alhamdulillah, semua aktivitas berjalan lancar. Dalam naungan keberkahan dan perlindungan Allah SWT… Rencana boleh saja berubah, tapi niat melakukan kebaikan tidak boleh pernah berubah. Terus melaju, menggapai magfirah dan karunia-Nya, lewat jalan dakwah ini.

Ketika rencana sudah disusun matang dengan sederet agenda, seorang mukmin kemudian menyerahkan kepada Allah tentang realisasi dari rencana yang sudah disusun. Kita tidak pernah bisa memastikan, apakah seluruh rencana bisa terlaksana sesuai gambaran dan perencanaan kita, karena kita meyakini semua tidak terlepas dari daya, kekuatan dan takdir Allah SWT. Itu sebabnya, saat kita berjanji dengan seseorang atau lembaga tentang sesuatu hal yang secara perhitungan ikhtiari manusia sudah kita sanggupi, kita tetap harus mengucapkan kalimat “insya Allah”, jika Allah menghendaki. Ungkapan ini sekaligus menunjukkan kesadaran mukmin bahwa hakikatnya kita lemah, kita tidak berdaya, kita selalu membutuhkan pertolongan dan kekuatan dari Allah SWT. Seringkali perencanaan yang sudah kita buat, di luar perkiraan dan perhitungan manusia, kemudian berubah total. Ketika hal ini terjadi, patut bagi seorang mukmin untuk menyadari bahwa, kewajiban kita adalah berikhtiar, merencanakan dan mempersiapkan, dan hal itu yang akan dimintakan pertanggungjawaban oleh Allah SWT.

Beberapa pengalaman menyadarkan kita tentang hakikat tersebut.

Suatu kali, jauh-jauh hari saya sudah menyanggupi untuk memberikan taushiyah pernikahan. Teman yang sekaligus guru saya, akan menikahkan anaknya. Tibalah hari yang dinanti, hari di mana acara syukuran pranikah akan di gelar di kediaman beliau. Kira-kira jam 9.30 saya berangkat menuju tempat acara yang disetting mulai jam 10.cc. Di tengah jalan ditelepon oleh tetangga persis depan rumah kami. Suara dari seberang telepon terdengar tangisan yang sangat memilukan, memelas dan meminta tolong, “Ummi… ummi… (panggilan akrab tetangga kepada saya) tolong mi, tolong, suami saya pingsan”, demikian kurang lebih suara yang terdengar. Tanpa berpikir panjang saya langsung tancap gas kendaraan, dan memutar arah balik menunda perjalanan.

Sampai di rumah tetangga, beberapa orang mengerubungi sambil menangis menyaksikan pemandangan, seorang ayah yang beberapa menit lalu segar bugar sedang melayani pembeli, kini sudah dalam keadaan pingsan dan kaku. Setelah sempat berdoa sejenak sambil mengusap kepala “si sakit”, langsung saya raih kunci mobil dan menawarkannya untuk segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Pukul 10:15 sampai di rumah sakit, masuk UGD, ditangani dokter jaga, baru kita bantu mengurus administrasi, dan sampai beberapa waktu di rumah sakit, ternyata tetangga terus dalam keadaan koma, dan harus masuk ICU setelah sempat di scan. Saya sudah tidak teringat kembali punya janji memberikan taushiyah, orang-orang sudah berkumpul di tempat acara menunggu kehadiran saya, sampai akhirnya saya memutuskan dan meminta maaf terpaksa tidak bisa memberikan taushiyah, karena waktu yang sudah cukup siang, tidak efektif untuk saya kejar, dan kondisi di rumah sakit terkait pasien dan keluarganya yang belum memungkinkan untuk saya tinggal. Entah apa yang dirasakan oleh teman sekaligus guru saya, yang jelas saya meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kejadian yang tidak pernah terduga ini, dan saya yakin telah mengambil sikap yang tepat, dalam kondisi darurat semacam ini. Hanya istighfar yang terus dilantunkan. Malam hari menjelang Isya, ternyata kabar duka itu datang, tetangga baik tersebut telah dipanggil oleh Allah Yang Maha Kuasa. Inna lillahi wa Inna ilahi raaji’un. Sesungguhnya kita semua milik Allah, dan kita semua akan kembali kepada Allah SWT.

Banyak hikmah dari kisah nyata ini yang bisa kita petik:

  1. Kuasa Allah-lah pada akhirnya yang mengeksekusi perencanaan-perencanaan yang telah kita susun, maka, jangan pernah lupa untuk berucap “Insya Allah”.
  2. Umur manusia adalah rahasia Allah, ini salah satu yang terungkap dari lisan ibunda kami, “umur memang rahasia Allah, dia jauh lebih muda dari ibu, tapi Allah menghendaki memanggil dia duluan.”
  3. Tolong menolong dan berbuat baik kepada tetangga adalah sesuatu yang niscaya, dan menjadi bukti keimanan seseorang. Bahkan malaikat Jibril berwasiat berkali-kali kepada Rasulullah, memerintahkan untuk selalu berbuat baik kepada tetangga, sampai Rasul sempat berprasangka bahwa tetangga akan berhak mendapatkan waris. Selama ini almarhum telah banyak membantu kami sekeluarga, dari hal yang paling “remeh” titip kunci rumah, sampai hal-hal yang butuh keterampilan khusus seperti memperbaiki kendaraan. Semoga secuil amal kami ini menjadi wasilah keridhaan Allah. Aamiin.

Wallahu a’lam bishawwab.

Konsultan Ketahanan Keluarga RKI (Rumah Keluarga Indonesia). Tenaga Ahli Fraksi Bidang Kesra, Mitra Komisi viii, ix, x. Ibu dari 7 putra-putri penghapal Alquran. Lulusan S1 Jurusan Teknologi Pertanian IPB, dan S2 di Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...