Topic
Home / Berita / Nasional / Ongkos Naik Haji Harus Ada Struktur Biaya yang Jelas

Ongkos Naik Haji Harus Ada Struktur Biaya yang Jelas

hajidakwatuna.com – Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia menilai bahwa pemerintah harus memaparkan struktur biaya yang jelas dari pelaksanaan ibadah haji sebelum menentukan biaya penyelenggaraan ibadah haji bagi para calon haji.

“Setiap tahun ada persoalan sama dalam penyelenggaraan ibadah haji, yaitu sikap pemerintah yang tidak memberi ruang bagi masyarakat untuk mengkritisi biaya haji. Masyarakat sudah harus menyetor uang sebelum BPIH ditetapkan tanpa tahu ‘cost structure’ (struktur biaya) dari BPIH itu,” kata Sekjen Kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP) IAI Yusuf John di Jakarta, Kamis.

Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam diskusi Ikatan Akuntan Indonesia dan Majalah Akuntan Indonesia tentang “Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Dana Haji”. Dia berpendapat masyarakat seharusnya tahu sejak awal mengenai setiap komponen biaya dari BPIH yang harus dibayar untuk melaksanakan ibadah haji sebelum mulai menyetorkan uang untuk tabungan haji.

“Harus ada perincian jelas yang menjadi dasar bagi penetapan BPIH. Jadi, ‘cost structure’ BPIH itu maksudnya adalah perincian komponen-komponen biaya yang harus dibayar kalau seseorang mau ibadah haji. Itu rinciannya harus per orang,” ujarnya.

Yusuf mengatakan bahwa IAI sejauh ini tidak mengetahui apakah Kementerian Agama mempunyai data rinci mengenai struktur biaya dari BPIH atau tidak. “Kami tidak tahu apakah Kemenag punya data itu atau tidak, yang pasti dari informasi yang diberikan ke publik, tidak ada laporan tentang “cost structure” BPIH. Kalau komponen yang besar, kita bisa lihat seperti biaya pemondokan dan transportasi,” katanya.

Sementara itu, lanjutnya, untuk biaya-biaya kecil seperti untuk kesehatan dan paspor cenderung tidak diketahui apakah itu masuk dalam komponen BPIH atau tidak. “Kalau memang biaya yang kecil itu disubsidi negara maka harus diungkapkan agar masyarakat bisa tahu bahwa BPIH itu tidak termasuk biaya-biaya tertentu yang sudah dibiayai negara,” ucap Yusuf.

Sekjen KASP IAI itu mengatakan masyarakat sampai sekarang tidak bisa menilai dengan akurat apakah BPIH yang ditetapkan terlalu tinggi atau tidak karena pemerintah tidak pernah menyampaikan struktur biaya dari BPIH. “Beberapa orang ada yang menilai BPIH kita lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara tetangga, tetapi kita tidak tahu pasti selama kita tidak tahu ‘cost structure’ BPIH,” katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah perlu memaparkan struktur biaya yang jelas dari BPIH agar terwujud prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana ibadah haji. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan agar pemerintah membentuk badan khusus untuk penyelenggaraan ibadah haji di luar Kementerian Agama guna meningkatkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengelolaan dana haji.

“Kami mengusulkan pembentukan badan khusus untuk menyelenggarakan ibadah haji dan mengelola dana haji di luar Kementerian Agama. Masalahnya, apakah Kemenag mau fungsi penyelenggaraan ibadah haji dipisah darinya?,” kata peneliti ICW Firdaus Ilyas.

Firdaus mengatakan ICW menyarankan agar Undang-Undang No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji direvisi guna memisahkan fungsi regulasi, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji, yang selama ini berada di bawah Kementerian Agama.

“Memang lebih baik dipisahkan, artinya Kemenag hanya memegang fungsi regulasi, maka perlu dibentuk badan khusus bisa BLU (Badan Layanan Umum, red) atau BUMN untuk pengelolaan ibadah haji,” tuturnya.

Peneliti ICW itu menilai penting pemisahan fungsi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dari Kemenag karena LSM pemantau korupsi itu menilai banyak kejanggalan dalam proses penyelenggaraan, khususnya terkait pengelolaan dana haji.

Menurut Firdaus, ICW menemukan beberapa persoalan dalam pengelolaan keuangan dana haji, khususnya terkait penggunaan dana optimalisasi yang merupakan bunga dari setoran awal calon haji.

“Dalam catatan ICW, dana optimalisasi itu selama ini lebih banyak masuk ke kantong Kemenag, misalnya untuk pelatihan dan sebagainya. Padahal, dana untuk kebutuhan seperti itu sudah dianggarkan dalam APBN,” ungkapnya. (jhu/sbb/dakwatuna)

 

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

(

Berikan Klarifikasi, Dubes Arab Saudi Bantah Ada Larangan Haji Palestina

Figure
Organization