Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Man Jadda Wajada Saja Tidak Cukup

Man Jadda Wajada Saja Tidak Cukup

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (majix1.deviantart.com)
Ilustrasi (majix1.deviantart.com)

dakwatuna.com – Pepatah berbahasa Arab ini “Man Jadda Wajada” pernah begitu bergema ketika kalimat tersebut menjadi jargon dalam film Negeri 5 Menara yang tayang serentak beberapa waktu lalu di bioskop tanah air. Ya, sepenggal kalimat inspiratif yang mampu memberikan semangat dalam meraih cita-cita dan impian. “Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil”. Film yang diangkat dari novel laris dengan judul yang sama karya Ahmad Fuadi itu terinspirasi dari pengalaman penulisnya ketika menimba ilmu yang mencerahkan di Pondok Modern Gontor

Di kota kami, Tanjung Pinang film fenomenal itu memang tak dapat hadir, karena tidak memiliki gedung bioskop. Namun penulisnya bersama Andi F. Noya yang menjadi duta baca Perpustakaan Nasional sudah pernah hadir di kota kami pada “Pencanangan Gerakan Membaca Provinsi Kepulauan Riau” yang diselenggarakan Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah Provinsi Kepri beberapa waktu lalu.

Para pelajar dan undangan yang hadir pada saat itu sangat beruntung karena novel best seller karya A. Fuadi itu dijadikan souvenir cantik yang menginspirasi. Dan benar saja, novel tersebut menjadi salah satu motivasi bagi banyak pelajar untuk melanjutkan pendidikan ke berbagai pondok pesantren.

Kembali ke gema Man jadda wajada yang begitu membius, sampai-sampai disebut bak sepenggal mantra ajaib. Mengapa sepenggal? Karena man jadda wajada saja memang tidak cukup. Dibutuhkan sepenggal pepatah lagi untuk melengkapinya. Yaitu Man Saaro’ Aladdarbi washola yang artinya “Siapa yang berjalan pada lintasan atau trek yang benar, maka dia akan sampai di tujuan. Oleh karena itu semangat atau spirit Man jadda wajada ini harus diaplikasikan dengan tepat.

Karena ternyata kata jadda, yang berarti bersungguh-sungguh saja tidak cukup. Memang benar bahwa setiap impian, betapapun tingginya, bila diperjuangkan dengan kesungguhan niscaya akan terwujud. Namun yang harus diingat, tentu saja kita harus pintar-pintar memilih jalannya. Pilih yang Allah ridha atau sebaliknya. Sejatinya man jadda wajada harus diaplikasikan dengan kerja keras (hard work), cerdas (smart work) dan halal. Ini berarti kesungguhan dan kerja keras saja tidak cukup. Apalagi bila sampai menghalalkan segala cara.

Oleh karena itu spirit man jadda wajada harus dilengkapi dengan penggalan berikutnya. Yaitu “Man Saaro’ Aladdarbi washola”. Ad-darb, artinya jalan dan “Saaro” adalah modal yang harus dimiliki. Modal di sini bisa berarti pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap mental atau attitude yang baik. Pengetahuan bisa didapat dari mana saja dan keterampilan bisa diasah dan dilatih terus menerus. Namun yang menjadi sandungan adalah ketika kita tidak memiliki attitude atau sikap mental yang baik.

Lihat saja berapa banyak yang sudah mengaplikasikan spirit ini dalam hidupnya. Meniti karir dari bawah, menaiki anak tangga demi anak tangga dengan kesungguhan dan perjuangan. Namun ketika cita-cita sudah dicapai, jabatan dan posisi idaman sudah dalam genggaman, man jadda wajada ditinggalkan, ad-darb sudah melenceng dari lintasannya. Terbuai dalam zona nyaman, tidak mau bersusah payah lagi. Kalau bisa didapat dengan mudah, mengapa harus mempersulit diri. Akhirnya harus turun dengan cara menyakitkan, jatuh dan terhempas. Tak heran bila setiap hari kita dijejali dengan berita penipuan, penggelapan dan kasus korupsi.

Yang memprihatinkan dan membuat miris adalah ketika pelaku yang menjadi berita tersebut adalah tokoh muda. Para pemuda calon pemimpin bangsa yang semula mempunyai track record yang baik. Namun terjebak dalam kasus-kasus korupsi, manipulasi dan penyalah-gunaan kekuasaan. Sungguh sangat disayangkan.

Apakah mereka salah mengaplikasikan sepenggal mantra sakti man jadda wajada? Ya, mungkin saja dalam proses mencapai tujuannya itu walau dengan kerja keras namun menghalalkan segala cara. Keluar dari ad-darb disebabkan tidak kuat menghadapi godaan yang amat dahsyat.

Ditambah lagi bila berada dalam sistem yang memang sudah korup. Sehingga ketika belum sampai di puncak, sudah gamang. Karena makin ke atas, memang makin kencang angin bertiup. Sebaiknya setelah cita-cita dapat diraih, jangan sampai kita menjadi kufur nikmat, lalai dan tergoda dengan dunia gemerlap yang melenakan. Karena keberhasilan, kesuksesan dan kenikmatan hidup juga merupakan bagian dari ujian atau cobaan.

Man jadda wajada sejatinya harus diterapkan secara terus menerus, walaupun sudah berhasil meraih apa yang diimpikan. Karena orang yang berhasil adalah mereka yang justru tidak pernah berhenti berproses untuk menjadi lebih baik.

Tetapi bila sudah menggunakan jurus man jadda wajada waman saaro’ alard darbi washola belum berhasil tentu saja tidak boleh patah semangat. Ingatlah man shabara zafira, siapa yang bersabar, akan beruntung. Terus berusaha, lebih bersungguh-sungguh, stay on the track, dan jangan lupa usaha keras yang kita lakukan harus diiringi dengan doa. Yakinlah bahwa kesungguhan akan membuahkan keberhasilan dan tetap semangat untuk bangkit dan arif memandang tantangan.

Dan bila telah berhasil itu bukan semata-mata hasil kerja keras kita, tetapi juga berkat doa dari orang-orang terdekat kita dan tentu saja atas izin-Nya. Selanjutnya yang terpenting adalah menyadari bahwa semua yang kita miliki ada batas waktunya, karena semua itu adalah pinjaman-Nya semata.

Oleh karena itu apapun kondisi yang dialami, jadikan syukur dan sabar sebagai sikap yang selalu tercermin dalam keseharian kita. Bersungguh-sungguh dalam setiap pekerjaan, namun tetap dalam rambu-rambu atau rel yang benar.

Mari jadikan spirit “Man Jadda Wajada wa Man Saaro’ Alard-darbi Washola dan man shabara zafira” sebagai motivasi dalam keseharian kita. Semangat merenda hari depan dan semoga kesuksesan yang dicapai berkah dan memberi manfaat bagi diri sendiri, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Semoga kita tetap istiqamah, walaupun hidup dalam kepungan dan gempuran gaya hidup hedonis yang tersaji di ruang-ruang publik. Aamiin Ya Rabb….

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis. Saat ini tergabung dalam komunitas Gerakan Kepulauan Riau Gemar Menulis. Alhamdulillah beberapa artikel opini dimuat di harian lokal Haluan Kepri dan beberapa cerpen pernah dimuat di Tanjung Pinang Pos.

Lihat Juga

Bentuk-Bentuk Penyimpangan di Jalan Dakwah (Bagian ke-3: Persoalan Jamaah dan Komitmen (Iltizam))

Figure
Organization