Topic
Home / Pemuda / Suara Rohis-OSIS / F4 di SMAN 12 Medan

F4 di SMAN 12 Medan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi – SMA Negeri 12 Medan. (twitter.com/SMANegri12Medan)
Ilustrasi – SMA Negeri 12 Medan. (twitter.com/SMANegri12Medan)

dakwatuna.com – Remaja tidak bisa terlepas dari yang namanya mall, teman dan gosip, ini definisi ala cewek. Ya hidupku saat itu penuh dengan hal yang berhubungan dengan cewek. Hal ini tidak bisa terlepas hingga aku juga meranjak remaja. Bersekolah ini SMA Negeri adalah cita-cita yang telah tertuang dalam benakku. Entah mengapa, aku seakan memiliki tekad yang kuat dengan berbagai alasan kenapa aku ingin masuk sekolah negeri daripada swasta yang telah aku jalani selama di SD tiga tahun. Aku seakan menikmati pergaulan yang benar-benar tumbuh di lingkungannya bukan tumbuh hanya dengan orang yang berada dalam lingkup yang sama yaitu berdasarkan agama. Tapi kenyamanan itu tidak membuatku nyaman, karena aku berada yang lingkungan yang bernama zona nyaman. Aku ingin bergabung dan berkompetisi dengan lawan yang berasal dari berbagai sekolah yang terbaik di Medan. Tapi kalau di swasta, aku mengira bahwa persaingan biasa saja menurutku zona nyaman tak membuatku mudah untuk berkompetisi.

Aku mendaftar di SMA Negeri 12 Medan dengan jalur murni yaitu tes. Alhamdulillah aku terpilih di sekolah ini dan bersaing dengan ratusan pendaftar yang berasal dari Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) negeri maupun swasta. Aku bersujud syukur ketika ku tahu, namaku terdaftar di sekolah ini. Dan aku terpilih menjadi penghuni kelas I-2. Yang dari sekian banyak murid yang diterima di sekolah ini, yaitu sekolah yang sudah tua. Namun, ada satu kebanggaan ketika memasuki sekolah ini, karena dari turun temurun, sepupu-sepupuku tidak ada yang berhasil mendaftar di sini dikarenakan Nilai Ebtanas Murni (NEM)nya tak mencukupi sehingga kegagalan yang tertunda dan sekarang akulah yang berhasil lolos dalam persaingan yang ketat ini dengan menggunakan nilai NEM SLTP ku.

Gank D’lima muncul karena latar belakang ROHIS. Kami anak-anak yang tergabung dalam ROHIS yang bernama BINTALIS. Kami baru saja bergabung dalam wadah yang sama dan baru saja kenal di kelas satu i sekolah ini. Sebelumnya kami tidak mengenal satu sama lain karena berasal dari sekolah yang berbeda, ada yang berasal dari swasta yaitu MTS Negeri, SMPN 7 Medan, SLTPN 18 medan. Kami dipertemukan dalam organisasi yang membesarkan aku dan teman-teman. Kami adalah kelompok anak-anak yang tergabung di kelas yang berbeda ada Wulan dan Dian di kelas I-1 yang merupakan kelas unggulan, aku dan Winda di kelas I-2 merupakan kelas unggulan kedua, Teta di kelas I-3 dan Shand yang paling dibuang di kelas I-5. Kami adalah anak-anak yang baik, shalihah dan kami semua adalah keturunan wong Jowo, tapi aku dan Shand yang tak bisa menggunakan bahasa Jawa karena di rumah, orangtua tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar komunikasi.

Ada hal yang menarik yang kutemui di BINTALIS…apa tuh. Ohh, ada sekelompok kakak kelas yang cool dan keren-keren. Mataku tak pernah jemu memandang dan mengagumi kaum adam yang mempesona aku dan perempuan-perempuan yang ada di sekolahku. Berbagai cerita tentang mereka selalu hadir dan menjadi tranding topic and hot news. Entah kenapa aku dan perempuan-perempuan lainnya bisa tersihir oleh mereka, apalagi mereka berada di kelas III-IPA unggulan dan juga IPS. Sekali lagi, mata tak pernah jemu untuk memandang keindahan Sang Maha pencipta melalui ciptaan-Nya yang begitu mengagumkan.

Saat itu aku dan teman-teman D’lima yaitu singkatan  kami semua yang memiliki huruf “d”, di masing-masing namanya kecuali Wulan (Farida, Sri Handayani atau disingkat Shand, Teta Pradipta, Dian Juliani dan Winda  Pratiwi. Semuanya komplit dengan “d”, tapi perempuan satu ini Sri Wulani tidak, ia tidak memiliki huruf “d”.  Namun, ia adalah andalan kami saat belajar kelompok begitu juga Dian yang pintar. Wulan menduduki posisi 3 besar di kelas I tak hayal, ia begitu disayangi banyak guru dan cukup kritis anaknya. Kalau Dian juga mendapatkan posisi 10 besar, memiliki ambisius tinggi, cekatan tapi wajahnya paling garang di antara kami apalagi kalau tak ada senyum yang diberikannya, maka akan terasa sangat asam dan bahkan pahit terasa melihat wajahnya hehe…(peace Dian). Dian terkadang bisa dikatakan anak yang selalu ingin berkompetisi dengan Wulan secara sehat dan tak mau kalah pamor dengan Wulan, bagaimanapun pamor Wulan tetap selalu di atas rating Dian.

F4

Setiap kali bertemu mereka, aku seperti melihat artis F4 di sekolah, entahlah mengapa mataku seakan tak bisa berkedip ketika mereka menghampiri barisan aku dan teman-temanku D’lima yang selalu berkumpul di Mushalla. Senyum mereka yang seakan membius kami ketika melihatnya, mungkin aku terlalu lebay untuk menyampaikannya tapi aku juga simpatik pada mereka karena mereka cerdas, shalih, keren plus cool kayak kulkas hehe. Apalagi BINTALIS yang menjembatani aku dan teman-temanku untuk selalu melihat dan mengintai kegiatan mereka. F4 versi sekolahku ini dibingkai dengan batas-batas Islami. Tapi, aku belum sadar ternyata seniornya yang kuincar telah memiliki pacar di kelasnya juga. Yup, senior yang ku incar bernama kak Rully. Orangnya putih, agak berisi (bisa dikatakan agak gendut tapi gak gendut amatlah), kalem dan cool abis. Dibalik seluruh F4 yang selalu menjadi incaran kami para perempuan di sekolah yang tak pernah beralih dari pandanganku adalah kak Rully. Tapi, setelah kutahu dia memiliki pacar pupuslah harapanku dan aku hanya bisa berharap untuk mereka (dia dan pacarnya) segera putus, namun aku juga tak menginginkan pacaran karena kutahu pacaran itu tidak ada di dalam Islam.

Ada juga ketua OSIS yang tergabung dalam anggota F4 yang namanya kak Nailul. Kak Nai kami menyapanya, orang sopan, bersahaja dan penuh pesona tapi aku tak menyukainya hanya kagum karena dia adalah ketua OSIS di sekolah dan keramahtamahan yang ada pada dirinya.

Grup F4 juga selain basisnya ada di BINTALIS, mereka juga menaungi yang namanya OSIS dan salah satu ketua OSISnya kak Nai ini. Dan beberapa Departemen yang berada di naungan OSIS juga dipegang oleh kakak-kakak yang tergabung dalam BINTALIS. Terbukti dengan hal tersebut, aku dan teman-teman menjadi tertarik dengan yang namanya BINTALIS. Awal mula bergabung dengan BINTALIS karena keramahtamahan kak Nai, selanjutnya grup F4 yang juga merupakan tim nasyid sekolah yang memiliki suara bagus dan penampilan yang keren abis…hehe, lagi-lagi memuji yang berlebihan tentang mereka.

Perpisahan anak kelas III

Perpisahan anak kelas tiga merupakan hal yang menyedihkan bagi banyak perempuan-perempuan yang mengagumi kelompok F4. Pasalnya, kami tak akan pernah bertemu, melihat bahkan mengikuti perjalanan harian mereka lagi. Aku jadi teringat masa di awal MOS siswa baru, kita disuruh untuk mencari 50 tanda tangan dari senior-senior yang ada di sekolah. Pengumuman itu diberitahu di awal MOS berlangsung,  agar di hari terakhir kami yang tercatat masih anak ingusan ini mengumpulkan tanda-tangan tersebut sebanyak mungkin dan tidak ada yang kurang dari 50 tanda tangan, selain itu sarana mengenal kakak-kakak senior yang ada di sekolah agar ketika bertemu di jalan bisa saling menyapa.

Perpisahan kelas 3 ini membuatku pilu dan juga teman-teman perempuan lainnya. Karena kami tak akan bisa lagi melihat grup F4 di sekolah, kecuali mereka mengunjungi sekolah. Tetapi, anggota F4 tetap akan mengunjungi Mushalla dan menjadi Alumni di setiap acara yang diadakan BINTALIS atau juga menjadi pemateri ketika TABIN dan Pesantren Kilat sehingga bisa memudahkan aku dan teman-teman yang mengagumi mereka masih dapat melihat mereka. Kemungkinan-kemungkinan itu bisa terjadi karena ikatan mereka dengan BINTALIS masih sangat kuat dan belum bisa terlepas dari ikatannya. Karena ROHIS ini berkembang baru-baru saja dan di tahun awal mereka menginjakkan diri ke sekolah itu adalah perjalanan karir BINTALIS.

Lama kelamaan aku menjadi sadar, bahwa rasa suka di dalam Islam haruslah dibatasi karena rasa suka, kagum, simpati atau yang sejenisnya itu harus di bingkai dalam tali yang namanya ikatan ukhuwah. Aku kira ini adalah ukhuwah yang terjalin dengan indah di masa SMA. Seberapapun aku kagum pada seniorku tetap saja masih ada batas-batas yang harus aku patuhi sebagai seorang muslimah. Dan ketika grup F4 tidak ada lagi dan kami telah beranjak menjadi penghuni kelas 3, aku dan teman-teman yang tergabung di BINTALIS membicarakan mengenai artis-artis F4 yang selalu membuat galau hati para perempuan di sekolah. Dan ternyata bukan hanya aku saja yang ngefans berat terhadap F4 tapi rata-rata teman akhwat yang ada di BINTALIS juga ngefans berat dengan mereka. Bukan hanya gank D’lim saja tapi juga akhwat yang dulunya kami kenal sangat eksklusif dan pamornya lebih tinggi dari kami ternyata diam-diam memendam rasa juga kepada senior yang paling digandrungi seantero jagad SMAN 12 Medan saat itu. Dan kami hanya saling tertawa dan memandang satu sama lain, bahwa ternyata dan diam-diam mengagumi F4 yang tak lain adalah senior kami yang tenar dengan suara, prestasi dan organisasi yang sangat mantap perkembangannya. Seru dan unik masa SMA dengan pubertas yang tinggi dan daya tarik yang tak terjangkau, sehingga harus dibatasi karena Islam membingkai rasa suka, kagum dan simpati dengan sangat indah yaitu dengan ikatan suci melalui pernikahan. Tapi, aku tak membahas masalah pernikahan ya…hehe.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Guru SDN 4 Dendang Belitung.

Lihat Juga

Salurkan Potensi Pelajar, Rohis SMAN 13 Jakarta Selenggarakan Agenda Keislaman

Figure
Organization