Topic
Home / Berita / Opini / Pesona Mahasiswa

Pesona Mahasiswa

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.comĀ 

Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan

Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan

Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan

Sebuah catatan kebanggan di lembar sejarah manusia

Wahai kalian yang rindu kemenangan

Wahai kalian yang turun ke jalan

Demi mempersembahkan jiwa dan raga

Untuk negeri tercinta

(Lagu Perjuangan Mahasiswa)

Tentu kita tidak lupa dengan lagu perjuangan mahasiswa diatas. Terutama mahasiswa yang semasa di kampusnya tak pernah lepas dari aksi/demo, kewajiban kesekian setelah kuliah dan berorganisasi. Masa-masa mahasiswa adalah masa idealisme mengalir deras. Masa ketika darah muda membuncah. Mendarah daging.

Dulu, ketika saya masih di kampus. Seorang teman pernah memberi pernyataan untuk tidak ikut-ikutan turun ke jalan bersama puluhan mahasiswa lainnya dalam aksi protes terhadap kebijakan-kebijakan yang dinilai merugikan rakyat. Mahasiswa sebagai agent of change (agen perubah), moral force (kekuatan moral) dan iron stock (stok cadangan) tentu tak bisa berdiam diri melihat realitas tatanan kebijakan penguasa yang merugikan. Alasan teman saya ini adalah masih banyak mahasiswa lain yang bisa turun ke jalan, toh ga ada saya pun, demo akan tetap berjalan dan baik-baik saja. Ketika itu saya hanya terdiam, meski ingin sekali rasanya memberikan pernyataan ketidaksetujuan. Saya mulai berpikir, apa iya ada atau tanpa ada kita, Aksi akan tetap berjalan?

Sebelum memutuskan siapa yang benar. Maka, mari kita berpikir, jika ada 1000 mahasiswa yang berpikir sama seperti itu, apa iya aksi masih bisa berlanjut?tentu tidak. Mungkin, itu analogi paling tepat ketika ada salah seorang yang masih berpikir demikian.

Beberapa tahun kemarin, kita dikejutkan dengan kenaikkan BBM. Tentu saja sebagai mahasiswa yang kritis, kondisi itu tak benar jika dibiarkan berlarut. Bangkitlah mahasiswa di seluruh tanah air, demi mencegah kenaikkan BBM. Tapi apa yang terjadi?ternyata tak sedikit masyarakat kita yang mencibir tindakan mahasiswa. Saya tidak membenarkan mahasiswa berdemo disertai kerusuhan dan kekerasan. Saya pun tak setuju dan sungguh sangat menyayangkan. Ada banyak cara yang lebih elegan dan sopan. Tentu saja. Meski masih ada anggapan tak ada kekerasan maka tak ada jalan keluar, memang sebetulnya tak perlu seperti itu. Belum lagi, mahasiswa yang dicibir karena alasan IPK rendah tapi sok-sok jago ngomongin Negara. Kini, isu kenaikan BBM kembali ramai. Semoga para mahasiswa itu belajar dari para pendahulunya dan belajar dari kejadian-kejadian kemarin. Bahwa memperjuangkan kebenaran tidak hanya dibutuhkan manusia-manusia yang lantang bersuara saja, tetapi juga integritas yang akan selalu dibawa kemana-mana dan diperhatikan oleh lingkungan serta masyarakat.

Hey, tak perlu lah kita sesinis itu. Taukah kau bahwa kritik itu akan menolong, tapi sinisme tidak membawa kita kemana-mana. Sinisme membunuh nalar dan meracuni perasaan sendiri. Saat keberadaan kita ditengah-tengah manusia tak memberi manfaat, maka tidak menyakitinya adalah hal terbaik.

Barangkali, kita perlu sedikit saja merenung dan berpikir ulang. Apa iya sekecil itu pemikiran kita. Kebaikan-kebaikan itu tetap saja bernama kebaikan, ia tak pantas dikait-kaitkan dengan jubah dan nama yang ada dibalik itu semua. Atas nama kebaikan, sudah seharusnya ia ditempatkan istimewa dalam ranah-ranah hati dan pikiran kita. Hal lumrah jika kebaikan tetap berbuah nyinyiran. Ketika nyinyiran itu membuat berhenti dari melakukan kebaikan, itu ujian pertama para pengusung kebaikan. Apakah akan berhenti atau terus berlanjut. Itu pilihan. Kemudian, kita patut menghargai bagi siapapun yang mengalami kritik di titik kritik pertama datang, membuat mereka sebagai para pengusung kebaikan tetap bertahan dan melanjutkan.

Menyandang nama mahasiswa memang tak gampang. Masyarakat akan tetap menilai dan menyaksikan wajah-wajah generasi penerus Negara ini. Akan seperti apa dan hendak dibawa kemana. Jika, belum jadi apa-apa sudah berani melakukan tindakan-tindakan yang membawa kerusakan, bukan tidak mungkin akan hilang kepercayaan masyarakat terhadap pemuda-pemudanya. Pembuktian mahasiswa sebagai agent of change, moral force dan irocn stock tak hanya dilihat seberapa banyak aksi yang dilakukan dan seberapa sering aksi-aksi yang dilakukan menembus tahapan-tahapan ring yang dijaga ketat. Tetapi, pembuktian-pembuktian itu harus terwujud menjadi peran-peran mahasiswa sebagai anak yang dititpkan orangtuanya untuk kuliah. Untuk belajar. Tak melulu aksi, demo dan organisasi. Tapi tak melulu juga study oriented, perpustakaan dan kosan. Kedua nilai ini harus sudah tertanam ke dalam pikiran-pikiran mahasiswa di era ini. Mahasiswa aktif berorganisasi dan IPK tinggi, kiini menjadi pilihan ideal. Karena baru begitu, mahasiswa menjadi punya nilai dan dukungan. Ketika tak ada yang bisa ditunjukkan, maka tak ada yang bisa dibuktikan. Racauan tinggallah racauan. Dukungan lemah. Daya magnetis kurang. Kepemimpinan kharismatik pun lenyap. Sosok tokoh-tokoh teladan hanya tinggal sejarah. Padahal sejatinya, mahasiswa-mahasiswa itu sendiri yang harus mengukirkan sejarahnya di bumi tercinta_mengutip pidi baiq_dengan pikiran yang terus membumi dan hati yang akan terus melangit.

Sambil terus mengasah kepemimpinan sebagai agen perubah, menyempurnakan apa-apa yang kurang adalah menjadi prioritas. Tak ada rambu merah untuk terus meningkatkan diri. Tak boleh cukup dengan apa yang sudah dimiliki. Karena diam berarti mati

Redaktur: Aisyah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
lulusan Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran, semasa di kampus sangat aktif dalam berorganisasi dan berbagai kepanitiaan. Sangat suka menulis dan membaca buku-buku pergerakan dan perjuangan. Suka juga menulis puisi

Lihat Juga

Pemimpin adalah Cerminan Rakyat

Figure
Organization