dakwatuna.com – Jakarta. Keinginan Polwan untuk diperbolehkan mengenakan jilbab saat bertugas semakin kuat. Guna mendapatkan dukungan agar boleh mengenakan jilbab saat mengenakan seragam dinas, muncul grup ‘Dukung Polwan Berseragam di Izinkan Menggunakan Jilbab’ di Facebook.
Ustaz Wahfiudin yang mengaku mendapatkan curahan hati seorang polwan yang mengeluh karena tidak diizinkan mengenakan jilbab saat berseragam, mengatakan, grup Facebook itu dibuat para polwan yang ingin berjilbab untuk meminta dukungan. Saat ini, grup itu mendapat respon 1.334 Facebooker.
“Jeritan hati perwira Polwan tersebut juga telah disampaikan ke MUI, para ulama dan DPR RI,” ujar polwan yang tidak bersedia disebutkan namanya kepada Ustaz Wahfiudin.
Sebelumnya, seorang polwan yang berdinas di Polda Jawa Tengah mengeluhkan karena dilarang memakai jilbab saat mengenakan seragam polisi. Bahkan, kapolri mengeluarkan surat edaran jika pemakaian jilbab dengan seragam dinas polisi hanya diperbolehkan bagi polwan yang berdinas di Polda Nanggroe Aceh Darussalam.
Di general information grup tersebut tertulis, jika keinginan para polwan menutup aurat terbentur dengan belum ada peraturan kapolri yang mengatur tentang penggunaan seragam polwan berjilbab di luar Polda NAD. Padahal, polwan yang curhat kepada Ustaz Wahfiudin menyatakan, berjilbab tak mengganggu aktivitas polwan sebagai pelayan masyarakat.
Grup Facebook itu juga menerangkan sejarah kelahiran polwan di Indonesia. Berikut kutipan nya:
Sejarah kelahiran Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia tak jauh berbeda dengan proses kelahiran Polisi Wanita di negara lain. Penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan kaum wanita baik korban maupun pelaku kejahatan.
Polwan di Indonesia lahir pada 1 September 1948, berawal dari kota Bukit Tinggi Sumatera Barat ketika pemerintah Indonesia menghadapi Agresi II pengungsian besar-besaran antara lain dari semenanjung Malaya yang sebagian besar kaum wanita. Mereka tidak mau diperiksa apalagi digeledah secara fisik oleh Polisi pria.
Pemerintah Indonesia menunjuk SPN (Sekolah Polisi Negara) Bukit Tinggi untuk membuka ‘Pendidikan Inspektur Polisi’ bagi kaum wanita, setelah melalui seleksi terpilih 6 (enam) orang gadis remaja yang kesemuanya dari ranah minang al; Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina, Dahniar, Djasmainar dan Rosnalia.
Ke enam gadis remaja tersebut secara resmi tanggal 1 September 1948 mulai mengikuti Pendidikan Inspektur Polisi di SPN Bukit Tinggi , sejak itu dinyatakan lahirlah polisi wanita yang akrab dipanggil polwan. Ke enam polwan angkatan pertama tersebut juga tercatat sebagai wanita ABRI pertama di tanah air yang kini kesemuanya sudah pensiun dengan rata-rata berpangkat Kolonel Polisi (Kombes).
Tugas polwan di Indonesia terus berkembang tidak hanya menyangkut masalah kejahatan wanita, anak-anak dan remaja, narkotika dan masalah administrasi bahkan berkembang jauh hampir menyamai berbagai tugas polisi prianya. Bahkan di penghujung tahun 1998, sudah lima orang polwan dipromosikan menduduki jabatan komando (sebagai kapolsek). Hingga tahun 1998 sudah empat orang polwan dinaikkan pangkatnya menjadi Perwira Tinggi berbintang satu.
Kenakalan anak-anak dan remaja, kasus perkelahian antar pelajar yang terus meningkat dan kasus kejahatan wanita yang memprihatinkan. Dewasa ini adalah tantangan amat serius bagi Korps Polisi Wanita untuk lebih berperan dan membuktikan eksistensinya di tubuh Polri. Hingga saat ini juga sudah ada polwan yang memegang jabatan sebagai kapolres dan kapolda. (rn/kru/rol)
Redaktur: Saiful Bahri
Beri Nilai: