[caption id="attachment_32199" align="alignright" width="320"] Status Twitter terakhir Uje. (Twitter.com)[/caption] dakwatuna.com - Ada yang menarik dari kematian dai gaul, ust Jefry Al-Buchori yang akrab dikenal dengan Uje. Di akhir-akhir status akun Twitter Uje, @jefri_buchori, ia menulis status tentang “Kembali kepada-Nya”, berupa: [embed]https://twitter.com/jefri_buchori/status/311893324522991616[/embed] Saat ini dipublish dengan aplikasi "Path" tersebut telah di-retweet lebih dari 48 ribu kali dan menjadi favorit oleh lebih dari 9 ribu pengguna Twitter. Uje termasuk salah seorang ustadz gaul yang pasti perhatian dengan sosial media, hingga beliau memiliki akun FB dan twitter. Karena baginya media sosial merupakan dunia komunikasi komunitas tertentu di dunia maya yang sama pentingnya dengan pergaulan sosial di dunia nyata. Kehidupan sosial yang harus disentuh dengan kata-kata dan nasihat yang menyadarkan akan hakikat dan kehidupan. Jika kita tengok secara menyeluruh, maka sebenarnya ajakan untuk aktif atau memiliki akun di sosial media mendapat tanggapan yang beragam. Ada yang merespon positif seperti almarhum ust Uje dan aktivis lainnya dan ada pula yang dingin, lagi pesimis. Bermacam argumen dan alasan juga telah dikemukan oleh masing-masing kelompok yang dapat menguatkan sikapnya atas ajakan tersebut. Tulisan ini bukan untuk memperdebatkan, setuju atau tidak setuju. Tulisan ini hanya untuk memberikan pijakan norma langit yang dipegang oleh mayoritas warga Indonesia. Perkembangan teknologi komunikasi dan gadget akhir-akhir ini sedikit banyak telah banyak merubah perilaku individu dan institusi dalam berkomunikasi dengan orang lain. Media sosial, minimal facebook dan twitter menjadi hal yang biasa dalam kehidupan sosial seseorang sehari-hari. Bahkan sudah menjadi pendamping dalam segala aktivitasnya. Kenyataan ini sulit untuk dipungkiri, apalagi data menyebutkan, menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) didapat bahwa pengguna Internet di Indonesia pada akhir tahun 2012 mencapai 63 juta orang atau sekitar 24,23% penduduk Indonesia. Mari kita runut sedikit lebih mendasar. Manusia sebagai makhluk sosial merupakan sebuah fakta yang selalu dimanfaatkan oleh produser alat komunikasi dan teknologi dalam pengembangan produknya. Produk alat komunikasi saat ini telah sampai pada tingkat integrasi yang sangat memanjakan penggunanya. Gadget (HP, tablet atau laptop) zaman sekarang bagi seseorang ibarat pedang bagi orang zaman dahulu. Jika alat tersebut tidak digunakan untuk memotong, maka pedang itulah yang akan memotong pemiliknya. Jika tidak digunakan untuk kebaikan, maka ia akan menyengsarakan hidup akibat digunakan untuk kejahatan atau maksiat. Dalam perspektif dakwah Islam, semua sarana seharusnya dapat digunakan untuk penyebaran dakwah Islam dan sarana peningkatan pemahaman umat Islam akan ajarannya seperti yang sudah dilaksanakan oleh para dai dan aktivis kemanusiaan. Dalam tinjauan syariat Islam, kita dapat menemukan banyak nash yang mengisyaratkan bahwa manusia bertanggung jawab atas kata-kata dan tindakan, termasuk apa yang dia tulis. Firman Allah: فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَـذَا مِنْ عِندِ اللّهِ لِيَشْتَرُواْ بِهِ ثَمَناً قَلِيلاً فَوَيْلٌ لَّهُم مِّمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُونَ “Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya, "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah:79) وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun". (Al-Kahfi: 49) وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الزُّبُرِ وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُسْتَطَرٌ Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis. (Al-Qamar:52-53) Ibnu Katsir mengomentari ayat إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (Al-Qamar: 18), kecuali dia mempunyai pengawas yang akan mencatatnya, tidak ada yang tertinggal, perkataan dan perbuatan, semuanya masuk dalam catatannya sebagaimana firman Allah, وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَاماً كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithar: 10-12) Karena itu setiap manusia harus merasakan pengawasan dari Allah Taala. Hal ini juga harus berhati-hati untuk menggunakan teknologi komunikasi sosial yang cepat merambah ke seluruh dunia, baik untuk mengajak orang untuk mengenal Allah dan saling menasehati serta berbuat kebaikan kepada orang lain sebagaimana firman Allah, وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا Katakanlah kepada manusia yang baik-baik (Al-Baqarah: 83) وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku, "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (Al-Isra:53) As-Sa’di berkomentar dalam tafsir ayat ini, hal ini meIiputi semua perkataan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, berupa bacaan, dzikir, ilmu, ajakan kebaikan, mencegah kemungkaran dan perkataan yang lemah lembut kepada orang lain dengan segala tingkatannya. Apabila berlaku suatu urusan antara dua kebaikan, maka diutamakan ambil yang terbaik dari keduanya jika tidak bisa digabungkan. Perkataan yang baik akan menginspirasi orang lain untuk berbuat baik. Siapa yang dapat menguasai lidahnya (perkataannya), maka ia akan menguasai semua urusannya. Imam Nawawi menjelaskan hadits: من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصمت “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” Jika seseorang harus berkata-kata, maka segala perkataannya haruslah yang baik dan mendatangkan pahala (kebaikan). Perkataan pada hal yang wajib ataupun sunnah, maka hendaklah ia mengatakannya. Apabila nampak baginya bahwa perkataannya tidak akan mendatangkan kebaikan, maka hendaklah ia menahan diri untuk tidak berkata dan pada saat itu, ia diperbolehkan untuk tidak mengatakan apa-apa khawatir tergelincir pada hal-hal yang diharamkan atau dibenci oleh Islam. Hadits ini mendorong seseorang untuk diam. Kalaupun harus berkata, maka perkataannya adalah lebih baik daripada diam. Orang bijak mengatakan, “Perkataan yang baik itu ibarat ghanimah dan diam adalah keselamatan, maka ghanimah adalah lebih baik dari hanya sekadar selamat.” Mereka berkata, “Berkata yang baiklah, maka kamu akan mendapatkan ghanimah dan diamlah dari berkata yang tidak baik, maka engkau akan selamat.” Disebutkan bahwa seseorang berkata kepada Umar bin Abdul Aziz, “Orang yang diam karena ilmu sama seperti orang yang berbicara karena ilmu.” Umar kemudian berkata, “Aku berharap semoga keadaan orang yang berkata karena ilmu lebih utama di hari Kiamat karena ia telah mendatangkan manfaat kepada manusia dan yang berdiam hanya mendatangkan manfaat untuk dirinya saja. Jadi, setujukah jika kita mengatakan bahwa aktivitas di sosial media menjadi hal yang bermanfaat untuk agama dan kemanusiaan? *Artikel ini pertama kali dimuat di kompasiana.com pada tanggal 27 April 2013, jam 21.12 WIB dan dimuat ulang di dakwatuna setelah mengalami revisi sesuai dengan karakter dakwatuna