Berkah dan Media Penyebaran Islam di Indonesia; “Menilik Perspektif: Wasiat Politik Kelautan”

ilustrasi (media online)

dakwatuna.com – Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Dari keduanya keluar mutiara dan marjan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Milik-Nyalah kapal-kapal yang berlayar di lautan bagaikan gunung-gunung. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Qs. Ar- Rahman: 19-25)

Seperti yang kita ketahui seluruhnya, bahwa 2/3 atau 71% dari bagian dunia merupakan lautan. Dari mulai perairan tenang hingga perairan terbuka, dan berbagai samudra di belahan dunia. Laut merupakan salah satu berkah dari Allah SWT yang diberikan kepada seluruh makhluk di bumi-Nya, juga termasuk manusia.

Bersamaan dengan turunnya surat Al-Alaq ayat 1-5, Muhammad diangkat oleh Allah SWT sebagai Rasulullah – Rasul Allah. Beliau menerima wahyu tersebut dalam kondisi ummi – orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Namun urgensi dan kekuatan syiar akan ajaran Tauhid inilah yang membawa sosok pemimpin dan orang berprofesi sebagai wirausahawan ini dengan gemilang dapat berhasil menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia.  Berbagai metode syiar disampaikan, menembus daratan, melewati berbagai lembah. Tentunya sejarah dapat diubah hanya dengan realitas sarana yang sangat sederhana, dengan Rahmat Allah yaitu laut.

Wasiat Politik Kelautan

Di dalam Al-Qur’an telah disampaikan 40 ayat tentang laut dan maritim [1]. Salah satu interpretasi saya ada pada ayat yang disampaikan di awal tulisan ini. Di dalamnya, bermuatan “wasiat politik kelautan” yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Dia membiarkan dua laut mengalir yang (kemudian) keduanya bertemu. Di antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Bila kita ketahui, Maha Besar Allah dan segala firman-Nya, bahwa Selat Gibraltar bertemu dan membuat suatu gradasi warna biru muda dan biru tua yang bertemu tanpa ada yang melampaui salah satunya. Ya, Allah telah mengajarkan dan menyerahkan bahwa media syiar Umat Muslim ketika itu lewat penguasaan kemaritiman dan kebaharian. Hal ini mendukung salah satu teori yang menyatakan masuknya Islam ke Indonesia, yaitu Islam masuk bersama para pengusaha jazirah Arab, ketimbang dari pedagang -pedagang Gujarat India. Nusantara sebagai negara kepulauan dan produsen rempah-rempah, tersekat jauh antar-pulau dan dengan Timur Tengah, juga oleh samudra yang luas. Tidak ada pilihan lain kecuali melalui jalan laut niaga. Hal inilah yang memulai syiar masuknya Islam ke Indonesia.

Laut juga seperti kita tahu, dapat dianalogikan sebagai open system– sebuah ekosistem terbuka yang mendukung perniagaan pedagang Arab untuk menyebarkan Islam. Seperti contohnya, terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam awal di Indonesia, berawal dari sisi kelautan. Lewat bahasa, transaksi, hingga terbentuknya masjid dan regenerasi kader dakwah di berbagai pulau dan sisi Indonesia. Salah satu cerita yang terkenal ada ketika adanya pendaratan armada Laksamana Besar Ceng Ho di daerah Jawa yang berperan juga dalam penyebaran Islam.

Dengan adanya transportasi kelautan dan perniagaan inilah, menjadikan Islam secara cepat tersebar ke seluruh kepulauan Nusantara. Pengembangannya melibatkan setiap Muslim dengan berbagai profesinya, dan keinginan tiap insan untuk menyebarkan kebaikan. Dengan cara demikian, Islam dengan cepat menyebar dan berdampak bangsa Indonesia memeluk Islam sebagai agamanya.

Sekali lagi inilah peran laut dan kemaritiman sebagai media yang mendukung penyebaran Islam di Indonesia pada saat Nusantara masih banyak yang belum memeluk Islam.

Wallahu’alam bishawab.

Catatan Kaki:

[1] Suryanegara, A.M. 2009. Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salamadani Pustaka Semesta. Bandung. Hal: 26-30

Konten ini telah dimodifikasi pada 04/04/13 | 04:59 04:59

Sering dipanggil teman-temannya dengan panggilan akrab Adit. Pemuda asal Bantul alias Bandung Tulen yang lahir Maret 1992, saat ini sedang menempuh masa studi strata � satunya di Fakultas Biologi UGM angkatan 2010. Selain menempuh pendidikan strata satu di Fakultas Biologi UGM, kegiatan ekstrakurikuler lainnya dengan baik diikuti oleh Adit. Menurutnya, dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler selain menjalani perkuliahan dengan baik, menjadi salah satu bekal utama yang dibutuhkan setiap mahasiswa pada dasarnya, karena bisa jadi sehabis masa kuliah kelak, pengembangan kemampuan komunikasi, serta softskill- lah yang mampu mendukung kinerja serta membangun etos kerja yang baik. Social awareness yang tinggilah yang kemudian dipandang sosok humoris dan jail ini dapat membantu untuk bekal sosialisasi dengan lingkungan sekitar dengan baik. Hal ini menjadi dasar pergerakan yang dilakukan oleh Adit, ketika menjadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Keilmuan di Badan Eksekutif Mahasiswa, dan pada tahun 2013 terpilih untuk menahkodai organisasi tersebut sebagai Ketua Umum. Selain aktif di lembaga eksekutif, pemuda yang senang dengan traveling ini juga aktif dalam kelompok studi yang bergerak dalam bidang kajian Biologi Laut, yaitu Kelompok Studi Kelautan, yang kemudian juga dipercaya untuk menjadi Pengurus Harian Staff Divisi Publikasi dan Jaringan. Baginya, belajar, berproses dan berkarya adalah sebuah keharusan untuk dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Selamat berproses!
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...