Topic
Home / Berita / Pertandingan Memperebutkan Gelar Pelayan

Pertandingan Memperebutkan Gelar Pelayan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. (kpu.go.id)
Ilustrasi – Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. (kpu.go.id)

dakwatuna.com – Pemilu adalah ajang untuk menunjukkan kepada publik bahwa seseorang layak dipilih untuk menempati posisi tertentu di lingkungan politik, baik anggota dewan maupun kepala pemerintahan dari pusat hingga daerah. Masing-masing menampilkan kelebihannya dan tidak ada ceritanya yang berani memunculkan kekurangan dan kelemahannya. Jika itu ada, pasti akan menjadi lelucon atau dagelan politik.

Ibarat pertandingan, pemilu menampilkan para peserta pertandingan yang siap berlaga untuk sebanyak mungkin mendapat pilihan masyarakat. Bagi yang mendapatkan pilihan terbanyak, maka dialah pemenangnya dan yang lainnya dianggap kalah dan harus mengakui kekalahannya dan kemenangan pihak lain. Itulah sistem pertandingan, para pemain harus menjaga sportivitas yang tinggi agar pertandingan enak disaksikan dan dinikmati; bebas anarkis, permusuhan, saling hujat, saling fitnah, saling curang dan sebagainya.

Menjaga sportivitas dalam pemilu hendaknya menjadi motto bagi semua penikmat pertandingan, baik pengelola, peserta atau penonton dan supporter. Keputusan wasit harus dihargai, dijunjung tinggi dan diterima dengan legowo. Kecuali jika ada indikasi ketidakadilan dalam memutuskan hukum, maka wasit diperbolehkan untuk digugat atau bahkan diganti dengan wasit lain yang lebih mampu bersikap adil.

Apa yang terjadi di Pemilukada Jawa Barat dan juga Pemilukada-Pemilukada lain, menunjukkan bahwa para peserta tidak sepenuhnya bersikap sportif dalam pertandingan yang baru saja digelar. Alih-alih memiliki data kecurangan pihak pemenang yang sudah ditetapkan oleh KPUD, peserta pertandingan lain yang merasa menjadi pemenang tidak menerima hasil Pemilukada, bahkan mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi (MK), meskipun data-data yang dimiliki terkesan dicari-cari dan dibuat-buat.

Menjadi pemimpin oleh sebagian orang dijadikan sebagai impian, cita-cita dan tujuan hidupnya. Karena dengan menjadi pemimpin ia akan dihormati, dipuja, didengar petuahnya, dilaksanakan perintahnya dan lain sebagainya. Padahal sebetulnya, menjadi pemimpin bukanlah menaikkan status dan reputasi seseorang, tetapi justru memposisikan dirinya sebagai pelayan. Rasulullah SAW pernah mengatakan: “sayyid alqaumi khādimuhum” artinya “pemimpin suatu kaum adalah pelayan bagi mereka”.

Para pasangan calon sebetulnya sadar dan mengakui hal itu. Buktinya, mereka beramai-ramai menuliskan jargon-jargon pro rakyat di banner, spanduk dan baliho mereka dengan ukuran besar, “Kami hadir untuk melayani masyarakat”, “Melayani umat adalah kebahagiaan kami”, “Saatnya rakyat makmur”, dan sebagainya. Kalau dicermati, jargon-jargon tersebut adalah kalimat-kalimat pelayanan dan sudah barang tentu tugas pelayanan itu ada di atas pundak pelayan.

Nah, mengapa orang-orang saling berebut menjadi pelayan, bukankah pelayan itu kerjanya berat dan gajinya sedikit? Makanya, banyak orang yang malu untuk menyatakan identitas pelayannya kepada orang lain dan mengubahnya dengan menggunakan kata lain seperti pramusaji, pramuniaga, pramuwisma dan lain-lain. Atau barangkali pramupolitik untuk tidak mengatakan pelayan politik. Agak keren memang, tetapi toh artinya sama, itu-itu juga.

Tugas utama pelayan adalah memuaskan orang lain dengan pelayanannya. Berkaitan dengan pemuasan orang lain, maka tidak ada orang yang merasakan puas dengan suatu apapun, karena nafsu manusia tidak akan pernah puas dan terus meminta untuk mendapatkan yang lebih dari yang telah didapatkan. Karena itu, ada pepatah Arab yang mengatakan, “irādatunnās ghāyatun la tudraku” artinya, “keinginan manusia itu adalah tujuan yang tidak bisa diketahui “. Apakah para pramupolitik akan mengejar kepuasan manusia yang tidak mudah diketahui bahkan tidak terbatas?

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Buah Impor

Cina Masih Jadi Sumber Impor Nonmigas Pemerintah

Figure
Organization