Demikian disampaikan Direktur Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri melalui pesannya, di Jakarta, Kamis (28/3/2013).
“Klop rasanya ketentuan pasal 11 RUU Ormas dengan pasal 18 ayat 2 huruf b UU 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Keduanya saling melengkapi untuk menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan Lembaga Amil Zakat (LAZ) dibekukan,” tandas Ronald.
Menurut dia, pasal 18 ayat 2 huruf b UU 23 Tahun 2011 menyatakan, izin yang diberikan untuk membentuk LAZ mengharuskan LAZ terdaftar sebagai ormas dan berbentuk badan hukum. Sedangkan pasal 11 RUU Ormas mengategorikan badan hukum yayasan dan perkumpulan sebagai ormas.
Pilihan badan hukum sebagaimana dimaksud pasal 18 ayat 2 huruf b bisa saja yayasan atau perkumpulan. Konsekuensinya secara tidak langsung posisi LAZ akan terseret ke ranah politik di bawah pembinaan dan pengawasan Ditjen Kesbangpol Kemendagri.
Di saat yang bersamaan, RUU Ormas menghadirkan ketentuan tentang sanksi pembekuan atau penghentian sementara ormas (termasuk yang berbadan hukum). Artinya, LAZ sewaktu-waktu dapat dibekukan menurut kaidah UU Ormas nantinya.
Tidak hanya itu, tambah Ronald, berdasarkan draf RUU Ormas versi 15 Maret 2013, pasal 61 memuat usulan pemerintah tentang larangan satu ormas melakukan kegiatan apabila tidak memiliki surat pengesahan badan hukum atau tidak terdaftar pada pemerintah yang disetujui Panja DPR pada 21 November 2012. Ini akan berakibat serius terhadap ormas yang selama ini bergerak di bidang pendidikan, sosial seperti rumah sakit, panti asuhan, termasuk LAZ. (rs/ind)