Topic
Home / Pemuda / Mimbar Kampus / Masjid Ideal Versi Pemuda

Masjid Ideal Versi Pemuda

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Shalat berjamaah di masjid. (inet)
Ilustrasi – Shalat berjamaah di masjid. (inet)

dakwatuna.com – Kata ‘masjid’ jarang menimbulkan kesan mengasyikkan di benak anak muda zaman sekarang. Masjid identik dengan tempat untuk beribadah ritual, seperti shalat, mengaji, kajian keislaman, dan sejenisnya. Saat seorang pemuda rata-rata ditanya mengenai tempat favoritnya untuk berkegiatan, jarang sekali yang menyebut masjid sebagai jawabannya. Sehingga tesis awal penulis dalam tulisan ini adalah bahwa rata-rata masjid saat ini belum dapat menjadi sentra kegiatan yang digemari oleh anak muda.

Ada suatu logika populer, yaitu apabila di suatu bangsa pasarnya lebih ramai daripada masjid, “pasar” akan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap pemerintahan dibandingkan dengan pengaruh “masjid”. Mindset pemerintahan akan menjadi mindset penguasa pasar, bukannya para ulama–yang oleh hadits disebutkan sebagai warasatul anbiya. Ketika pasar mengatur pemerintahan–apalagi bila penguasa pasar adalah orang yang tidak baik–maka pemerintahan yang akan berlangsung adalah yang kapitalistik dan mencekik. Kondisi ini sudah tentu perlu dicegah. Pola pikir “masjid” harus menjadi (atau minimal, mempengaruhi) pola pikir pemerintah.

Didasari semangat revitalisasi tersebut, pemuda yang rindu akan kejayaan agama dan bangsa tentu perlu turut serta dalam progres ini. Jika salah satu permasalahan dasar dari kurang ramainya masjid (beserta kegiatannya) adalah karena rancangan kegiatannya yang monoton dan tidak valid dengan zaman kini, maka solusinya adalah mengemas ulang kegiatan-kegiatan tersebut.

Kegiatan yang monoton berisiko kalah saing dengan acara-acara yang lebih modern dan diminati oleh anak-anak dan pemuda masa kini. Akibat televisi yang kini ada di setiap rumah, mentalitas atau mindset masyarakat adalah apa yang televisi nyatakan–kebanyakan berupa hal duniawi yang menyenangkan. Kegiatan seperti kajian dan diskusi akhirnya menjadi kurang digemari. Butuh inovasi agar pemuda punya keinginan mendekati masjid.

Sebagai contoh, pengalaman penulis pribadi di kampung halaman. Di sekitar tahun 2010 masjid di kampung saya mati suri. Azan hanya kadang-kadang, jamaah shalat pun cukup dibilang dengan jumlah jari tangan seorang manusia. Belakangan ini saya sadari bahwa kemungkinan penyebabnya adalah kekakuan acara-acara yang ada di masjid tersebut. Taman Pendidikan Al Quran (TPA) dan Karang Taruna di sana makin lama semakin berkurang pesertanya. Akibatnya, pengunjung masjid menjadi semakin sepi.

Musik dapat menjadi eye-catcher agar pemuda dekat dengan masjid. Dari zaman ke zaman, musik selalu identik dengan kegemaran anak muda. Dengan menambahkan alat-alat musik seperti rebana, seruling, dan gitar, kegiatan di masjid akan semakin variatif. Kajian-kajian dapat diawali dengan musik yang dilantunkan oleh pemuda warga sekitar.

Proses latihan musik pun dapat menjadi momen yang mengeratkan para pemuda. Selain itu, latihan musik juga merupakan sarana menggunakan waktu secara bermanfaat. Di masjid dekat rumah saya, kehadiran hadroh menjadikan masjid kembali ramai. Pemuda di sana banyak menghampiri masjid karena tertarik dengan kegiatan hadroh tersebut.

Musik hanyalah salah satu cara menarik yang saya ajukan sebagai alternatif menjadikan kembali masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi dan minat pemuda di suatu masyarakat.

Jika pemuda sudah tertarik dan terikat hatinya dengan masjid, maka tak ada halangan untuk mengurus secara intens sebuah masjid. Ingatkah kita tentang salah satu golongan yang akan masuk surga, yaitu pemuda yang bersahabat dengan masjid.

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:

  1. 1.      Pemimpin yang adil.
  2. 2.      Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.
  3. 3.      Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
  4. 4.      Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga terpisah kecuali karena Allah.
  5. 5.      Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
  6. 6.      Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
  7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”

(HR. Al-Bukhari No. 620 dan Muslim No. 1712)

Semoga kita bisa menjadi bagian dari golongan tersebut. Aamiin.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 8.50 out of 5)
Loading...
Mahasiswa Fakultas Hukum UGM sekaligus santri di Asrama PPSDMS Nurul Fikri. Sehari-hari aktif di organisasi Keluarga Muslim Fakultas Hukum UGM juga sebagai pengajar di TPA Desa Binaan Jojoran Kulon, Bantul.

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization