Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Ya Allah Aku Merindunya

Ya Allah Aku Merindunya

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Rasanya tak mudah meluapkan tiap-tiap yang kurasa. Rindu ini tampaknya menjadi tumpukan yang berdebu, telah begitu usang. Wajahnya tak mampu ku lukis walau sudah dalam-dalam ku bayangkan. Aku selalu tak mampu membentuk bayangnya. Hhhhhhhhhhhhh…

Ku menghela nafas disela hujan yang mengguyur bumi, seakan mengerti bahwa aku merasakan kesedihan hebat yang rasanya mengguncang jiwa. Padahal aku saja tak mampu menggambarkannya dalam angan, namun mengapa rindu ini seakan merobek jiwaku, menghentak tiap-tiap rasaku.

Seperti biasa langkah kaki mengajakku tuk mencari satu titik terang di penghujung sana. Aku menuju kesuksesan yang Allah sediakan pada tiap makhlukNya, tinggal jalan mana yang hendak kita lewati, jalan yang baik atau yang tidak seharusnya.

“Assalamu’alaikum hujan” sapaku pada tetesan langit, sang penyejuk penuh arif. Ia tak pernah menyalahkanku karena selalu bercerita padanya tentang apa-apa yang kurasa, apa-apa yang ku alami. Ia  kini jadi sahabat baruku, ku mencurahkan padanya. Menganggap ia sebagai sandaran ku, walau ia tak mampu menjawab tapi itu cukup untukku, melegakan sedikit sesakku. Aku memang jiwa tertutup yang tak mampu  dengan mudah utarakan sesuatu yang menggedor pintu hati tuk tertumpahkan, aku hanya mampu diam, tak bicara dan hanya mampu jalan ditempat. Ya begitulah aku.

Aku utarakan maksud hati yang mulai merindu ayahku yang telah 15 tahun lalu pergi lebih dulu menghadapNya.

***

Setidaknya tegakku di waktu Dhuha-Nya mampu menenangkanku dalam rindu kemarin yang masih berbekas hingga kini, mataku saja masih sembab terekam memoriku atas apa yang ku rasa kini.

“Sungguh kutahu Ya Rabbana ku tak pantas tuk mengeluh walau hanya secuil. NikmatMu tiada mampu menyaingi dengan apa yang Kau ambil dariku. Tapi, ku hanya mampu mengadu padaMu atas sesak yang kurasa tiap kali ku mengenangnya dalam ingatan, mencoba merasakan hangatnya dalam dekapnya, Sungguh ya Rabb, ikhlaskanlah hati ini atas TakdirMu agar ku mampu melenggangkan langkah kembali tuk merajut mimpi dalam cintaMu, meraih ridha dalam senyum dibingkai takdir”

Aku sungguh tak ingat bagaimana dulu perlakuan ayah padaku, namun ku yakin kasihnya kan kental padaku. Mamahku sering bilang bahwa aku adalah anak yang paling disayang ayah, dulu aku yang tak pernah absen ayah bawa saat beliau bepergian ke mana pun. Aku dijuluki “si pintar” oleh ayah. Walau hanya sebuah cerita ini sedikit membuatku tersenyum, aku mampu merasakan bahwa ia begitu menyayangiku, walau ku tau sebuah perasaan itu harus terwujud, terealisasi. Tapi bagiku kisah ini sudah lebih dari cukup.

Kadang ada sedih di hatiku, aku tak begitu mengenalnya, bagaimana perangai dan sikapnya, apa makanan kesukaannya, apa hobinya, namun ku tau Allah pasti punya rencana kuat kenapa aku tak harus mengetahui itu, aku yakin inilah yang terbaik dari-Nya.

Hari ini hujan kembali turun.

08.35

Sudah 15 tahun lamanya ayah tak ada di sisiku, ia sudah meninggal saat aku berusia tak lebih dari 3 tahun.

Sewaktu SD aku pernah merasakan keinginan yang mungkin wajar dialami oleh setiap anak yang merindukan ayahnya. Aku tersenyum simpul saat ku mengingat ini, ada getir pula yang mengetrap hati.

Di bangku SD mendapatkan beberapa prestasi, tapi itu tak ayal membuatku bahagia. Aku lebih ingin ayah berada di sampingku dan menggenggam tanganku seraya tersenyum tanda bangga atas perkembangan anaknya, aku selalu ingin ayah yang menghadiri acara-acara kenaikan kelasku, hal yang tak mungkin? Atau menangis dalam peluknya tuk menceritakan keluh atas perlakuan temanku yang menjengkelkan, atau menggendong dan bersenda gurau denganku. Hal yang sekecil ini dulu buatku melemah. Ini mengakibatkan tubuhku menjadi kurus karena mungkin mengharapkan pada hal yang tak mungkin dapat kembali alam kehidupan nyata kini.

Ya, tapi itukan dulu, saat aku belum mengetahui-Nya, kini Dia telah mengajariku akan ridha terhadap apapun yang kualami. Tentang ilmu ikhlas akan takdir masa lalu, masa kini dan masa yang kelak akan ku hadapi.

Dan kini aku ingin berbakti padanya, lelantunan suara senduku dalam tegaknya di sepertiga malam terakhir. Ku mengadukan pada-Nya agar di sana ayah baik-baik saja. Ku sadari betul sedikitnya kesempatanku tuk mampu bersamanya, aku ada di dunia sedang ayah berada di alam sana.

Shalihah, gelar yang begitu ingin ku gapai. Aku berharap besar gelar yang kuharap ini mampu menolong kedua orang tuaku di yaumil akhir sana. Tuk kembali melihat senyum cintanya padaku. Agar terbayar rasa rindu ini, yang berharap kekal bersamamu di dalam syurgaNya kelak.

***

Ayah…
Saat jiwa ini mencoba menilik bagaimana rautmu, ku hanya mendapatkan keburaman yang makin tak jelas. Mengapa ya yah? Padahal aku hanya berusaha tuk melukiskan wajahmu dalam kanvas imajinasiku.

Ku hanya ingin kau ada dalam khayal, itu saja.
Namun, nampaknya Allah tak mengizinkannya.
Aku tak sama sekali mampu

Hhhmmm…
Namun, biarlah apa yang terjadi kini berdasarkan ingin-Nya.
Karena, bukankah rencana-Nya adalah yang terbaik untuk jiwa ini?
Maka itu, ku cukupkan rindu ini teruntukmu
dengan iringan doa khusus untukmu, dari aku anakmu…

Mengenang 15 tahun kau meninggalkan kami ayah…
Dari anakmu yang begitu rindu.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (17 votes, average: 9.41 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswi di Universitas Ibn Kholdun Bogor, Aktivis KAMMI Uika, Aktif di lembaga dakwah sekolah IMLC (Insan Muda Learning Center), Hobi Membaca dan Menulis.

Lihat Juga

Ingat Allah Hatimu Akan Tenang

Figure
Organization