Judul Buku : Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring
Penulis : Usamah Hisyam, Andi Nursaiful, Sahrudi
Penerbit : PT. Dharmapena Citra Media
Cetakan : II, April 2012
Jumlah Halaman : 624 hlm. + xxiv
dakwatuna.com – Memisahkan seorang da’i dari dakwah adalah sebuah pekerjaan yang tidak mudah, sebab dakwah itulah jati diri seorang da’i. Seseorang yang benar-benar berkomitmen pada dakwah tidak hanya menyediakan waktu sekian jam untuk menjadi penguasa mimbar atau singa podium, melainkan juga menyediakan harta, tenaga, akal, waktu dan jiwanya di jalan dakwah. Oleh karena itu, kapan dan ke mana pun tugas dakwah menuntut, ia harus siap siaga menjawab panggilannya.
Lima dasawarsa silam, tak ada yang menyangka seorang bocah yang lahir di Tanah Datar dan menghabiskan masa kecilnya di Bukittinggi ini akan menjadi Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) RI, sekaligus seorang da’i yang sempat mendapat kepercayaan memimpin sebuah jamaah dakwah di Indonesia. Dari kesederhanaan hidup di tengah keindahan alam Ngarai Sianok hingga masa muda menuntut ilmu di Jakarta yang begitu keras, berkenalan dengan dakwah dan tarbiyah, kemudian mengikuti pasang-surut bersama partai dakwah, semua telah dilaluinya. Tepatlah kiranya judul yang diberikan untuk buku ini: Sepanjang Jalan Dakwah Tifatul Sembiring.
Sebagai seorang da’i, kemampuan Tifatul tidak diragukan lagi. Konsolidasi selama empat tahun penuh yang dilakukannya ketika menjabat sebagai Ketua DPP PKS untuk Wilayah Dakwah (Wilda) Sumatera telah menorehkan prestasi tersendiri. Hasilnya, Sumatera menjadi lumbung suara yang sangat signifikan bagi PKS dan nyaris tak ada daerah yang tak pernah disinggahi dalam safari dakwahnya.
Prestasinya kemudian diganjar dengan sebuah amanah lain yang bahkan lebih besar lagi, yang tidak pernah diinginkannya, yaitu sebagai Presiden PKS menggantikan Hidayat Nur Wahid. Dalam episode ini, kita akan bertemu dengan kisah ‘kegalauan’ yang sempat dialami oleh Tifatul ketika dakwah mengharuskannya menerima amanah berat tersebut. Tifatul sendiri baru terbebas dari amanah sebagai presiden partai setelah menerima amanah lain lagi sebagai Menkominfo. Demikianlah jalan dakwah senantiasa menuntut pengabdian yang tidak setengah-setengah.
Membaca buku memoar Tifatul Sembiring tak pelak lagi akan membawa kita menelusuri jejak-jejak sejarah gerakan tarbiyah yang kini mengkristal sebagai partai dakwah yang dikenal dengan sebutan PKS. Mulai dari awal mula dirintisnya dakwah oleh ustadz Hilmi Aminuddin, direkrutnya para aktivis muda seperti Tifatul Sembiring, dinamika internal dan diskusi-diskusi intens yang mendahului kelahiran Partai Keadilan (PK), dan pasang-surut arus politik yang membutuhkan adaptasi terus-menerus bagi para kader dakwah yang baru saja belajar berpolitik ini.
Buku ini menjelaskan banyak hal ‘di belakang layar’ yang selama ini tidak terungkapkan, misalnya sejarah lahirnya partai-partai Islam setelah tumbangnya rejim Orde Baru, atau alasan mengapa PK enggan mengajukan Amien Rais sebagai Wapres setelah MPR menurunkan Abdurrahman Wahid dari kursi kepresidenan. Selain itu, kita juga akan ‘dihibur’ dengan warna-warni kehidupan pribadi Tifatul Sembiring yang seringkali jenaka dan unik, misalnya seputar pernikahannya dengan Sri Rahayu, istrinya.
Menteri yang paling aktif di media – terutama Twitter – ini kerap kali mengundang kritik karena gayanya yang ceplas-ceplos. Spontan memang sudah menjadi ciri khasnya, dan spontanitas ini juga yang kerap ditunjukkannya dengan berpantun dalam kondisi apa pun. Buku ini pun menceritakan segala sesuatunya secara gamblang, persis seperti pribadi Tifatul Sembiring itu sendiri. Mereka yang ingin mengenal lebih dekat gerakan dakwah dan tarbiyah sudah selayaknya memiliki dan mencermati buku ini baik-baik.
Redaktur: Lurita Putri Permatasari
Beri Nilai: