Topic
Home / Berita / Opini / Bangsa Ini Perlu Belajar Menghargai (Pengakuan) Kesalahan

Bangsa Ini Perlu Belajar Menghargai (Pengakuan) Kesalahan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (123rf.com / Tjui Tjioe)
Ilustrasi (123rf.com / Tjui Tjioe)

dakwatuna.com – Suatu hari di kelas, saat uji praktik aku meminta kesediaan murid yang siap untuk maju. Lalu majulah seorang murid maju melakukan uji praktik. Ia berhasil dengan baik dengan nilai hampir sempurna. Teman-teman sekelas ada yang memberi tepuk tangan sekadarnya. Yang lain sibuk melatih diri agar tidak lakukan kesalahan saat di depan. Yang lain mengobrol, entah apa yang dibicarakan. Sengaja aku tidak mengingatkan. Lalu aku kembali menawarkan lagi kepada murid-muridku untuk maju. Tidak ada yang maju. Aku hanya menunggu karena aku memang berniat demikian. Aku ingin melihat respon dan kesiapan murid-muridku mengikuti ujian praktik ini. Setelah beberapa waktu ada seorang muridku yang maju. Ternyata ia melakukan kesalahan yang menurutku tidak perlu ditertawakan. Tapi betapa terkejutnya aku. Hampir satu kelas menertawakan muridku ini dan berteriak “Huu….”. Hingga aku harus berkata, “Ada yang lucu?”

Aku tiba-tiba ingat, ketika tidak sengaja menonton sebuah audisi dari luar negeri untuk penyanyi. Salah seorang penyanyi melakukan kesalahan di tengah pementasan tapi apa yang terjadi dewan juri dan penonton memberi tepuk tangan penyemangat. Lalu saat ada yang bagus pementasannya mereka memberinya “stand up applause” tepuk tangan sambil berdiri yang melambangkan penghargaan tinggi. Tidak seperti pada audisi yang hampir sama, yang ada di Indonesia. Kejadiannya-pun hampir sama seperti di kelasku. Ada teriakan “Hu….”

Ironis bukan? Ini yang kulihat dari seserpih gambaran dari bangsa ini. Anak-anak dari bangsa ini. Hal yang bagus, yang baik jarang dapat penghargaan, dapat pujian. Sekali melakukan kesalahan, kekeliruan bagaikan hujan sehari hilangkan panas setahun. Kesalahan, kekeliruan sekali hancurkan kebaikan yang banyak. Bagai rusak sebelanga karena nila setitik. Begitukah bangsa ini?

Seperti itulah yang kulihat dari sebuah layar kaca kotak di rumahku. Saat seorang pemimpin partai politik yang dari awal mendukung antikorupsi, mendukung KPK, tiba-tiba ditangkap oleh KPK dengan dugaan suap di kantor pusat partai tersebut. Seluruh media menyorot. Bahkan di salah satu provinsi partai tersebut dilecehkan lewat spanduk-spanduk tidak bertanggung jawab (sumber @republikaonline).

Selang beberapa waktu partai tersebut mengangkat pemimpin baru, yang tadinya merupakan sekjen partai. Apa yang diucapkan pemimpin baru tersebut? Ia menyerukan pertobatan nasional bagi seluruh kader partai tersebut. Menyerukan istighfar. Hal ini tak akan pernah terucap kecuali dari seorang pemimpin yang berjiwa besar dan memiliki kerendahan diri kepada Allah SWT…

Apakah benar dugaan suap itu? Apakah ada konspirasi di balik itu? Banyak spekulasi. Baik di media cetak, media internet, dsb. Apapun itu kebenaran akan terungkap. Aku percaya itu. Kita harus percaya itu. Entah di besok, pekan depan, bulan depan, tahun depan, di dunia, atau di akhirat. Aku, kita, pun tidak akan tahu.

Terlepas dari semua hal itu, bangsa ini perlu belajar menghargai pengakuan kesalahan. Tak ada manusia yang terlahir sempurna, begitu lirik lagu d’Masiv. “Setiap anak Adam (manusia) mempunyai salah (dosa), dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” [HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah]. Mari kita tetap dukung perbaikan dalam kebaikan. Semoga kejadian ini dapat menjadi kontemplasi bagi kita semua.

Demi masa. Sesungguhnya, manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran. (QS Al ‘Ashr: 1-3)

 Wallohu a’lam bishowab.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.78 out of 5)
Loading...

Tentang

Guru, Wirausaha. Senang belajar, membaca, menulis, meneliti, dan berpetualang.

Lihat Juga

Membangun Bangsa Mulai dari Keluarga.

Figure
Organization