Ketika Hidayah Menyapa

Ilustrasi (grandstrandvacations.com)

dakwatuna.com – Matahari pukul dua siang masih terasa menyengat. Tenggorokannya makin kering merindukan seteguk air. Dia mempercepat langkahnya. Setengah berlari, disusurinya jalan kecil menuju rumahnya. Ia terengah-engah, karena jalan menuju rumahnya mulai menanjak. Sang perut juga sudah keroncongan sejak di sekolah tadi. “Aduuuh….panas sekali hari ini, Emak masak apa ya?” Ia menebak-nebak dalam hati.

Hfff….akhirnya.., sampai juga di depan rumah. Dibukanya pintu pagar dan berjalan memutar melewati pokok-pokok mawar yang ditanam Emak. Sudah menjadi kebiasaan penghuni rumah masuk lewat pintu samping, karena ruang tamu difungsikan sebagai ruang kerja Emak yang menerima jahitan.

“Assalamu’alaikum…..I’m coming Maak….”

“Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh” sebuah suara asing menjawab salamnya.

Ia tertegun. Seorang pemuda jangkung membukakan pintu untuknya. Tatapan teduhnya sesaat singgah di matanya. Pemuda itu tersenyum, memberi jalan dan menutup pintu kembali.

Kakinya melangkah menuju ruang makan, lalu berteriak kegirangan. Dilihatnya abangnya sedang membereskan meja makan. Dihampiri dan diciumnya punggung tangan abangnya. Sudah setahun lebih Fian, abangnya tidak pulang karena sibuk dengan skripsinya. Fian mengacak-acak rambutnya.

“Sudah makan dulu sana, tuh Emak sudah masak ikan asam pedas, cah kangkung sama sotong goreng tepung. Atau shalat dulu gih kalau belum shalat”

Dua hari itu ia dan Emak sangat bahagia bisa bercengkerama dengan Fian. Sejak lulus dari SMA di kota Gurindam ini, Fian melanjutkan kuliah di Jakarta sambil membantu usaha percetakan paman Hasan, adik almarhum ayahnya dan Fian. Sayang Fian dan kawannya, Reza tidak bisa berlama-lama. Setelah mengajak Reza menikmati keindahan pantai di pulau Bintan dan ke pulau Penyengat yang terkenal dengan masjidnya yang terbuat dari putih telur itu, mereka kembali ke Jakarta lewat Batam.

Sebelum pulang, Reza pamit pada Emak. Mengucapkan terima kasih dan memberikan sesuatu padanya.

“Kata Fian, Fira suka baca ya.  Ini ada beberapa buah buku dan majalah. Semoga bermanfaat”. Ujar Reza pendek.

Ia mengucapkan terima kasih dengan lirih. Entah kenapa di depan Reza dia jadi pendiam dan salah tingkah. Padahal Reza tidak pernah menatapnya. Ia selalu menjaga pandangan. Waktu Fian memperkenalkannya, Reza hanya tersenyum sambil menangkupkan kedua tangannya di dada.

Selanjutnya ia kembali disibukkan dengan rutinitas sekolah. Dan Setiap waktu luangnya dihabiskan dengan membaca buku-buku yang diberikan Reza. Seperti remaja seusianya dia sangat gemar membaca teenlit dan suka ketawa-ketiwi sendiri ketika membaca buku-bukunya Raditya Dika. Tetapi begitu membaca majalah remaja islami dan buku-buku yang diberikan Reza, pelan-pelan dia merasa ada yang berubah dalam dirinya.  Buku karya Salim A Fillah, Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa dan Oki Setiana Dewi itu begitu menginspirasi. Ia juga jadi lebih sering membuka situs islami ketika berselancar di dunia maya.

“Mungkin itu yang dinamakan hidayah Fir…” kata Sari sok tahu.  Sari adalah teman sebangkunya di kelas sepuluh.

Akhirnya, suatu malam ketika sedang menemani Emak menjahit, ia mengutarakan niatnya untuk berjilbab. “Lho bukannya Fira sudah pakai seragam baju kurung dan jilbab ya setiap hari Jum’at” ujar Emak heran.

“Maksud Fira, bukan hanya hari Jum’at saja mak. Fira juga ingin berjilbab dengan benar”

“Wah Fira nyindir emak ya, yang hanya berkerudung pas kondangan sama pergi wirid saja” kata emak pura-pura merajuk.

Tetapi kemudian emak berubah serius, ”Heiii…ini bukan karena Reza kan???”.

Ia terdiam, “Sejujurnya ia mak, bang Reza yang membuka mata dan hati Fira lewat buku-buku yang dia kasih ke Fira. Tapi seiring waktu, niat itu timbul dari  hati  Fira yang paling dalam, mak”.

Tiba-tiba Hp emak bergetar. Emak berkali-kali mengucapkan hamdallah. Mata emak berkaca-kaca.

“Abangmu sudah lulus. Bulan depan akan diwisuda. Kita diminta bersiap-siap ke Jakarta” ujar emak penuh bahagia.

Dipeluknya ibunya. Mereka berdua menangis terharu. Tak sabar rasanya untuk segera terbang ke Jakarta dan berharap bertemu Reza di sana.

********

Dia tidak tahu sudah berapa lama berada di ruangan ini. Rasanya waktu berhenti berputar. Dicobanya untuk fokus melihat prosesi wisuda itu. Namun usahanya gagal. Di pikirannya hanya ada Reza.

“Bagaimana ya responnya melihat penampilanku. Apakah dia akan terkesan?” Ia tersipu, hatinya berbisik kembali, “Haduuh ge-er banget sih kamu Fir, sms-an aja nggak pernah, telponan apa lagi. Huu ngarep!!!”.

Tiba-tiba emak menjawil lengannya, “Ngelamun ya Fir. Itu abangmu, ayo kita kasih selamat”. Fian menghampiri emak.  Abangnya tampak gagah dengan toga dan baju kebesarannya. Sementara emak tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Mereka kemudian berfoto bersama.

“Duh bang Reza mana ya?” celetuknya sambil celingukan. Ia tidak menemukan Reza karena semua memakai baju yang sama.

Tiba-tiba didengarnya sebuah suara, “Assalamu’alaikum tante, apa kabar, perkenalkan ini Amanda istri saya”

**********

Sorenya dalam perjalanan menuju bandara, abangnya bercerita bahwa banyak teman yang kaget atas pernikahan Reza. Masalahnya Reza dan Amanda selama ini seperti Tom and Jerry, nggak pernah akur. Mereka berdua adalah aktivis Rohis di kampus dan sama-sama mendapat beasiswa ke luar negeri di kampus yang sama juga. Makanya mereka memutuskan menikah sebelum berangkat.

” Fira….kamu nggak papa kan, kamu masih pada niat semula untuk berjilbab nak?” Emak bertanya. Nggak tega rasanya melihat mata putri semata wayangnya yang berkabut.

” Ya iyalah mak, ini kan komitmen  Fira untuk belajar taat kepada-Nya, nggak mungkinlah Fira main-main”

Emak dan abangnya terenyuh, namun bangga padanya. Dia tampak manis dan girly dengan gamis biru dan jilbab berwarna senada hasil rancangannya sendiri yang dijahit mama dengan penuh cinta.

**********

Dia, gadis bernama Fira itu, menatap ke luar jendela pesawat.  Langit yang jingga menebar hangat sampai ke balik jendela. Ada harapan baru di matanya. Ya, dia akan memulai hidup yang baru dengan penampilan baru.

Kecewa itu hal biasa
Galau sesaat tak mengapa
Yang terpenting satu saja
Tetaplah dalam Cinta kepada-Nya…

Konten ini telah dimodifikasi pada 17/01/13 | 14:30 14:30

Seorang ibu rumah tangga yang sedang belajar menulis. Saat ini tergabung dalam komunitas Gerakan Kepulauan Riau Gemar Menulis. Alhamdulillah beberapa artikel opini dimuat di harian lokal Haluan Kepri dan beberapa cerpen pernah dimuat di Tanjung Pinang Pos.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...