Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Bukankah Tangan di Atas Lebih Baik Daripada Tangan di Bawah?

Bukankah Tangan di Atas Lebih Baik Daripada Tangan di Bawah?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Sore itu, menjelang masuknya waktu untuk melaksanakan shalat Ashar. Berhenti sejenak sebab giliran warna merah yang muncul. Tepat juga azan berkumandang. Menarik diri untuk shalat. Toh sudah lama juga tidak shalat di masjid itu. Masjid yang selalu menjadi terfavorit bagi siapa saja, termasuk saya yang memang sangat suka dan mengagumi keindahan arsitektur salah masjid terbesar dan termegah di kota tempat kaki berpijak sekarang.

Terlihat dari jarak hanya beberapa meter, buku-buku, buah kurma, serta anak kecil yang memegang secarik kertas penitipan sandal dan sepatu, juga beberapa orang yang mungkin bertahan hidup dengan meminta-minta belas kasihan dari setiap jamaah masjid yang hendak shalat maupun usai melaksanakan shalat di masjid tersebut. Mengerikan karena yang terlihat lebih kebanyakan anak-anak yang berperan mencari uang di usia yang semestinya mereka sedang asyik-asyiknya bermain serta belajar untuk bisa mandiri menjalani masa depannya di kemudian hari.

Mereka yang masih kecil adalah generasi harapan muda bangsa yang nantinya akan memberikan pencitraan bangsa ini di mata dunia. Jika mental mereka saja dari kecilnya sudah diajarkan untuk meminta, harus menunggu sampai kapan mereka bisa bermental memberi??? Hanya terus menerima tapi enggan untuk senantiasa memberi. Kapan mereka bisa diajarkan untuk lebih bisa mengandalkan diri mereka sendiri untuk meraup sesuap nasi??? Miris! Betul-betul miris!!!

Usai shalat, tiba-tiba langsung dihadapkan dengan anak-anak serta ibu-ibu yang hendak meminta uang. Rasa yang sungguh sangat berbeda. Baru saja tadi dihadapkan dengan orang-orang yang begitu khusyuk melaksanakan shalat, sekarang malah khusyuk dengan mereka yang meminta jatah!

Anak kecil yang wajahnya tampak kusam disusul dengan pakaiannya yang tidak layak pakai (menurutku), terus saja mengikutiku. Hingga di tempat parkir pun masih saja merengek, malah ekspresi wajahnya semakin pilu. Sebenarnya antara yes or no untuk memberi. Tapi jika teringat dengan kalimat “Pengemis jangan dimanjakan, jangan mengajari mereka untuk terus meminta-minta. Memberi mereka uang, sama saja dengan menutup harapan untuk menciptakan generasi bangsa yang mandiri”.Hal itu urung juga kulakukan. Entah kenapa dalam perjalanan, masih saja teringat dengan hal yang kulakukan tadi. Seperti timbul rasa bersalah.

Kalian tahu, berdasarkan data Dinas Sosial Makassar, tercacat sebanyak 819 pengemis yang berada di Kota Makassar dengan sebaran 14 Kecamatan. Namun dari pantauan, pengemis malah justru bertambah di sejumlah titik lampu merah dan masjid. Sungguh tragis!

Kali ini, menyempatkan diri singgah di salah satu ATM bank swasta. Usai menarik beberapa uang kertas, lagi-lagi ada seorang anak kecil tampak menunggu kedatanganku. Seketika, terjadi percakapan singkat yang mungkin menguntungkan buat si anak kecil itu.

Anak kecil : “Uang parkir kak”.

Aku : “Siapa yang suruh?”

Anak kecil :  “Temanku kak”

Aku : “Temannya mana?”

Anak kecil : “di sana kak”

Dalam hatiku, sebenarnya anak ini bukan di suruh tukang parkir yang biasa nongkrong di depan atm. Tapi mungkin, disuruh oleh ketuanya untuk meminta uang. Itu pikirku! Teringat akan keputusan terhadap anak kecil di masjid tadi yang tidak kuberikan uang. Kali ini ternyata aku mengindahkan kalimat itu. Dengan alasan bahwa aku memberinya sebagai tanda untuk membayar parkir, yang sebenarnya aku tahu anak itu pengemis!

Dalam perjalanan, berharap pikiranku bisa hilang dengan kejadian tadi. Eh malah semakin parah, semakin menjadi-jadi. Bukan hanya merasa bersalah tapi kini naik tingkat menjadi rasa tidak adil yang kuperlihatkan. Aliran darah ke otakku rasanya semakin deras saja. Apa yang beda dengan kedua anak itu??? Bukankah mereka sama-sama pengemis??? Lantas kenapa aku memilih salah satu di antaranya??? Pikirku!

Akhirnya, menyadari bahwa sebenarnya saat itu aku di ajak berdialog. Yah, berdialog dengan materi (baca uang) yang kumiliki sekarang. Bahwa materi itu butuh agar aku bisa memindahkannya ke tangan yang tepat. Mengembalikan wajah materi itu agar senantiasa terlihat lebih putih, bahkan lebih bercahaya.

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”. [QS. Al Baqarah: 273]

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. [QS. Al Baqarah: 274]

Kedua ayat di atas mengingatkan kembali bahwa betapa beruntungnya orang-orang yang hatinya dipenuhi sikap “Kedermawanan”. Kedermawanan yang membawa kesejahteraan bagi umat.

Ayat di atas adalah teguran untuk mengingat kembali.

Sapaan halus untuk memperhatikan kembali.

Catatan khusus untuk memberi kembali.

Cara yang paling baik untuk mensucikan harta kembali!

 

Teruntuk saya…

Teruntuk kalian…

Teruntuk siapa saja…

Teruntuk bangsa ini yang masih menganggap bahwa “Terselip hak untuk orang lain atas harta yang kita miliki”

Saat Allah SWT menitipkan amanah kepada kita untuk senantiasa berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Untuk mereka yang teramat sangat membutuhkan ulurkan tangan.

“Jika semua harta yang kita miliki untuk diri seorang, kapan kita bisa belajar untuk MEMBERI?”

Bukankah tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah??? 

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 6.60 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswi.

Lihat Juga

Muhasabah, Kebaikan untuk Negeri

Figure
Organization