Topic
Home / Pemuda / Pengetahuan / Hubungan Budaya dan Agama dalam Islam

Hubungan Budaya dan Agama dalam Islam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Islam adalah agama yang di ridhai Allah. Sebagaimana termaktub dalam surat al-Maidah, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah aku ridhai Islam sebagai agamamu”. (QS. al-Maidah: 3)1. Bahkan Allah menguatkan firmanNya di dalam surat al-‘Imran, “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam”. (QS. al-‘Imran: 19)2. Sejak zaman Rasulullah saw, Islam disampaikan dengan beragam cara, didakwahkan kepada umat dengan berbagai metode. Metode tersebut adalah sebuah cara untuk menyampaikan esensi ajaran Islam sendiri.

Dalam perkembangannya Islam tidak dapat dipisahkan dengan budaya, bahkan Islam merangkul budaya untuk menyampaikan ajarannya. Namun, apakah pengertian budaya dan bagaimana Islam memandangnya? Budaya3 adalah kelakuan yang berlaku pada masyarakat dan lingkungan tertentu. Dahulu kebiasaan memberikan makanan untuk berhala adalah budaya di kalangan masyarakat jahiliyah Arab. Namun, setelah Rasul datang beliau mengubah kebiasaan jahiliyah tersebut, dan menggantikannya dengan ajaran Islam. Misalnya, kebiasaan memberikan makanan untuk berhala, diganti beliau dengan mengajarkan bersedekah. Begitu pula pada generasi berikutnya, wali sembilan di Jawa misalnya. Para wali mengubah kebiasaan atau budaya masyarakat pada saat itu, dan menggantinya dengan kegiatan yang bernilai ibadah.

Misalnya, sekatenan. Sekaten adalah sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain. Para pengunjung sekatenan yang menyatakan ingin “ngrasuk” agama Islam setelah mengikuti kegiatan syiar agama Islam tersebut, dituntun untuk mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat (syahadatain). Dalam pengamalannya Islam tidak membumi hanguskan semua budaya tersebut. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dan budaya. Di mana budaya menjadi sebuah metode/alat untuk menyampaikan Islam. Contoh yang populer adalah bagaimana Islam mengajarkan untuk mendoakan kebaikan dan kemenangan di hari Idul Fitri.

Al Baihaqi mengatakan, “Bab berisi riwayat tentang ucapan selamat ketika hari ied dengan kata-kata taqabbalallahu minna wa minka”. Namun, dalam budaya Indonesia biasa digunakan doa “Minal `aidzin wa-l faizin”. Doa yang biasa diucapkan umat Islam Indonesia pada hari Raya Idul Fitri, yang kalau diterjemahkan secara lengkap adalah “Semoga Anda termasuk dari kelompok orang-orang yang kembali kepada fitrah dan berbahagia/beruntung”. Ucapan selamat atau saling mendoakan ini bukan ibadah mahdhah. Tetapi, termasuk bagian dari muamalah. Bisa doa apa saja, bisa bahasa apa saja yang penting bisa dipahami/dimengerti oleh yang diberikan ucapan selamat/doa tersebut. Sehingga, dalam aplikasinya, metode tersebut tidak merusak esensi Islam sendiri.

Misalnya, bagaimana Sunan Kalijaga mendakwahkan Islam dengan budaya Jawa waktu itu, yaitu dengan lagu/tembang. Misalnya, pada tembang ilir ilir. Terdapat filosofis agamis dalam tembang yang notabene adalah budaya masyarakat Jawa pada waktu itu. Bahkan Maya Hasan, seorang pemain Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi dari lagu ini. Ilir ilir mengandung arti sebagai umat Islam kita diminta bangun. Bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk lebih mempertebal keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah dalam diri kita yang dalam ini dilambangkan dengan tanaman yang mulai bersemi dan demikian menghijau. Terserah kepada kita, mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau bangun dan berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan seperti bahagianya pengantin baru.

Sehingga, pada hakikatnya dalam pendakwahannya Islam justru merangkul budaya untuk menyampaikan esensi ajarannya. Karena, dengan merangkul budaya, Islam jadi lebih mudah diterima di masyarakat. Budaya bisa/boleh saja digunakan untuk metode dakwah, selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah, “Dan janganlah kau campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah: 42)4

Wallahu a’lam bi’l- Showab.

Catatan Kaki:

[1] اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا

[2] إن الدين عند الله الإسلام

[3] Kebudayaan adalah seluruh kelakuan, tata kelakuan dan hasil-hasil kelakuan yang berlaku pada masyarakat dan lingkungan tertentu. Meskipun banyak sekali pengertian budaya yang diberikan oleh beberapa ahli, paling tidak sebagaimana diringkaskan oleh Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal, yaitu sistem peralatan dan perlengkapan hidup, sistem mata pencaharian, sistem religi, sistem bahasa, sistem ilmu pengetahuan, dan sistem kesenian. Koentjaraningrat, Pokok-Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta, Penerbitan Universitas, 1980), hlm. 7-8.

[4] ولا تلبسوا الحق بالباطل ­­

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 9.89 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa S1, Teknik Industri, Universitas Marmara, Turki.

Lihat Juga

Mencintai Diri Sendiri

Figure
Organization