Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Dia Yang Maha Dibutuhkan

Dia Yang Maha Dibutuhkan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Dalam Friday-nasiha, seorang saudaraku mengingatkan tentang diri kita yang sangat membutuhkan Allah. Manusia yang merupakan makhluk ciptaan-Nya, yang kemudian Dialah Sang Pemelihara dan Maha Pemberi Kurnia, yang setiap saat hanya Allah yang mengetahui akan peristiwa yang akan kita lalui, bahaya atau menyeramkan, sehat, sakit, senang ataupun duka.

“Ya Tuhan kami, Yang Maha Memberi apa yang telah Engkau janjikan kepada hamba-hamba-Mu, Ampunilah kami ketika sadar ataupun tak sadar ternyata mencari sosok lain sebagai penolong hidup kami, yang kami pernah lalai mengutamakan hal lain padahal pertolongan-MU selalu dekat…”, brother kita mengingatkan.

Coba kita mengingat-ingat, pernahkah kita melakukan hal seperti Mukhlis—seorang manusia biasa, (bahkan mungkin sering) tatkala kita membaca ayat-ayat dalam Al Qur’an (dan tafsir sehingga mengetahui apa artinya), kita makin dekat kepada Allah ta’ala. Mukhlis pun demikian, ia tak meragukan betapa Maha Perkasa, Maha Kuasa, Maha Agung, Maha Sempurna Rabb kita. Semakin mengenali Tuhannya, Mukhlis makin ikhlas tatkala kehendak-Nya tak sesuai keinginan atau rencana diri. Namun hal sepele terjadi, yaitu ketika Mukhlis menghadapi masalah di tempat kerja. Ia melihat sesuatu hal salah, sebuah kolusi di depan mata dan menghadapi praktek-praktek yang melanggar hukum.

Ia bersikap pura-pura tidak tau, karena ‘mengamankan’ karir dan bonus gajinya. Ia tahu pasti bahwa pekerjaannya hanya sarana untuk memperoleh rezeki itu, hanya sarana! Sementara sikap atas pelanggaran hukum di depan matanya adalah salah satu ujian Allah atas keimanannya. Namun ada seulas nafsu ‘akan rasa nyaman’ di tempat kerja itu yang mempengaruhi sikapnya sedemikian. Kita manusia memang senang akan ketenangan, kenyamanan, meskipun bisa saja hal itu didapat dari mengorbankan ketenangan orang lain.

Jika ia meninggalkan pekerjaannya demi Allah, Allah ta’ala akan memberinya yang lebih baik. Pasti! Sebagaimana janji-Nya, Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”. (QS. Ath-Thalaq [65]:2-3)

“Makhluk ciptaan-Nya sangat membutuhkan Allah, namun sering mendurhakai dengan cara hanya memanfaatkan Allah, memanfaatkan kemurahan-Nya, ke-Maha Pengampunan-Nya, padahal kalau kita kaji dengan seksama, sikap tersebut sungguh menyakitkan, mendurhakai-Nya, dan mempermalukan diri sendiri di hadapan-Nya….”, ujar brother dalam Friday nasiha seraya mengingatkan contoh kecil saja ada seorang Fulan yang menangis dan mengharap bantuan dari saudara lainnya tatkala sang istri harus dioperasi di rumah sakit.

Sedangkan mereka orang asing di Poland yang tidak mengerti bahasa lokal (namun tidak pula berusaha mempelajarinya), sikap Fulan arogan berkata, “Cepatlah tolong kami, pasti Allah balas kalian nanti…bla bla bla”, manisnya ia sebut-sebut keindahan nama Allah ta’ala, padahal kebanyakan orang di ruangan itu tidak mengenalinya, bukan karena ia new-comer, melainkan sebab ia tak pernah muncul shalat fardhu di masjid. Shalat Jum’at pun ditegakkan hanya sesekali, pemuda Islam ini perkataannya berbeda dengan sikap sehari-hari, na’udzubillah minzaliik.

Manusia selalu mencari kenyamanan pribadi, manfaat diukur dari materi dan apa yang bisa melindungi dirinya dari bahaya. Mutiara keimanan bisa hilang dalam sekejap ketika tanpa sadar menempatkan Sang Pencipta kita bagaikan ‘asisten’ atau maid di hati, yang seharusnya Dia-lah Yang paling kita cintai, dan kita-lah yang menghamba, yang bersujud, lemah tiada daya dan upaya selain memohon pada-Nya.

Sungguh merugi jika sikap kita sedemikian, tatkala merasa diri “sangat perlu bantuan”, merasa bahaya kalau tidak segera meminta uang, minta cepat sehat, minta cepat selesai masalah, alias sudah ketakutan bagai menghadapi masa kematian, sehingga memanggil-manggil “Allah…I need YOU…. Tolong ya Allah… “, sementara di saat merasa nyaman damai alias kebutuhan materi sebagai penilaian cukup, merasa tak perlu memohon, dan merasa tak membutuhkan pertolongan-Nya.

Alangkah ruginya kita yang sudah menyadari bahwa setiap saat iman berubah-ubah, dan setiap detik Allah selalu Maha Menolong kita, namun tak setiap saat kita mengingat-Nya. Padahal sebait doa yang terlantun, dzikrullah bahkan jika hanya dalam hati, tak memerlukan bayaran, tak menyebabkan tenaga habis, bahkan menambah semangat energi jiwa raga kita.

Semoga hari ini kala kita menemukan pengalaman gembira, maupun peristiwa duka, kita tetap pada sikap menghamba pada-Nya, tersenyum menyambut ‘segala tarbiyah-Nya’, kita pasti selalu beriring didikan dan bimbingan-Nya agar bekal hidup di akhirat nanti dapat tercukupi, meraih rahmat-Nya dengan terjauh dari azab neraka, aamiin.

Kemuliaan diri bukanlah pada harta benda, lagi-lagi tak perlu risau akan nominal rezeki, kenikmatan terletak pada halal dan berkah, yang penting kita jalankan amanah-Nya, memetik setiap hikmah sebagai penggugur dosa-dosa. Setiap hari, pasti kita diberi nikmat ujian-Nya, “Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kenikmatan maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu dibatasi rezekinya maka dia berkata, ‘Tuhanku telah menghinakanku’. Sekali-kali tidak (demikian)!” (QS.al-Fajr: 15-17).

Ya Allah, Yang Maha Dibutuhkan, kami mohon, jagalah hati ini untuk tetap berada dalam bingkai kesyukuran. Kami selalu memohon pada-Mu, bersandar dan meminta pertolongan-Mu dalam perjalanan fana ini, faghfirlana…Ampuni kami ya Allah…

Tema ini tak hanya bermanfaat buat saudaraku yang muallaf (di Krakow)—yang notebene mengenali Islam hanya dari info internet, tercampur ajaran liberal, maupun syi’ah—, karena diri hamba pun sering lalai dan lupa mensyukuri segala nikmat-Nya, hingga tak sadar bahwa segala peristiwa dan kondisi adalah tanda kasih sayang-Nya. Tanda bahwa diri kita selalu membutuhkan-Nya, memilih jalan setiap detik dengan memohon tuntunanNya. Wallohu’alam bisshowab.

Krakow, pagi hangat, summer 2012

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 10.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Sri Yusriani, ananda dari bapak H. Muhammad Holdoun Syamsuri TM Moorsid dan ibunda Hj. Sahla binti alm H. Majid, biasa dikenal dengan nama pena bidadari_Azzam, lahir di Palembang, 19 Juni 1983. Mantan pelajar berprestasi ini sangat senang membaca & menulis sejak kecil (memiliki ratusan sahabat pena sejak SD hingga SMU sehingga terbiasa bersurat-menyurat), terutama menulis puisi. Syair dan puisinya serta cerita-cerita mini pernah menghiasi majalah Bobo, surat kabar lokal serta beberapa majalah nasional. Semasa menjadi putri kecil yang malu-malu, ia mengoleksi tulisan karya pribadi dan hanya dinikmati seisi keluarga serta bapak-ibu guru di sekolah. Beberapa prestasi yang terkait menulis adalah juara pertama menulis dan menyampaikan pidato kemerdekaan RI tingkat kotamadya Palembang, pada tahun 1997, Peserta termuda buku Antologi Puisi Kepahlawanan Pemda SumSel, serta kejuaraan menulis di beberapa majalah lokal dan nasional. Pernah menyabet juara 3 lomba puisi tingkat kodya Palembang, juara 2 menulis cerpen islami tingkat kodya Palembang yang diadakan ForDS (Forum Dakwah Sekolah), dan pada tahun 1999, semasa masih SMU dipercaya untuk menjadi pembimbing kepenulisan bagi sang ayah ketika mengikuti lomba membuat karya ilmiah tentang keselamatan kerja di Pertamina (menghadapi persaingan dengan para mahasiswa yang sudah S2 dan S3), dan Alhamdulillah, karya tersebut terpilih menjadi juara pertama. Lima tahun terakhir ini, ia tinggal di luar negeri, jauh dari bumi pertiwi. Hobi menulis pun terasah kembali, mengalirkan untaian kata pengobat rindu jiwa, sehingga kini kian aktif menulis artikel di beberapa website dan milist islami. Kini sedang mempersiapkan buku mengenai pengalaman pribadi sebagai sosok muslimah yang menikah di usia amat muda (ia menikah saat berusia 19 tahun), �Tentunya dengan ragam keajaiban yang saya temui, betapa saya amat merasakan kasih sayang Allah ta�ala dalam tiap tapak kehidupanku ini.� Prinsipnya dalam menulis, �Bagiku, Menulis itu dengan hati, dianalisa oleh semua indera, tak bisa direkayasa, tak boleh terburu-buru pula. Menulis itu adalah mengukir tanda cinta pada-Nya, mengharapkan apa-apa yang menjadi tulisan adalah cambuk motivasi diri sendiri dan dihitung-Nya sebagai amal jariyah�. Ia mengecap bangku kuliah di UPI-Bandung, dan UT-Jakarta, Lulus sebagai Sarjana Ilmu Komunikasi. Kegiatan saat ini menikmati peran menjadi ibu dari tiga jagoan ; Azzam, Sayyif dan Zuhud, mendukung penuh tugas suami yang mengemban project perusahaan di negara-negara lain, sekaligus mengatur jadwal sekolah bahasa Polish, serta menjadi pembimbing para muallaf dengan aktif sebagai koordinator muslimah di Islamic-Centre Krakow, Poland. Buku pertama kisah hikmah yang ditulisnya di Krakow baru dicetak awal maret 2012 oleh penerbit Eramuslim Global Media, dengan judul �Catatan CintaNya di Krakow-seri 1.�

Lihat Juga

Zakat Sebagai Solusi Masa Depan BPJS Kesehatan

Figure
Organization