Pusaran Cinta

Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Membuat orang senang dalam kesulitannya dalam pandangan kasat itu susah, namun tetap memungkinkan. Pernahkah kita melihat orang yang susah dari sudut pandang orang lain namun merasakan kenikmatan luar biasa akan keterbatasannya?

Membuat orang bersungguh-sungguh dalam satu hal juga susah namun itu memungkinkan. Bukankah banyak dari kita yang terpaksa bersungguh-sungguh karena hari ujian akhir semester sudah dekat?

Membuat orang mampu menghantam kemalasan dan kelambatan dalam aktivitas itu juga susah namun itu memungkinkan. Bukankah sudah banyak dari kita yang ditimpa keterbatasan dalam satu hal lalu mau tidak mau harus gigih dalam mengejar ketertinggalan dan menutup keterbatasan, apapun itu.

Hidup dalam pandangan konsep Bayesian mungkin bisa diselaraskan dengan probabilitas hidup, ada kemungkinan bahwa seseorang mampu mengubah jiwanya menjadi terkendali kala amarah memuncak seperti dikisahkan tentang seorang Buya Hamka yang hampir saja meledak marahnya kala dikatakan pengkhianat Negara, namun imannya menang. Ada pula kemungkinan seseorang mampu menyerahkan segala pernak-pernik dunia untuk jalan besar membentuk sebuah peradaban, kala Abu Bakar diminta oleh Rasul-Nya menginfakkan hartanya di jalan Allah. Ada pula kemungkinan orang berbalik arah 180 derajat untuk menjemput hidayah lalu menjadi panglima tangguh di medan laga sekaliber Khalid bin Walid, bukankah ia yang mempermalukan pasukan Muslim di Ghazwah Uhud kala tingkat kepercayaan muslimin meninggi hingga lupa akan ketaatan yang mendasar pada Rasul-Nya?

Kini patut bertanya, ada apa dengan mereka? Mengapa mereka mampu menuju ke sebuah titik yang sama akan pengendalian jiwa yang rentan akan uji, rentan akan angin sepoi dunia dalam bentuk apapun itu atau bahkan rentan akan krisis diri yang kadang sering bertanya akan ke mana arah akhir sebuah kehidupan. Bukankah kini banyak dari manusia yang kehilangan jati dirinya, kehilangan “intention” dalam kesehariannya, kehilangan hasrat dalam mengubah zaman menuju kebajikan yang menjadi sebuah habit (kebiasaan).

Sudah semestinya terus menilik jalan panjang, jalan mereka yang menang terhadap kegalauan dan kegelisahan sehingga mereka seakan tertelan pada sebuah pusaran dengan kekuatan maksimal, pusaran Cinta yang bertumpu pada Rabb.

Pusaran yang pada awal dan akhir serta sepanjang gerak di dunia, menjelaskan hendak ke mana kita berangkat dan hendak ke mana kita berlabuh. Adakah orang yang memiliki kepercayaan tinggi terhadap hari-harinya jika tak ada cinta hakiki pada dirinya, lalu kecintaan itu di-derivasi (diturunkan) kepada interaksi antar manusia, keluarga dan lingkup sosial lainnya.

Al-Banna menjelaskan dalam risalahnya, bahwa perubahan itu hadir dari akhlak lalu tak ada lagi halangan kebaikan itu datang berlimpah kala manusia di dalamnya telah berakhlak dan bertumpu pada Tuhan-nya.

Sebuah pusaran cinta yang tak ada alasan untuk berupaya keluar darinya.

Terus berada pada pusaran kuat, pusaran cinta pada-Nya.

Wallahu a’lam.

Konten ini telah dimodifikasi pada 12/11/12 | 08:01 08:01

Sekretaris Jenderal FORMMIT (Forum Mahasiswa Muslim Indonesia di Taiwan) 2011/12. NSYSU, Taiwan
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...