Topic
Home / Berita / Opini / “Stop Tarbiyah!!!”

“Stop Tarbiyah!!!”

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
(sri)

dakwatuna.com – Sore itu mendung. Badanku yang ringkih setelah 3 pekan bed rest akibat tyfhus, masih terasa agak lemas. Tapi tidak untuk masalah tarbiyah Aku merindukan lingkaran kecil itu. Setelah sekian lama libur semesteran ditambah libur panjang Ramadhan, rasanya ruh ini gersang. Bahkan mulai retak-retak. Maka, aku tatihkan langkah menuju tempat yang semoga malaikat senantiasa menyertai kami.

Seperti biasa, mungkin dewasa ini datang terlambat pada halaqah adalah hal yang lazim. Miris dan menyesakkan. Termasuk aku, telat sekitar setengah jam setelah mengikuti agenda kampus. Selesai shalat Ashar kami mulai pertarungan itu. Tarung melenyapkan segala sebab kefuturan, tarung menampik segala yang membuat ghirah berkaburan, tarung melawan nafsu diri yang kerap membawa pada kemaksiatan. Sungguh indah, senja itu. Tenteram dengan lantunan kalam-kalam Allah, damai dengan taujih dan nasihat yang hanya 7 menit atau kerap kali di anekdotkan menjadi kuliah kumaha Antum (kuliah gimana kamu), teguh dengan tes-tes hafalan dan segar dengan siraman-siraman ikhlas dan lembut yang mengalir dari sosok mengagumkan yang ada di hadapan kami.

Hmm, detik demi detik terasa begitu sangat singkat. Hingga lantunan salam penutup pun menggema. Tapi sebelum pulang, salah satu dari kami ada yang bertanya “Teh afwan, mungkin pertanyaan ini ditujukan pada diri Ana sendiri. Tapi yang lain pun juga sepertinya sama dan butuh penguatan”. Diam sejenak. Dia pun melanjutkan dengan mimik datar, “dari penjelasan Teteh tadi tentang menurunnya ruhul istijabah ikhwah (contohnya saat Aksi terkait film Innocent of muslim; yang diindikasi melecehkan Rasulullah saw), baik itu di kalangan; pekerja, karyawan, mahasiswa, ads dll. Ana pun merasakannya. Ana kadang berpikir, kami saja yang aktivis dakwah seperti ini. Lalu bagaimana dengan saudara-saudara kita yang lain di luaran sana? Ana ingin mengulang masa lalu yang sering diceritakan senior-senior terdahulu, yang ghirahnya seringkali mengalahkan apapun. Ketika ada panggilan dakwah, mereka begitu bersemangat. Tapi kenapa sekarang Ana tidak merasakan itu??? Ke mana ghirah itu?” Semua diam dan tertunduk.

Ketika ku angkat sedikit daguku ke atas sekitar 15 %, tampak buliran bening mengalir membasahi pipi lembutnya. Seketika, kemirisan itu menjalar, merasuk ke dalam jiwaku. Hatiku meronta, meminta pertanggungjawaban diri. Ke mana aku selama ini? Sudah melakukan apa aku untuk dakwah ini? Kemaksiatan apalagi yang aku buat hingga dakwah ini makin lama makin terhambat, dan berjalan lambat?

Isakan kami mulai bersuara. “Afwan ya Ukhti”, ucapnya tersedu. Suasana masih saja hening. “Sama, itu juga yang sedang Teteh pikirkan. Dari celah mana kemudian akan mengevaluasi degradasi ini. Namun, kunci yang utama adalah evaluasi diri kita masing-masing. Coba kita tengok tilawah-tilawah kita. Dulu, ketika dalam evaluasi halaqah seorang ikhwah ditarget 1 juz dalam sehari kemudian setoran hanya 3 juz itu malu nya minta ampun. Tapi sekarang??? Kita evaluasi amalan-amalan yaumi kita! Sudah sejauh mana kita menghidupkan sunah-sunah Rasul?”. Kami masih tertunduk dan terisak. “Ukhti, sesungguhnya yang tahu kondisi ini adalah diri kita. Karena jika menuntut Murabbi, itu kurang tepat karena hanya bertemu 1 pekan sekali. Maka mari tata kembali, lihat perbekalan di dalam diri kita. Wallahualam”. Aku merasakan getaran yang perlahan menampar hebat diriku, hingga terhuyung dan lunglai. Apa aku akan tetap seperti ini? Tidak! Aku harus bergeser ke arah yang lebih baik.

Sekelumit kisah tadi semoga senantiasa membangunkan kita dari tidur panjang yang mematikan ghirah-ghirah kita. Kita patut bertanya pada diri, sudahkah kita benar-benar tarbiyah? Ketika tarbiyah hanya dijadikan rutinitas semata. Apakah kita sudah benar-benar tarbiyah? Jika masih saja diam, ketika kemungkaran terjadi di depan mata. Seringkali mengulur-ulur waktu saat akan berangkat halaqah. Butiran-butiran afwan kerap kali meluncur dari bibir kita, karena telat. Banyak alasan-alasan yang kemudian kita buat, agar bias terbebas dari agenda wajib pekanan. Merasa bahwa halaqah sudahlah hal biasa sehingga lebih memilih agenda lain. Beranggapan bahwa halaqah adalah pengekangan yang kemudian ingin terlepas dari jeratan-jeratannya. Halaqah adalah doktrin yang membatasi gerak individu.

Masya Allah, pantas saja Islam selalu kalah dan terbelakang. Lihat saja para pengusungnya! Sudah sejauh mana degradasi yang kita alami sekarang? Maka, berkoar-koar menyalahkan Yahudi, kafir adalah pecundang. Bersumpah serapah dan aksi anarkis adalah sebuah kemunduran yang kentara. Jika agama ini dipikul oleh orang-orang yang lemah. Orang-orang yang tidak mempunyai kapasitas mumpuni dalam aplikasi yaumi; yang merupakan bahan bakar untuk melawan kezhaliman itu.

Maka Dr. Najih Ibrahim berkata, “Ketahuilah, din ini hanya akan tegak di atas pundak orang-orang yang memiliki azzam yang kuat. Ia tidak akan tegak di atas pundak orang-orang yang lemah dan hanya suka berhura-hura. Tidak akan pernah!”.

Stop Tarbiyah!!! Jika kita ingin din ini dipikul oleh orang-orang yang lemah. Jika kejayaan Islam yang diimpi-impikan sudah tak menjadi prioritas kita.

Stop Tarbiyah!!! Jika kita tidak ingin, kampus yang saat ini menjadi tempat berdakwah kita. Kampus yang sarat dengan amal-amal Islami. Banyak mahasiswa yang ketika pagi keluar masuk masjid untuk menyempurnakan Dhuha. Ketika adzan Zhuhur berkumandang, masyarakat kampus berbondong-bondong berjamaah. Ketika lingkaran-lingkaran kecil peradaban senantiasa memenuhi pojokan-pojokan masjid. Ketika kerudung-kerudung lebar berkibar-kibar menjadi pemandangan yang menyejukan. Ketika di kelas-kelas diisi oleh orang-orang yang sibuk bertilawah dari pada berkhalwat.

Hmm, Stop Tarbiyah!!! Jika kita ingin kampus impian kita tadi berubah menjadi kampus yang kotor. Yang dipenuhi oleh orang-orang yang bermaksiat. Jika kita rela setiap pojokan diisi oleh pergumulan dua orang berbeda jenis yang tengah berzina. Ketika kita ingin koridor-koridor masjid yang suci itu banyak begelimpangan bayi-bayi yang dihasilkan dari cara-cara haram yang dilaknat Allah.

Stop Tarbiyah!!! Jika kita mau, kemenangan dakwah kita tergantikan oleh tikus-tikus yang hatinya mati membusuk. Jika kita legowo mengizinkan, pejabat-pejabat korup itu semakin menjadi kan perut mereka buncit dari uang haram yang mereka dapatkan.

Aah, membayangkannya saja aku tak mau Rabb. Terlalu naïf jika kita dengan mudah merelakan itu semua terjadi. Karena kita punya iman, kita punya hati yang semoga Allah senantiasa membolak-balikkan hati kita menuju jalan kebenaran. Semoga kita tidak beranggapan bahwa Tarbiyah adalah satu hal yang biasa saja. Karena merupakan salah satu kekuatan terbesar kita mengumpulkan perbekalan dakwah. Yang perjalanannya masih sangat panjang, terjal dan penuh rintangan. Sehingga Allah pun menasihati dengan lembut hambaNya “Kalian menyangka hal itu adalah urusan yang remeh, padahal di sisi Allah itu adalah urusan yang agung” (QS. An-Nur: 15)

Semoga kita senantiasa istiqamah menjaga spirit kita, dengan cara memperbaiki amalan yaumi kita. “Amal islami bukanlah aktivitas yang cukup dikerjakan saat Anda memiliki waktu luang dan bisa ditinggalkan saat sibuk. Tidak, amal islami terlalu agung dan teramat mulia jika diperlakukan seperti itu” (Dr. Najih Ibrahim). Wallahualam bish shawab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (52 votes, average: 9.40 out of 5)
Loading...

Tentang

Aktif di Lembaga Dakwah Mahasiswa UIN SGD Bandung dan KAMMI UIN SGD Bandung, Lembaga Pers Mahasiswa, kuliah Jurusan Jurnalistik 2009, aktif menulis juga di koran nasional Media Indonesia, anak ketiga dari tiga bersaudara, asal Ciamis Jawa Barat.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization