Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Fiqih Dakwah untuk Masyarakat Jawa: “Aja Nganti Kabanjur”

Fiqih Dakwah untuk Masyarakat Jawa: “Aja Nganti Kabanjur”

Ilustrasi. (Rina Lestari)

dakwatuna.com – Pada tulisan terdahulu sudah saya sampaikan “pada” pertama Sekar Gambuh yang terdapat dalam Serat Wulangreh. Pelajaran penting dari bagian pertama tersebut adalah agar kita semua menghindari perilaku jahat, dan selalu memberi nasihat kebaikan untuk mengajak manusia menuju kehidupan yang benar. Pada tulisan kali ini saya akan meneruskan “pada” kedua Sekar Gambuh tersebut.

Pada bagian kedua, Serat Wulangreh mengingatkan kita agar tidak “kabanjur” atau terlanjur. Banyak manusia yang berada dalam suasana terlanjur, karena tidak memperhatikan pitutur luhur atau nasihat sebagaimana telah diungkapkan dalam bagian pertama. Berikut “pada” kedua Sekar Gambuh:

“Aja nganti kabanjur, barang polah ingkang nora jujur, yen kebanjur sayekti kojur tan becik, becik ngupayoa iku, pitutur ingkang sayektos”.

Terjemahan bebas dari bait-bait Gambuh di atas adalah: jangan sampai kau terlanjur dengan tingkah polah yang tidak jujur, jika sudah telanjur akan membuat celaka. Oleh karena itu, berusahalah mendapatkan ajaran yang sejati.

Kandungan Pelajaran

Sekar Gambuh di atas diawali dengan wejangan “aja nganti kabanjur”, jangan sampai engkau terlanjur. “Kabanjur” itu kata-kata sederhana, tapi pada tradisi masyarakat Jawa, memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar kata terlanjur. “Kabanjur” itu suatu kondisi dan situasi yang menghantarkan seseorang berada dalam keterlanjuran sikap, keterlanjuran watak, keterlanjuran karakter.

Sebenarnya Anda sudah sering diingatkan, sejak masih kecil dulu. Namun Anda tidak pernah mendengar nasihat, Anda tidak pernah mempedulikan peringatan, Anda selalu mengabaikan pitutur, Anda selalu merasa yakin dengan perbuatan yang Anda lakukan. Dampaknya, akumulasi dari berbagai perbuatan buruk yang Anda lakukan, Anda menjadi orang yang terjerumus dalam keburukan watak. Anda menjadi orang yang “kabanjur”. Demikian gambaran makna “kabanjur” itu.

Yang diperingatkan adalah agar Anda tidak “kabanjur” melakukan berbagai hal yang tidak jujur, tidak benar. “Barang polah ingkang nora jujur”, maksudnya adalah hal ihwal apapun yang bersifat tidak jujur dan tidak benar”. Bahasa Arabnya adalah shidiq. Jadi pesan pentingnya adalah, jadilah Anda menjadi orang shidiq, yang selalu jujur dan menjaga kebenaran. Jangan sampai Anda terlanjur menjadi orang yang tidak shidiq.

Hal ini mengingatkan kita tentang firman Allah:

Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (At Taubah: 119).

Allah telah memerintahkan kepada kita agar bertaqwa kepadaNya dan hidup bersama orang-orang yang benar, wa kunu ma’ash shadiqin. Jika kita selalu berada dalam lingkungan orang-orang yang shidiq, maka akan memberikan pengaruh kuat dalam diri kita untuk selalu baik dan menetapi kebenaran. Dalam konteks kebenaran dan kebaikan ini, tidak berlaku istilah “kabanjur”, misalnya “kabanjur apik”. Ungkapan kabanjur lebih tepat digunakan untuk menyatakan hal yang negatif dan tidak baik.

Kembali Kepada Jalan Ketuhanan

Selanjutnya, Serat Wulangreh memberikan wejangan, “yen kebanjur sayekti kojur tan becik”. Jika sudah kabanjur atau kebanjur, sungguh akan celaka dan tidak ada kebaikannya. Perbuatan tidak jujur, tidak benar, menyalahi aturan, menyalahi janji, mengingkari nilai-nilai keadilan, akan membawa manusia pada kondisi “kojur tan becik”. “Kojur” itu celaka, “tan becik” itu tidak baik. Sudah mendapat kecelakaan, kesengsaraan, ditambah mendapatkan ketidakbaikan. Lengkap sudah penderitaan orang yang “kabanjur”.

Kesudahan dari orang-orang yang “kabanjur” hanyalah kehancuran. Hal ini sudah diingatkan sejak zaman dahulu. Al Qur’an banyak menyatakan kesudahan orang-orang jahat yang menyesal di akhirat. Maka pesannya ditempatkan pada bagian awal agar mudah diingat, “aja nganti kabanjur”. Perhatikan kisah yang diabadikan Al Qur’an tentang tiga peradaban “kabanjur” yang berakhir dengan kehancuran:

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (Yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi; yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah; dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi” (Al Fajr: 6 – 14).

Rangkaian ayat-ayat di atas menggambarkan peradaban Aad, Tsamud dan Fir’aun. Masing-masing memiliki kesombongan dan pengingkaran, merasa hebat dan unggul, namun mereka tiran yang zhalim dan banyak membuat kerusakan serta kerugian. Hasil akhir dari peradaban “kabanjur” hanyalah kehancuran.

Untuk menghindarkan diri dari sifat “kabanjur”, maka diakhiri dengan wejangan, “becik ngupayoa iku, pitutur ingkang sayektos”. Sangat utama jika Anda mengupayakan nasihat yang benar-benar baik dan tulus. Pada kondisi Anda berada dalam tarikan-tarikan berbagai macam kepentingan dan ajakan, maka carilah nasihat yang lurus dan ikutilah. Jangan mengikuti hawa nafsu, jangan mengikuti selera zaman, tapi ikutilah nasihat kebaikan yang membawa Anda menuju kemuliaan.

Pitutur ingkang sayektos”, nasihat yang benar tentu saja bermula dari Kitab Allah dan tuntunan Nabi Saw. Itulah pitutur yang sesungguhnya, yang sebenarnya. Selama manusia menampik kebenaran dan kebaikan yang datang dari Allah, maka kesudahannya adalah kecelakaan, kesengsaraan dan kehancuran.

Sebuah pitutur yang sangat dalam maknanya. Sesuai dengan prinsip dakwah kita.

Bersambung…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 3.00 out of 5)
Loading...
Senior Editor di�PT Era Intermedia, Pembina di�Harum Foundation, Direktur�Jogja family Center, Staf Ahli�Lembaga Psikologi Terapan Cahaya Umat. Alumni�Fakultas Farmasi�Universitas Gadjah Mada (UGM).

Lihat Juga

Khutbah Idul Adlha 1438 H: Belajar dari Nabi Ibrahim, Bergerak Bersama Dalam Kebenaran

Figure
Organization