dakwatuna.com – Potensi budaya keislaman bukan ditentukan oleh suatu daerah yang berpotensi ilmu Islam, karena Islam bukan sekadar teori tapi juga aplikasi, bukan cuma sekadar opini tapi juga bukti, bukan sekadar prediksi tapi perlu observasi, begitu pula negara kita Indonesia ini yang diklaim sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, tidak lagi pantas klaim tersebut disandang sebagai pujian, maraknya kekerasan tak bisa dipungkiri, selaksa sudah memfenomena bagi masyarakatnya, mulai masalah sosial, pendidikan, maupun politik, sampai-sampai SARA-pun menjadi alasan untuk berulah dan bertingkah demi kepuasan individu maupun golongan.
Kesenjangan sosial adalah salah satu bukti yang membenarkan bobroknya kondisi keislaman dunia new age, demi sebuah kemudahan dalam setiap akses kehidupan, apapun dilakukan tidak melihat itu munculkan manfaat ataupun mudharat, setiap bentuk kebaikan yang diadakan di depan umum hanyalah kepentingan individu meski pernyataan sikap sosial sering diumbar bahkan jadi slogan.
Tidak salah bagi negara yang berpaham pluralis bertingkah anti syariah, masyarakat heterogen mencerminkan kebebasan tanpa ada batasan-batasan yang menjadi pedoman hidup, semuanya serba individualis, parahnya lagi kefatalan ini bukan sebuah kebetulan, akan tetapi sudah terorganisir sedemikian rupa berwujud sebuah keinginan untuk mencapai kebebasan hidup bersosial, bahkan solusi perbaikan pun sengaja dicegah atas kesalahpahaman yang tak terarah.
Kemerdekaan yang pernah diteriakkan oleh presiden pertama kita ternyata tidak ada artinya bagi seluruh masyarakat Indonesia, penjajahan terus berlanjut meski tidak bermodel peperangan, korban utama dalam penjajahan ini adalah para pemuda generasi bangsa, bukan lagi pembunuhan karakter yang dilakukan para penjajah tapi cocoknya adalah pengalihan karakter, iming-iming perubahan menjadi umpan bagi mereka yang berlatar belakang kurang beruntung dalam hidupnya, menakut-nakuti mereka akan unsur agama yang didoktrin tidak penting lagi bagi kelangsungan hidup mereka, mereka berstatment “Demi membangun negri pembelaan pemuda harus dieksiskan” kiranya hal itu yang mereka jadikan sampul untuk mengelabui para penikmat dan peminatnya.
Sungguh sangat fatal kiranya kalau semakin hari pencitraan Islam tidak lagi baik dengan kedamaian, corak keislaman yang baik dialihkan kepada agama serba kekerasan, mereka tak pernah menyadari akan ancaman Allah bagi orang-orang yang membeli kehidupan dunia.
اولئك الذين اشتروا الحيوة الدنيا بالأخرة فلا يخفف عنهم العذاب ولاهم ينصرون
“Mereka itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat. Maka tidak akan diringankan azabnya dan mereka tidak akan ditolong.
Harapan bagi pembaca Artikel ini, agar selalu “Tanbih” di setiap menjalani aktivitas hidup, saling mengingatkan dan selalu bergandengan tangan dalam menggenggam kalimat لااله الا الله sampai di surgaNya nanti dengan kebahagiaan sejati Insya Allah.
Redaktur: Ardne
Beri Nilai: