Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Fiqih Dakwah untuk Masyarakat Jawa: Kehinaan Adigang, Adigung, Adiguna

Fiqih Dakwah untuk Masyarakat Jawa: Kehinaan Adigang, Adigung, Adiguna

Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Pada tulisan terdahulu sudah saya sampaikan “pada” pertama dan kedua Sekar Gambuh yang terdapat dalam Serat Wulangreh. Pelajaran penting dari bagian pertama adalah agar kita semua menghindari perilaku jahat, dan selalu memberi nasihat kebaikan untuk mengajak manusia menuju kehidupan yang benar. Sedangkan bagian kedua Sekar Gambuh, Serat Wulangreh mengingatkan kita agar tidak “kabanjur” atau terlanjur. Banyak manusia yang berada dalam suasana terlanjur, karena tidak memperhatikan pitutur luhur atau nasihat kebaikan.

Kali ini saya akan menyampaikan “pada” keempat dan kelima Sekar Gambuh, yang menuturkan pelajaran penting agar manusia menghindari watak adiguna, adigang, dan adigung. Tiga watak jahat manusia yang akan menghantarkan mereka menuju kebinasaannya, baik dalam skala personal maupun dalam konteks suatu komunitas, kaum, bangsa atau peradaban.

Perhatikan pitutur luhur Sekar Gambuh “pada” keempat berikut ini:

“Ana pocapanipun, adiguna adigang adigung, pan adigang kidang adigung pan esthi, adiguna ula iku, telu pisan mati sampyuh”.

Terjemahan bebas dari bait-bait Gambuh di atas adalah: ada kiasan yang berbunyi adiguna, adigang, adigung. Adapun adigang adalah kiasan kijang, adigung kiasan gajah, dan adiguna kiasan ular. Ketiganya mati bersamaan.

Sedangkan “pada” kelima adalah sebagai berikut:

“Si kidang ambegipun, ngandelaken kebat lumpatipun, pan si gajah angandelken gung ainggil, ula ngandelaken iku, mandine kalamun nyakot”.

Terjemahan bebas dari bait-bait Gambuh di atas adalah: tabiat si kijang adalah menyombongkan kecepatannya berlari, si gajah menyombongkan tubuhnya yang tinggi besar, sedangkan si ular menyombongkan bisanya yang ganas bila menggigit.

Kandungan Pelajaran

Bagian keempat Sekar Gambuh diawali dengan pengenalan istilah, “Ana pocapanipun, adiguna adigang adigung”. Istilah adiguna adigang adigung sudah sangat terkenal dan akrab di telinga masyarakat Jawa, bahkan Indonesia secara umum. Istilah tersebut menggambarkan tiga watak jahat manusia yang menyebabkan kebinasaan.

Pan adigang kidang adigung pan esthi, adiguna ula iku”, penjelasan dari ketiga watak tersebut adalah dengan kiasan tiga binatang, yaitu kijang, gajah dan ular. Adigang adalah kiasan watak kijang, adigung kiasan gajah dan adiguna kiasan ular. Ketiga binatang tersebut melambangkan tiga watak yang berbeda-beda, namun jika manusia memilikinya akan membuat mereka binasa.

Bagian akhir ditutup dengan ungkapan “telu pisan mati sampyuh”, ketiganya mati bersamaan. Sampyuh itu menandakan keseluruhan, tiga watak tersebut seluruhnya bisa mematikan, membuat sampyuh. Bukan saja pribadi, namun bisa membuat sampyuhnya generasi.

Sedangkan bagian kelima Sekar Gambuh memberikan penjelasan rinci watak ketiga binatang tersebut. “Si kidang ambegipun, ngandelaken kebat lumpatipun”, kijang itu mengandalkan kecepatannya berlari. Lincah, cepat, dan melesat meninggalkan binatang lainnya seperti gajah dan ular. Ia akan terdepan dalam sebuah perlombaan lari, karena kelebihan yang dimilikinya adalah dalam kecepatan gerak. Kijang merasa unggul dan maju dibanding hewan lainnya karena mampu bergerak cepat. Ini yang namanya adigang.

Berbeda dengan kijang, “pan si gajah angandelken gung ainggil”, gajah mengandalkan tubuhnya yang tinggi dan besar. Jika bertarung fisik, ia pasti paling kuat dibanding kijang dan ular. Sekali injak, kijang bisa mati, apalagi ular. Gajah merasa unggul dengan fisiknya yang hebat, kuat, melebihi fisik hewan lainnya. Tidak akan ada binatang yang mampu mengalahkan kekuatan fisiknya. Ini yang namanya adigung.

Ular memiliki kebanggaan yang berbeda, “ula ngandelaken iku, mandine kalamun nyakot”. Ia memiliki bisa atau racun yang sangat berbahaya. Jika menggigit hewan lainnya akan mengalirkan racun yang bisa mematikan gajah maupun kijang. Ular merasa unggul dengan racun yang mematikan, dan tidak akan sanggup dilawan oleh siapapun. Ini yang namanya adiguna.

Siapa Adigang, Adigung dan Adiguna?

Salah satu tokoh pewayangan yang padanya berkumpul watak kejahatan adalah Prabu Dasamuka yang disebut juga dengan Prabu Dasawadana atau Prabu Rahwana Raja. Penggambaran diri Dasamuka adalah sosok ambisius, penuh trik licik, menggunakan kekuasaan untuk kesenangan nafsu.

Nalendra gelah-gelahing bumi, leletheging jagad, panukswaning da’jal laknat. Ambege angkara, budine sia, watake adigang adigung adiguna.

Adigang ngenggoni wataking kidang. Labet denya pinter lumumpat, nanging datan enget senajan kidang pinter lumumpat ana kalamangsane bisa kesrimpet lan bisa kepleset awit sangka anggone kurang teteken pengati ati.

Adigung ngendelake wataking gajah. Gedhe duwur rowa birawa, senajan karosane tanpa tanding, ana kalamangsane si gajah bisa pepes tlalene, rengka gadhinge, yen to saliring panindak sarwa agahan tanpa paniti priksa.

Adiguna nganggo wataking ula. Upase mandi kalamun nyakot, nanging datan enget, si ula bakal bisa pepes pethite, miwah aber upase, yen to saliring panindak datan kapareng amawas diri.

Watak adigang, adigung dan adiguna ini bisa maujud dalam skala personal maupun dalam suatu komunitas. Dalam konteks personal, adigang adalah watak jahat manusia yang merasa lebih maju dari segi materi atau harta kekayaan. Adigung adalah watak manusia yang membanggakan kekuasaan. Adiguna adalah watak manusia yang membanggakan kepandaian atau ilmu pengetahuannya.

Banyak orang menjadi sombong, angkuh dan merasa paling hebat, karena kekayaan yang dimilikinya. Inilah watak adigang. Dengan kekayaan hartanya, ia bisa membeli apa saja. Bisa membeli loyalitas manusia, bisa membeli suara dalam politik, bisa membeli keputusan hukum, bisa membeli produk undang-undang, dan lain sebagainya. Harta menjadi andalannya.

Banyak pula orang sombong, angkuh dan merasa paling hebat, karena memiliki kekuasaan. Inilah watak adigung. Dengan kekuasaan yang dimiliki, ia bisa menundukkan semua orang. Para pengusaha, birokrat, politisi, apalagi rakyat biasa, semua bisa bertekuk lutut tak berdaya di hadapan kekuasaannya. Orang-orang dengan watak adigung ini berbahaya karena akan menyalahgunakan kekuasaan untuk kesenangan dirinya sendiri.

Banyak pula orang sombong karena merasa paling pandai, paling cerdas, paling banyak ilmu yang dimilikinya. Dengan ilmu pengetahuan yang dikuasai, ia merasa bisa melakukan apapun yang dikehendaki. Ia bisa memaksakan kehendak kepada orang lain, karena ia menguasai ilmu dan teknologi. Orang-orang dengan watak adiguna ini berbahaya karena merasa selalu benar dan tidak bisa diingatkan.

Dalam konteks sebuah bangsa atau peradaban, tiga watak jahat itu bisa pula menimpa. Kita ingat kisah yang diabadikan Al Qur’an tentang tiga peradaban yang berakhir dengan kehancuran, karena kesombongan mereka.

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi; yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain. Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah; dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi” (Al Fajr: 6 – 14).

Menurut saya, peradaban kaum Aad itu memiliki watak adigang dan adiguna. Mereka maju dari segi materi, namun juga hebat dari segi teknologi. Gambaran mereka adalah, “mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi; yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain”. Sangat maju dari segi materi dan teknologi. Mereka cepat berlari meninggalkan negeri yang lain, seperti kijang yang mengalahkan hewan lainnya. Seperti ular yang sanggup mematikan lawannya.

Peradaban kaum Tsamud memiliki ciri fisik yang kuat, seperti gajah. Dengan fisik yang kuat itu mereka terbiasa “memotong batu-batu besar di lembah”. Mereka merasa hebat, tidak memerlukan ajaran Ketuhanan yang dibawa Nabi, karena kekuatan fisik yang mereka miliki. Ini kategori adigung, sombong karena mengandalkan kekuatan fisik.

Peradaban yang dibangun Fir’aun itu berpadu antara kesombongan material, kekuasaan dan keilmuan. Al Qur’an menggambarkan, “dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu”. Fir’aun memiliki banyak tentara, banyak harta, kekuasaan dan penguasaan ilmu pengetahuan. Namun semua itu digunakan untuk merusak dan menghancurkan masyarakat.

Akhirnya, peradaban yang berkubang dalam watak adigang, adigung dan adiguna akan hancur, “karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab”. Siapapun manusia, masyarakat, bangsa atau peradaban yang mengembangkan watak kesombongan, keangkuhan, dan merasa paling hebat karena materi, kekuasaan ataupun ilmu pengetahuan, ujung-ujungnya hanyalah kehancuran. Sebagaimana ungkapan Gambuh, “telu pisan mati sampyuh”, ketiganya mati bersamaan.

Allah memiliki cara sendiri untuk menghancurkan bangsa-bangsa yang merasa besar. Mungkin bangsa lain yang kecil merasa mustahil bisa mengalahkan kedigdayaan negara-negara super power. Namun jika negara super power tersebut selalu mengembangkan watak adigang, adigung dan adiguna, maka Allah telah punya rencana untuk membawa mereka menuju kehancurannya.

bersambung...

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (4 votes, average: 9.25 out of 5)
Loading...
Senior Editor di�PT Era Intermedia, Pembina di�Harum Foundation, Direktur�Jogja family Center, Staf Ahli�Lembaga Psikologi Terapan Cahaya Umat. Alumni�Fakultas Farmasi�Universitas Gadjah Mada (UGM).

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization