Topic
Home / Berita / Nasional / Dua Ayat Pada UU Perbankan Syariah Digugat ke MK

Dua Ayat Pada UU Perbankan Syariah Digugat ke MK

Ilustrasi – Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (hukumonline.com)

dakwatuna.com – Mahkamah Konsitusi diminta membatalkan Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008, tentang Perbankan Syariah. Pasalnya, dua ayat dalam satu pasal yang mengatur penyelesaian sengketa perbankan syariah itu saling kontradiktif.

Demikian dikemukakan Rudi Hernawan selaku kuasa hukum Dadang Achmad yang mengajukan permohonan uji materi atas Pasal 55 ayat (1) dan (2) UU Perbankan Syariah. Saat membacakan permohonan uji materi di hadapan persidangan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/10), menyatakan bahwa ketentuan yang dipersoalkan itu menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemohon.

Rudi menyebutkan, Pasal 55 ayat (1) UU Perbankan Syariah dengan tegas menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah, dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. Sementara pada ayat (2) pasal yang sama menyebutkan, dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad.

“Jika ayat satu mengatur bahwa saat terjadi sengketa merupakan kewenangan pengadilan agama, namun pada ayat dua, justru membuka ruang diselesaikan di peradilan manapun,” katanya. Rudi menilai ketentuan yang digugat itu bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Untuk diketahui, Dadang Achmad selaku pemohon merupakan nasabah Bank Muamalat cabang Bogor, yang terbelit kredit macet. Sebelumnya pada perjanjian antara Dadang dengan pihak Bank Muamalat, disepakati, bahwa apabila terjadi sengketa, maka mereka sepakat untuk menyelesaikannya di Pengadilan Negeri Bogor. Kesepakatan tersebut tertuang dalam dalam Akta Notaris No 34, tertanggal 09 Juli 2009 dan diperbarui dalam Akta Notaris No 14 tertanggal 8 Maret 2010.

Hanya saja setelah melihat bahwa Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2) kontradiktif, pemohon meminta agar MK menguji ketentuan tersebut dengan konstitusi.

Menanggapi permohonan ini, Hakim MK, Muhammad Alim menyatakan, permohonan tersebut belum menggambarkan bentuk pertentangan antara ketentuan yang diuji dengan UUD 1945. “Harus diuraikan. Untuk itu pemohon diminta memperbaiki permohonannya maksimal 14 hari ke depan. Saudara bisa lihat contoh-contoh permohonan di Kepaniteraan MK,”ungkap Hakim Ali.(gir/jpnn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

MK, Sosial Media dan Etalase Demokrasi

Figure
Organization