Topic
Home / Berita / Nasional / MA Batalkan Vonis Mati Produsen Narkotika, NU Desak PK Kedua

MA Batalkan Vonis Mati Produsen Narkotika, NU Desak PK Kedua

Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. (Tribunnews)

dakwatuna – Jakarta. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merasa kecewa atas vonis pembatalan hukuman mati untuk produsen narkotika Hengky Gunawan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung (MA). Atas dasar rasa keadilan NU mendesak Peninjauan Kembali (PK) kedua atas vonis tersebut.

“Kalau (PK) itu pernah bisa dilakukan dua kali dan bisa, yang ini juga harus bisa,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam siaran pers yang diterima detikcom, Kamis (4/10/2012). Secara formil per-UU-an, PK hanya berlaku sekali tetapi peraturan itu pernah disimpangi dua kali.

Kiai Said menjelaskan berdasarkan kajian Imam Al Ghazali hukuman untuk pelaku kejahatan dikelompokkan dalam 4 kategori. Pertama adalah yang melakukan kejahatan karena pengaruh atau ajakan dan dihukum peringatan keras.

Kedua adalah pelaku yang melakukan kejahatan lebih dari sekali dan masih disebabkan alasan pengaruh atau ajakan. Maka hukuman yang direkomendasikan tetap peringatan keras.

“Peringatan keras ini kalau diartikan bisa kurungan penjara yang sifatnya mendidik,” jelas Kiai Said.

Kategori ketiga, lanjut Kiai Said, yaitu fasiq dan yang keempat adalah syirrir, yaitu pelaku yang sudah menjadikan kejahatan sebagai gaya hidupnya dan tidak bisa diharapkan untuk adanya sebuah perbaikan.

“Nah produsen narkotika ini bisa dikategorikan syirrir dan layak dihukum mati,” tegasnya.

Kiai bergelar Doktor lulusan Universitas Ummul Qura’, Mekkah, Arab Saudi ini menegaskan pengedar dan produsen narkotika bisa dikategorikan kejahatan yang merusak tatanan kehidupan. Hukuman untuk kejahatan tersebut adalah dipotong tangan kanan dan kirinya, kaki kanan dan kirinya atau dihilangkan dari muka bumi.

Terkait alasan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang digunakan MA dalam putusannya, NU memiliki penilaian tersendiri. Dalam hukum Islam, kejahatan berat yang bisa merusak tatanan kehidupan pelakunya tetap layak dihukum mati.

“Kalau dikatakan melanggar HAM, produsen narkotika lebih dari sekedar melangar HAM. Mereka merusak bangsa dan merenggut hak hidup orang-orang yang terpengaruh mengkonsumsi narkotika,” tandas Kiai Said.

Seperti diketahui, pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan ditangkap pada 23 Mei 2006 di Yani Golf, Jalan Gunung Sari, Surabaya. Ia dibekuk polisi karena terlibat memproduksi dan mengedarkan ekstasi dalam jumlah besar.

PN Surabaya menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara kepada Hengky. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman menjadi selama 18 tahun penjara. Di tingkat kasasi hukuman dimaksimalkan menjadi hukuman mati. Tetapi hukuman mati ini dianulir MA dan mengubah hukumannya menjadi 15 tahun penjara.

MA beralasan pembatalan hukuman mati karena bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM. (asp/van/DTC)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 9.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Tim dakwatuna adalah tim redaksi yang mengelola dakwatuna.com. Mereka terdiri dari dewan redaksi dan redaktur pelaksana dakwatuna.com

Lihat Juga

Bolehkah Membatalkan Shalat di Saat Terjadi Gempa?

Figure
Organization