Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Bahayanya Sinetron – Drama Asmara

Bahayanya Sinetron – Drama Asmara

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi – Anak-anak menonton televisi (inet)

dakwatuna.com – Adegan sinetron dan drama cinta yang meresap manis dalam perfilman seakan-seakan telah menjadi budaya dalam seri cerita perfilman Indonesia. Bagai sayur tanpa garam jika nuansa cinta tidak diselipkan dalam alur cerita. Bahkan semua sinetron dan drama yang digelar bertemakan cinta. Terlebih lagi tidak adanya batasan umur yang diperbolehkan untuk menyaksikan tayangan tersebut. Alhasil, anak kecil pun tak asing lagi dengan inisial lima huruf tersebut.

Berbicara mengenai cinta, yang menjadi daya tarik untuk dibahas adalah respon dari wanita. Di sini menarik untuk dicermati bagaimana tanggapan dan sikap seorang wanita di mana nuansa pikirnya atas cinta selalu berhegomoni yang indah-indah saja seperti yang disajikan dalam sinetron dan drama percintaan. Seringkali wanita terlena saat melihat adegan cinta karakter-karakter dalam film romantis. Tak jarang jika wanita berharap ingin merasakan apa yang dirasakan sang karakter.

Nuansa cinta fiksi dalam film-film romantis layaknya hidangan lezat bagi wanita untuk berkhayal memiliki cinta seperti yang diperankan. Perjalanan cinta seorang wanita yang umumnya berakhir bahagia, memiliki sang pahlawan yang melindungi, mempunyai banyak fans, dan sebagainya. Terlebih lagi kisah-kisah yang menyuguhkan inspiratif salah bagaimana seorang wanita dijadikan rebutan oleh beberapa pria sempurna. Aduhai, betapa indahnya cerita cinta wanita seperti itu, sehingga tak heran jika penonton wanita memimpikan hal yang sama. Mencintai karakter fiksi. Karakter yang hanya ada dalam cerita. Bukan karakter dalam realita kehidupan.

Lantas, apakah dengan bermimpi tinggi untuk mendapatkan pasangan yang sempurna salah? Tentu saja tidak. Yang menjadi masalah adalah ketika hal tersebut menjadikan wanita berpikiran tidak rasional. Menjadikannya seperti punguk merindukan bulan. Mengada-adakan sesuatu. Dan kecenderungan tidak mau menerima kenyataan yang ada. Tetap pada kegigihan untuk bermimpi di siang bolong. Hanya harapan hampa yang didapat.

Menurut Mary pada bukunya seperti dikutip dari Female First, “Wanita yang jatuh cinta pada karakter fiksi akan sulit menjalankan hubungannya di dunia yang nyata. Ekspektasi mereka terhadap pasangan terlalu tinggi”. Lebih lanjut, Mary juga menjelaskan bahwa impian perempuan itu malah akan membuat hidupnya hancur. Keinginan untuk mendapatkan pasangan seperti karakter impiannya akan membuatnya hancur karena mengharapkan sesuatu yang tidak nyata. Yang paling parah, keinginan dan impian itu akan membuat perempuan menjadi depresi.

Sebagai wanita, jangan bauri pikiran kita dengan hal-hal boros seperti di atas. Berpikirlah untuk realistis. Berpikir realistis bukan hanya terhadap impian pendamping sempurna, namun juga realistis dalam memfilter apa yang menjadi konsumsi mata dan pikiran khususnya. Jangan pernah membuang waktu kita untuk konsumsi yang tidak penting.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.44 out of 5)
Loading...
Student of Universitas Bakrie, Accounting Study Program. Aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Aktivis LDK (Lembaga Dakwah Kampus) Basmala Universitas Bakrie. Member of Muamalah Community. Seorang hamba yang tidak sempurna namun selalu berusaha menjadi sempurna di mata Tuhan.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization