Giliran Kebenaran Menggema!

Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Tak perlu meragukan keefektifitasan media massa sebagai “alat” untuk membentuk pola pikir umat. Karena keruhnya suasana sosial yang kita saksikan sekarang sudah merupakan bukti bahwa media informasi -tentu dengan segala “informasi” yang disampaikannya- dengan mudahnya dapat menggodok karakter masyarakat dan mengontrol tindakan umat. Wacana-wacana yang disampaikan oleh berbagai media dengan mudah mengakarkan stigma, karena corak wacana yang sama dan “sewarna”. Dengan kenyataan seperti ini, umat sengaja dipaksa untuk mencerna berita tanpa sempat menyimpulkan secara objektif dan mempertimbangkannya dari sudut pandang berbeda.

Itulah faktanya! Tidak seimbangnya pengabaran yang sampai kepada umat terkait dengan dunia Islam (meliputi keagungan gerakannya dan kemuliaan penggeraknya) telah membuat umat keliru dalam memahami Islam dan skeptis dengan keberadaan aktivis Islam. Berawal dari kampanye media dan propaganda yang diluncurkan musuh-musuh Islam. Wacana yang sering digembar-gemborkan adalah bahwa para aktivis Islam digambarkan sebagai kaum ekstremis religius yang tidak mengenal toleransi dan dialog serta berbagai tuduhan yang lain yang sama sekali tidak berdasar. Akibatnya kemuliaan para aktivis Islam jadi tersamarkan oleh kabut fitnah, bahkan prinsip dan aktivitas dakwah mereka yang agung justru dianggap sebagai biang masalah.

Kampanye media juga dibantu kaum benalu yang mengaku berpaham liberal. Merekalah umat Islam yang bekerja sebagai kaki tangan musuh-musuh Islam, yang kian hari semakin menyudutkan Islam dan aktivisnya dengan apa yang biasa mereka sebut “berita”. Merekalah yang memberi cap para aktivis Islam sebagai golongan takfir yang beranggapan bahwa penguasa adalah thagut ataupun musuh yang wajib

ditentang. Tentu saja “cap” ini bertujuan untuk mengisolasi aktivis Islam dari masyarakat.

Demikianlah kampanye global -yang katanya- untuk memberangus gerakan terorisme yang ternyata justru menjadi sebuah terror yang mengancam eksistensi para aktivis Islam. Mereka tak lagi diberi ruang gerak untuk memenuhi hak dan kewajiban mereka dalam menjalankan perintah agama. Walaupun hanya sekadar berpartisipasi dalam meramaikan kegiatan-kegiatan keislaman, seperti mengikuti kegiatan kerohanian Islam bagi para remaja di lingkungan sekolah-sekolah misalnya. Segala aktivitas mereka dicurigai! Mereka (para aktivis Islam) tak henti-hentinya disudutkan dengan dugaan-dugaan yang menyesatkan, entah sampai kapan.

Memang, jika dianalisis masalah bermula dari banyaknya media yang tidak adil dalam menyampaikan berita. Tapi tidakkah kita sadar? Masalah justru semakin runyam dengan sedikitnya aktivis Islam yang mau bicara. Ditambah dengan kemalasan -atau bahkan keengganan- para aktivis Islam dalam menambah wawasan. Akhirnya jadilah para aktivis-aktivis “mandul” yang tidak mampu meng-counter wacana yang seringkali menyudutkan Islam.

Maka, sudah tentu kehadiran aktivis yang juga memiliki kecerdikan dalam memanfaatkan media sangat dibutuhkan. Sehingga dengan kecerdasan mereka dalam berwacana (berdakwah) melalui media, pemahaman-pemahaman yang menyimpang terhadap Islam dapat kembali diluruskan. Bukan malah diam dan hanya bisa menyayangkan bahwa tidak adanya media yang berpihak pada kebenaran.

Wahai aktivis Islam, jangan sekali-kali berpegang pada pernyataan,

“Kalau tidak merasa mengapa harus marah?”

Tapi ucapkanlah dengan gelora keimanan,

“Kalau kita difitnah kenapa diam saja!?”

Wahai para aktivis Islam, sudah saatnya kita bicara dan membuka tabir kebenaran!

Konten ini telah dimodifikasi pada 21/09/12 | 01:32 01:32

Mujahid Pena
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...