dakwatuna.com – Begitu banyak kita saksikan, antrian sembako dan zakat dermawan kaya di seantero Negeri kita. Sayangnya, kejadian ini tidak efektif dan memakan banyak korban. Tidak hanya 1 atau 3 orang yang antrian, tetapi berkisar puluhan orang bahkan ratusan. Begitu melaratkah masyarakat di negeri kita sehingga rela antri demi amplop atau sembako? Yang rasanya tidak pantas di tukar dengan nyawa? Mereka banyak yang mengalami pingsan apalagi berdesak-desakan.
Al-Quran memang menyebutkan, dan memang sudah perintah Allah agar kita senantiasa bersedekah (Qs Almujadilah [58]:31)… tetapi ada cara yang lebih indah dan sangat di anjurkan. Yaitu, kita tidak harus mengumpulkan masyarakat sebanyak mungkin hingga berdesakan. Tetapi, kita datangi mereka ke rumah-rumah. Jika kita merasa tak sanggup, meminta tolonglah kepada orang yang kita percayai. Apalagi di bulan puasa ini, langkah demi langkah kita yang membawa kebaikan di hitung sebagai pahala.
Mengapa mesti promosi di depan TV, jika ingin berbuat kebaikan? Itu, yang berdesak-desakan membagikan sembako atau uang di amplop (walaupun tidak mengundang wartawan), tetapi sama saja itu riya’ (karena secara tidak sengaja, menarik perhatian wartawan yang lalu lalang mencari berita untuk di publikasikan).
Anehnya lagi, kejadian ini sering dan terus-menerus terulang di bulan Ramadhan. Apakah mesti di bulan Ramadhan kita “terketuk” Qalbu ini untuk berbagi kepada sesama? Mengapa jika di saat yang lain kelaparan atau banyak anak-anak terlantar, seolah-olah diam dan “kebanyakan” tidak acuh kepada mereka ketika di bulan-bulan biasa (selain Ramadhan)?
Memang benar, Ramadhan itu sangat istimewa. Namun, apa artinya jika keistimewaan bulan Ramadhan di salah artikan? Apa “bekas” tarbiyah kita selama Ramadhan? Jika selama Ramadhan, kita menjadi orang yang paling dan sangat dermawan. Subhanallah… mengumpulkan fakir miskin dan anak terlantar hingga ratusan jiwa untuk membagikan zakat dan sedekah…. tetapi? Mana komitmen dan konsisten kita setelah bulan Ramadhan? Bulan Syawal, Muharram, Safar, dan bulan-bulan lainnya, kita kembali bakhil seperti sediakala. Na’udzubillah.
Tidak mesti menunggu Ramadhan jika ingin berbagi. Tidak mesti menunggu Ramadhan jika ingin membantu. Lagi-lagi tidak mesti menarik perhatian wartawan agar masuk TV. Pilih surganya Allah atau pilih pujian dunia yang hanya sesaat? Riya’ mampu menghapus amalan kita. Rugi dan sangat merugi.
Redaktur: Ardne
Beri Nilai: