Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Jadilah yang Terkuat di Dunia…!

Jadilah yang Terkuat di Dunia…!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Umumnya saat kita ditanya tentang apakah hewan terkuat di dunia, maka jawaban yang sering kita berikan adalah Gajah. Ini sangat wajar karena kebanyakan kita lebih fokus pada tubuh yang besar dan otot yang kuat. Tapi tahukah Anda bahwa Gajah Afrika hanya mampu mengangkat beban dengan proporsi 25% dari total berat badannya…? Coba kita bandingkan dengan kemampuan seekor hewan kecil bernama Kumbang Badak (The rhinoceros beetle). Kumbang ini mampu membawa beban seberat 850 kali dari total berat badannya…! Subhanallah…!

Dengan kata lain, kemampuan makhluk kecil ini adalah 3.400 kali dari kemampuan Gajah yang kita anggap perkasa itu. Wah…ternyata indikator kuat itu tidak sesempit yang kita kira kan…!?
Kenyataan di atas secara eksplisit memberikan kita gambaran bahwa ternyata indikator kuat-tidaknya makhluk tidak hanya terletak pada besar kecilnya otot saja.

Dalam dinul Islam, salah satu indikator kuat-tidaknya seseorang diterjemahkan dalam kemampuan seseorang menahan amarah.

Rasulullah Saw bersabda: Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

Dari Ibnu Mas’ud RA Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang dikatakan paling kuat di antara kalian? Sahabat menjawab: yaitu di antara kami yang paling kuat gulatnya. Beliau bersabda: “Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim)

Sahabatku, sebagaimana sedih, gembira, takut, khawatir, dan lupa maka marah juga sifat yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah dari Allah SWT. Maka tidak salah bila seorang hamba memiliki sifat ini. Penting untuk kita ingat bahwa kita tidak diperintahkan untuk menghapus sifat yang sudah menjadi sunnatullah pada diri manusia ini, melainkan kita diperintahkan untuk bisa mengendalikannya sehingga saat sesuatu yang menyebabkan marah itu datang kita tetap tidak menuruti keinginan untuk melampiaskan amarah itu. Maka benar sekali ketika Rasulullah SAW mengajarkan kita dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh “Dari Abu Hurairah RA, bahwa seseorang berkata kepada Nabi Saw: berwasiatlah kepadaku. Beliau bersabda:jangan menjadi seorang pemarah”. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda: “janganlah menjadi orang pemarah” (HR. Bukhari).

Jauh sebelum menyampaikan hadits ini kepada kita, Rasulullah SAW sudah mengamalkan hal ini pada diri beliau sendiri. Tentu kita tahu bagaimana beliau bersikap ketika diludahi, dilempar dengan kotoran unta atau setiap hari dihina oleh seorang wanita buta, apa yang baginda rasul lakukan…? Bukannya marah malah memaafkan dan menyuapi wanita buta itu dengan makanan hingga akhir hayat beliau, dan akhirnya si wanita buta itu beriman kepada Allah. Subhanallah… bukankah ini adalah akhlak yang mulia…?!

Pernah seorang pasien bertanya kepada saya; “Pak dokter, bukankah orang yang sakit hati atau kecewa lalu ia sangat ingin marah tapi dia menahan amarahnya dan dipendamnya dalam hati, justru akan berbahaya? Bila terus menerus terjadi dan marah itu tidak dia lampiaskan tapi dipendam saja dalam hati, dia akan stress dan terganggu malahan bisa jiwanya…??“

Saya menjawab; “iya bapak benar sekali, dalam ilmu psikologi itu memang sangat mungkin terjadi tapi Allah SWT sudah menjelaskan dan memberi solusi pencegahan supaya stress itu tidak terjadi pada hambaNya. Mari sejenak kita lihat Firman Allah dalam Al Qur’an, surat Ali Imran: 133-134“

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Ali Imran: 133-134)

Sahabatku, Secara psikis, seseorang yang hanya menahan amarah saja tentu lama kelamaan bisa menimbulkan stress, apalagi kalau kekesalan, kekecewaan dan sakit hati itu terjadi berulang kali dan diingat terus menerus. Dalam ayat di atas Allah SWT sudah menjelaskan bahwa “menahan amarah harus selalu diikuti dengan memaafkan kesalahan orang“. Bila sudah bisa menahan amarah dan mampu dengan ikhlas memaafkan kesalahan orang yang menyakiti hati kita itu maka dengan sendirinya jiwa kita akan melupakan kesalahannya, lega dan terasa tenteram. Tidak ada stress dan sakit hati lagi setelah itu karena kita sudah memaafkannya. Mari kita jadikan ini sebagai satu paket akhlak yang harus kita miliki, yaitu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain.

Masih mempelajari ayat di atas, ternyata tidak tanggung-tanggung Allah SWT menyebutkan menahan amarah itu sebagai salah satu ciri-ciri orang yang bertaqwa. Artinya, orang yang kuat ialah orang yang mampu menahan amarahnya, orang yang mampu menahan amarah ialah orang yang bertaqwa maka dalam penilaian Allah SWT orang yang bertaqwa itu adalah orang yang sesungguhnya paling kuat.

Memang dalam prakteknya, menahan amarah itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi menahan amarah pada saat kita punya peluang untuk menyalurkannya. Padahal tantangannya justru terletak di situ. Kalau tiba-tiba kita dibuat marah oleh seseorang lalu kita tidak marah tapi ternyata seseorang itu adalah professor kita…^_^, maka itu tidak mencerminkan kemampuan menahan amarah melainkan peluang untuk marah memang sempit sekali.  Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Anas Al Juba’i, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang mampu menahan marahnya padahal dia mampu menyalurkannya, maka Allah menyeru pada hari kiamat dari atas khalayak makhluk sampai disuruh memilih bidadari mana yang mereka mau.” (HR. Ahmad dengan sanad Hasan)

Sahabatku…. ada pertanyaan menarik yang perlu kita jawab bersama:

  1. Sudahkah kita bisa menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang dalam keseharian kita selama ini..?
  2. Inginkah kita menjadi orang yang terkuat di mata Allah dan rasulNya…?
  3. Maukah kita digolongkan menjadi hamba-hamba Allah yang bertaqwa…?
  4. Sukakah kita disuruh memilih bidadari yang kita mau saat di surga nanti…?

Mari kita jawab dalam hati masing-masing dengan tekad dan kerinduan akan Ridha Allah yang Maha Rahman dan Rahim…

Wallahu’alam.

(Abirifqi)

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 9.89 out of 5)
Loading...
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Master lulusan Georg-August-University Goettingen dan kandidat Doktor dalam bidang Molecular Biology di universitas yang sama.

Lihat Juga

Pemimpin Chechnya Tagih Janji Mo Salah Kembali Kunjungi Grozny

Figure
Organization